PADANG, Hantaran.co – Yelnazi Rinto, terpidana kasus penyelewengan dana infak Masjid Raya Sumatra Barat (Sumbar), dana sisa Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), dana Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan APBD Biro Bina Mental dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, tahun anggaran 2019, mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Padang.
Pengajuan banding diajukan setelah keluarnya, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas I A Padang.
Menurut kuasa hukum Yelnazi Rinto, yakninya Riefdiana Nadra bersama tim, saat diwawancari awak media mengatakan, alasan kliennya melakukan banding, karena tidak terima putusan dari majelis hakim.
“Ya alasannya, putusan yang diberikan terlalu tinggi, makanya klien kami banding,” katanya, Selasa (16/2).
Ditambahkannya, pengajuan banding dilakukan pada pekan lalu.
“Pada tanggal 9 Februari 2021 lalu, klien kami mengajukan banding ke PT Padang,” ujarnya.
Ditempat terpisah, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Yuni Hariaman membenarkan, pengajuan banding tersebut.
“Ya karena yang bersangkutan banding, maka kami selaku jaksa juga melakukan banding, kan itu hak nya yang bersangkutan,” tegasnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, telah menjatuhkan putusan bersalah kepada Yelnazi Rinto. Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada Yelnazi Rinto, dengan hukuman pidana selama tujuh tahun penjara, denda Rp350 juta,dan subsider empat bulan. Tak hanya itu, terdakwa Juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1.754.979.804, dan subsider 3 tahun penjara.
Dimana vonis yang dibacakan oleh, Yose Ana Roslinda didampingi masing-masing hakim anggota M.Takdir dan Zaleka, menilai perbuatan Yelnazi Rinto, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, dan mengambil uang masjid raya dan melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 undang-undang tindak pidana korupsi jo pasal 62 ayat 1 KUHP.
Vonis yang diberikan oleh majelis hakim, dinilai lebih ringan bila dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pasalnya, JPU menuntutnya dengan hukuman pidana penjara selama, delapan tahun, denda Rp350.000.000 dan subsider enam bulan penjara. Tak hanya itu, diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1.754.979.804 subsider empat tahun penjara.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa, terdakwa Yelnazi Rinto selaku bendahara pengeluaran pembantu pada biro bina sosial Sumatra Barat (Sumbar), priode 2010 hingga 2019. Bendahara masjid Raya Sumbar priode 2017. Bendahara Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan pemegang kas Panitia Hari Besar Islam (PBHI) tahun 2013-2017.
Dimana terdakwa memindahkan buku uang zakat yang ada direkening UPZ Tuah Sakato sebesar Rp375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar pada Bank Nagari Kantor Gubernur Sumbar, dengan cara memalsukan tanda tangan wakil ketua UPZ. Setelah uang tersebut masuk ke rekening, terdakwa langsung menariknya dengan menggunakan slip penarikan. Tak hanya itu, terdakwa juga memalsukan tanda tangan kepala Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar.
Selanjutnya pada tanggal 1 Mei 2018, rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar , menggunakan aplikasi Nagari Chas Management (NCM) dengan jenis ID Single User. Artinya menjalankan transaksi pemindahan buku cukup satu kali penggunaan NCM, disertai nomor hand phone terdakwa.
Kemudian terdakwa mentransfer sendiri dari uang persedian dari rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, ke beberapa nomor rekening. Seolah-olah untuk membayar kegiatan Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi, sehingga total keseluruhan sebesar Rp718.370.000.
Selanjutnya uang yang ditransfer, dipindahkan atas kebeberapa nama orang lain, termasuk keterdakwa sendiri. Akan tetapi uang dengan jumlahnya besar itu, digunakan untuk membayar hutang pribadinya bukan, untuk membayar uang kegiatan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam dakwaan, setiap selesai melaksanakan salat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya Sumbar, semua infak dan sedekah yang diterima masjid dikumpulkan oleh saksi Efilman dan diantarkan ke ruang terdakwa tanpa penghitungan. Selanjutnya uang tersebut dikumpul menurut pecahannya.
Kemudian terdakwa menyetorkan uang infak pecahan Rp20.000 ke rekening masjid, sedangkan uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, disimpan dalam brankas terdakwa, untuk membayar imam, muazin, honor garin, dan lain sebagainya. Lalu terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah. Namun uang infak tersebut malah dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri, sehingganya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tak hanya itu, uang pemegang kas sisa dana (PHBI) Provinsi Sumbar dan penyelenggaraan salat idul fitri dan adha dan anak yatim yang berjumlah Rp98.207.759. Habis dipergunakan untuk keperluan terdakwa sendiri.
Terungkapnya kasus tersebut, setelah ada temuan darin laporan Penghitungan inspektorat Provinsi Sumbar tentang kerugian keuangan negara. Perbuatan terdakwa harus dipertanggung jawabkan.
(Winda/Hantaran.co)
Komentar