PADANG, hantaran.co — Terdakwa kasus penyelewengan dana infak Masjid Raya Sumbar dan tiga item dana lain di Biro Bina Mental dan Kesra Setdaprov Sumbar, Yelnazi Rinto, menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor PN Padang, Senin (26/10/2020). Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan modus-modus pelaku saat beraksi.
Jaksa menjelaskan, Yelnazi Rinto, adalah bendahara pengeluaran pembantu pada Biro Bina Mental dan Kesra Sumbar 2010-2019, Bendahara Masjid Raya Sumbar pada 2017, Bendahara Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, serta pemegang kas Panitia Hari Besar Islam (PBHI) 2013-2017. Jaksa menduga, terdakwa melakukan penggelapan di setiap jabatan yang diemban.
“Mendakwa terdakwa dengan beberapa pasal. Diduga melakukan beberapa perbuatan yang dengan sedemikian rupa harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut dan melawan hukum,” kata Pitria dkk selaku JPU dalam perkara tersebut melalui dakwaan.
Pitria menyebutkan, perbuatan terdakwa telah melanggar pasal tindak pidana korupsi (tipikor) sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang RI (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan dirincikan, terkait penyelewengan dana UPZ Tuah Sakato, terdakwa melakukan pemindahbukuan uang zakat senilai Rp375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar dengan cara memalsukan tanda tangan Wakil Ketua UPZ. Setelah uang dipindahbukukan, terdakwa menariknya menggunakan slip penarikan dan memalsukan tanda tangan Kepala Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar.
Selanjutnya pada 1 Mei 2018, sambung jaksa, terdakwa mengaktifkan rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar dengan aplikasi Nagari Cash Management (NCM) yang menggunakan ID Single User. Sehingga, transaksi pemindahanbukuan bisa dilakukan dengan penggunaan NCM serta nomor HP terdakwa.
Kemudian, terdakwa mentransfer sendiri uang persedian dari rekening bendahara pengeluaran pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Sumbar itu ke beberapa nomor rekening dengan nilai total Rp718.370.000. Seolah-olah, terdakwa tengah melakukan pembayaran bebeapa kegiatan di Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi.
Selanjutnya, uang yang ditransfer tersebut kembali dipindahkan ke beberapa rekening atas nama orang lain, termasuk nama terdakwa sendiri. “Akan tetapi diduga, uang dengan jumlah besar itu justru digunakan untuk membayar utang pribadi terdakwa, bukan untuk membayar kegiatan pemerintah,” ucap Pitria menguraikan.
Terkait pengelolaan uang infak Masjid Raya Sumbar, kata jaksa lagi, disebutkan bahwa di setiap waktu selesai pelaksanaan Salat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya Sumbar, seluruh infak dan sedekah jemaah dikumpulkan oleh saksi bernama Efilman, yang kemudian mengantarnya ke ruang terdakwa tanpa dihitung terlebih dulu.
Terdakwa kemudian menyetorkan uang infak pecahan Rp20.000 ke rekening masjid, sedangkan uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 disimpan dalam brankas terdakwa untuk membayar honor imam, muazin, garin, dan lain sebagainya. Lalu, terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah.
“Namun ternyata uang infak itu dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri, sehingganya tidak dapat dipertanggungjawabkan,” kata jaksa lagi.
Tak cukup sampai di situ, jaksa juga menerangkan terkait modus terdakwa saat bertugas sebagai pemegang kas sisa dana (PHBI) Provinsi Sumbar dan penyelenggaraan Salat Idul Fitri dan Idul Adha, serta dana anak yatim yang berjumlah total Rp98.207.759. “Semuanya habis digunakan untuk keperluan terdakwa pribadi,” sambung jaksa lagi.
Jaksa menyebutkan kasus itu kemudian terungkap, setelah aparat menerima laporan Penghitungan dari Inspektorat Sumbar yang menyebutkan timbulnya kerugian keuangan negara atas aksi terdakwa senilai total Rp 1.754.979.804. Ada pun dana UPZ Tuah Sakato tahun 2018 sebesar Rp375 juta, disebut telah dikembalikan oleh terdakwa.
Usai pembacaan dakwaan, terdakwa yang didampingi Rina dkk selaku Penasihat Hukum (PH) Rina berencana mengajukan nota keberatan atas dakwaan (eksepsi). Majelis hakim yang diketuai oleh Yose Ana Rosalinda dan didampingi M. Takdir dan Zaleka selaku hakim anggota memberikan waktu penyusunan keberatan selama satu minggu. (*)
Winda/hantaran.co