AGAM, hantaran.co – Seorang anak dengan tega menggugat ibu kandungnya ke Pengadilan Negeri (PN) Bukittinggi, karena sengketa harta warisan. Kasus berawal dari sang anak, Yanti Gumala (47) mengklaim tanah yang berada di pinggir jalan Bukittinggi – Payakumbuh, Jorong Cubadak, Nagari Tabek Panjang, Kecamatan Baso Kabupaten Agam, seluas 4.700 meter adalah peninggalan almarhum ayahnya.
Sebaliknya dengan objek yang sama, ibu dari Yanti Gumala, bernama Darlis (72) juga mengklaim tanah yang dipermasalahkan itu merupakan harta pusako tinggi suku Koto yang dihibahkan oleh ayahnya kepada dia dan dua orang bersaudara perempuan.
Akibat, sengketa ibu dan anak yang bertalian darah itu, berlanjut ke meja hijau di Pengadilan Negeri (PN) Bukittinggi dan Polres Bukittinggi. Di PN Bukittinggi, Ibu digugat secara perdata oleh anaknya, karena telah mensertifikatkan tanah warisan ayahnya. Kemudian, memecah sertifikat itu, dan membagi untuk saudara perempuan ibu.
Sedangkan di Polres Bukittinggi, ibu dan anak saling lapor kasus pidana. Anak melaporkan ibunya karena diduga telah melakukan pemalsuan tanda tangan dan sebaliknya ibu melaporkan anak pada tahun 2020 karena menyerobot tanah tersebut.
Perseteruan dalam memperebutkan harta warisan itu telah membuat hubungan ibu dan anak hidup secara terpisah. Saat ini, anak tinggal di objek perkara sedangkan ibu yang telah sepuh menjalani sisa hidupnya dengan menumpang pada keluarga jauh.
“Dulunya, ibu dan anak kandungnya tinggal bersama di objek yang disengketakan ini. Tapi sekarang ini, ibu tidak tinggal di sini lagi. Ia menumpang pada keluarga se suku. Kata ibu, ia telah diusir oleh anaknya dari rumah yang disengketakan itu,” ujar kuasa hukum Darlis, Khairul Abbas kepada sejumlah wartawan di lokasi objek perkara.
Khairul Abbas menjelaskan, objek perkara adalah tanah milik suku Koto yang dihibahkan oleh orang tua Darlis untuk Darlis dan dua orang saudara perempuan. Sesuai amanat, orang tuanya waktu dulu, bahwa tanah diperuntukan mereka bertiga. Maka dipecahlah sertifikat tanah yang di perkarakan itu menjadi tiga sertifikat.
“Sertifikat pertama atas nama Darlis dan dua sertifikat berikutnya diberikan kepada dua orang adiknya. Dengan alasan itulah, anak beliau Yanti Gumala tidak setuju sertifikat tanah itu dibagikan kepada dua orang adik ibunya. Akibatnya, dia melayangkan gugatan di PN Bukittinggi,” jelas Khairul Abbas.
Selain menggugat di PN Bukittinggi, tambahnya, Yanti Gumala juga melaporkan ibunya ke Polres Bukittinggi karena diduga telah memalsukan surat. “Beberapa waktu lalu, kami telah melayangkan surat ke Polres Bukittinggi. Berdasarkan azas ketika ada dua perkara yang sedang berjalan, apakah perdata atau pidana. Maka berdasarkan surat edaran MA, perkara pidana ditangguhkan terlebih dulu. Sampai keluargnya putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan,” kata Khairul Abbas.
Darlis mengaku tidak pernah membeli tanah yang disengketakan itu bersama almarhum suaminya. Menurutnya, tanah itu adalah tanah hibah untuk dia bersama saudaranya. Tapi anaknya bersikukuh bahwa tanah itu adalah pembelian orang tuanya atau ayahnya.
“Dia anak satu satunya, saya yang melahirkan dan menyusuinya. Saya telah diusir dari rumah itu. Saat ini saya tinggal bersama keluarga jauh. Di tanah yang disengketakan itu, saya bikin kedai dua unit untuk disewakan, rencananya sewa itu untuk kebutuhan saya sehari hari. Tapi kini sewa kedai itu tidak saya terima,” ujarnya berlinang air mata.
Sementara itu, kuasa hukum Yanti Gumala, Armen Bakar menyebutkan, tanah yang berperkara itu berawal dari tanah pusako tinggi suku Koto dan telah dijual kepada orang tua klainnya pada tahun 1976. Di dalam surat jual beli itu dituliskan apabila salah satu dari mereka meninggal dunia maka ahli waris satu satunya adalah anaknya, Yanti Gumala.
“Tak lama ayahnya meninggal dunia. Kemudian ibu klain kami menikah lagi dan mensertifikatkan tanah tersebut. Kemudian, dibagikan kepada saudara perempuan ibu klain kami. Jika sertifikat itu tidak dibagi bagi maka klain kami tidak akan menggugat orang tuanya,” kata Armen Bakar.
Ia membantah jika klainnya telah mengusir ibu kandungnya. Tapi ibunya saja yang merasa kurang nyaman tinggal di rumahnya. Saat ini ibunya tinggal bersama keluarga jauh.
“Kami telah sering jemput ibu, tapi beliau tidak mau pulang, mungkin takut saya akan menganiaya beliau. Tak mungkin lah saya akan menganiaya beliau, saya takut hukuman dunia dan akhirat,” kata Yanti Gumala kepada wartawan usai mendampingi mejelis hakim PN Bukittinggi mengelar Sidang Lapangan di objek perkara, Jumat (11/2/2022).
Majelis hakim yang diketuai Melky Salahudin dan hakim anggota Rinaldi, Meri Yenti dihadapan yang berperkara didampinggi kuasa hukum masing masing menyebutkan sidang lapangan digelar bertujuan untuk melihat dari dekat objek yang disengketakan, memastikan batas batas objek dan memastikan ada tidaknya pihak lain diatas objek berperkara tersebut.
Pantauan Haluan dilokasi, sidang lapangan yang digelar itu menarik perhatian warga setempat dan pengguna jalan raya Bukittinggi Payakumbuh. Diatas tanah yang disengketakan itu telah berdiri, bangunan tower Telkomsel, sawah, rumah, kedai dan ruko yang belum siap. (*)
Yursil/hantaran.co
Komentar