BUKITTINGGI, hantaran.co — Sekitar 140 orang investor yang berasal dari berbagai daerah, mengalami kerugian hingga miliaran rupiah akibat dugaan investasi bodong berkedok skema penjualan mukena dan selendang.
Merasa tertipu dengan investasi bodong tersebut, para investor yang menjadi korban membuat laporan polisi ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumbar, didampingi Tim Kuasa Hukum dari Kantor Advokat/Pengacara M. Nur Idris & Associates pada 28 Agustus 2021 lalu.
“Kasus investasi bodong ini sudah kami laporkan kepada SPKT Polda Sumbar, dengan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) Nomor: STTL/336.a/VIII/YAN/2002/SPKT-Sbr tanggal 28 Agustus 2021,” ujar M. Nur Idris dalam jumpa pers di Kantor Advokat/Pengacara M. Nur Idris & Associates, di Bukittinggi, Selasa (7/9/2021).
Ia mengatakan, investasi bodong ini diduga dilakukan oleh perempuan berinisial RY (37) (terlapor) bersama beberapa orang pengelola investasi lainnya. Total kerugian yang dialami para korban akibat investasi bodong ini mencapai Rp13 miliar.
Adapun modus yang dilakukan terlapor bersama pengelola modal adalah dengan menawarkan pengelolaan mukena dan selendang yang akan dijual ke Malaysia dan Pusat Grosir Pasar Simpang Aur Kuning Bukittinggi. Terlapor menawarkan keuntungan mencapai 40 persen dari modal yang diinvestasikan dan disetorkan setiap bulannya. Kegiatan investasi ini sudah dilakukan sejak awal 2020 hingga Juli 2021.
“Misalnya, investasi dengan modal Rp100 juta maka akan diberikan keuntungan sebanyak 40 persen atau Rp40 juta pada bulan berikutnya. Atau modal investasi Rp2 juta akan diberikan keuntungan Rp800 ribu. Dalam hal ini, keuntungan diberikan, namun modal tetap disimpan sebagai modal selanjutnya oleh terlapor bersama pengelolanya,” ujar M. Nur Idris.
Lebih lanjut ia menerangkan, awal pertama pembuatan Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK), pemberian keuntungan berjalan lancar. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, setelah ada investor yang mengulang atau menambah modal pada periode berikutnya, keuntungan tidak lagi diberikan dengan alasan pandemi Covid-19, atau uang belum dibayar pembeli.
Lantaran terlapor tidak lagi memberikan keuntungan, maka beberapa investor mencoba menghubungi pengelola, tapi tidak mendapat jawaban. Hingga awal tahun 2021, beberapa orang investor mendatangi rumah terlapor di Koto Hilalang, Kabupaten Agam. Ternyata investasi pengelolaan mukena dan selendang itu tidak ada sama sekali alias bodong, dan yang terjadi adalah skema money game atau permainan uang, di mana uang modal investor satu untuk menutupi uang investor lain.
Adapun besaran kerugian yang dialami korban, kata Nur Idris, dilihat dari SPK sebagai bukti, mulai dari Rp2 juta sampai dengan Rp600 juta. Menyangkut model kerja pengelola ini, ia menambahkan, yaitu dengan cara menghubungi calon investor melalui telepon dan WhatsApp dengan tawaran serta iming-iming pertemanan adik dari terlapor RY.
“Korban penipuan investasi bodong ini ada yang berdomisili di Bukittinggi, Padang, serta berbagai daerah lain di luar Sumbar seperti Jakarta, Bandung, Tangerang, Depok, Bekasi, Banten, Jambi, Lampung, Riau, dan Kalimantan. Diduga ada ratusan orang yang menjadi korban investasi bodong ini. Tetapi yang kita dampingi saat ini berjumlah 140 orang,” ujarnya.
Ia mengatakan, untuk menguatkan laporannya itu, tim kuasa hukum investor sudah menyerahkan bukti-bukti berupa SPK sebagai tanda bukti penyerahan uang, rekaman pembicaraan, dan pembicaraan melalui WhatsApp sebagai penawaran, serta foto-foto barang dan usaha pembuatan mukena yang ternyata semuanya fiktif. Ia berharap agar penyidik Polda Sumbar secepatnya memproses laporan kliennya tersebut. (*)
Gatot/hantaran.co
Komentar