PADANG, hantaran.co — Peringatan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO-Food and Agriculture Organization) tentang potensi krisis pangan dunia di masa pandemi Covid-19, jadi perhatian serius pemerintah Indonesia, termasuk di Sumatera Barat.
Pemerintah provinsi melalui Dinas Pangan Sumbar, sejak masa pandemi Covid-19 bekerja ekstra dan melakukan sejumlah langkah antisipatif dalam menjaga ketersediaan, distribusi, keamanan dan keterjangkauan harga di tengah masyarakat.
“Sejak pandemi melanda, kami bersama dinas terkait fokus memperkuat ketahanan pangan di daerah ini. Pak Gubernur selalu mengingatkan betapa pentingnya penguatan ketahanan pangan untuk mencegah munculnya dampak terburuk dari pandemi,” kata Kepala Dinas Pangan Sumbar, Efendi di ruang kerjanya, Rabu (27/1/2021).
Efendi menyebutkan, sejauh ini secara umum kondisi pangan di Sumbar dalam status aman. Ia bersyukur, sejak pandemi melanda nyaris setahun yang lalu, tak ada dampak yang berarti untuk komoditi utama seperti, beras, jagung, cabai, dan komoditi daerah tropis lainnya.
Untuk ketersediaan beras di Sumbar dalam kalkulasinya bisa memenuhi kebutuhan untuk 50 tahun ke depan. Perhitungan ini berdasar perbandingan luas lahan produktif dan kebutuhan masyarakat Sumbar per tahunnya.
“Yang saat ini menjadi perhatian itu adanya permintaan daerah tetangga. Kalau hanya menghidupi 5,8 juta warga Sumbar, itu tidak masalah. Namun, daerah tetangga meski sudah melakukan cocok tanam, mereka hanya bisa memenuhi 20 persen kebutuhan, sedang 80 persen lagi dari Sumbar,” kata Efendi yang sudah hampir 10 tahun dipercaya memimpin Dinas Pangan Sumbar ini.
Hanya saja, sambungnya, yang menjadi pekerjaan rumah saat ini dalam memenuhi pangan yang sebagian besar merupakan komoditi impor seperti bawang putih dan kedelai.
“Karena memang dua komoditi ini juga mempengaruhi konsumsi di Sumbar. Seperti harga tahu dan tempe yang sempat melonjak naik kemarin, itu banyak yang bertanya kepada kami solusinya seperti apa,” ujarnya.
Untuk kedelai, menurut Efendi, memang karena kondisi lahan di Indonesia yang beriklim tropis, membuat kedelai tak dapat tumbuh dengan baik. Bahkan, kalau pun dipaksakan, akan menelan biaya besar dan merugikan petani. Oleh karena itu, saat ini tetap mengandalkan kedelai impor dari Amerika Latin dan Australia, yang dibanderol dengan harga tinggi karena faktor biaya produksi.
Begitu juga dengan bawang putih, sambungnya, meski pun keperluan terhadap komoditi ini tak terlalu mencolok, tetapi saat hilang di pasaran juga akan membuat konsumen menjerit. “Kondisi seperti ini, yang membuat kita mau tak mau harus bisa menyediakan jenis komoditi ini untuk pasar lokal,” katanya.
Saat ini, Sumbar tengah menggenjot produksi kedelai di tiga daerah yaitu, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kabupaten Pasaman Barat. “Sementara untuk bawang putih juga telah dibudidayakan di Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, yang difokuskan untuk kebutuhan pasar lokal tanpa harus mengimpor dari Cina,” ujarnya lagi.
Sementara itu untuk komoditi yang tak bersangkut dengan impor, Efendi menyatakan tak berpengaruh untuk Sumbar, meski pun tengah terjadi situasi pandemi. Ada pun soal harga cabai yang sempat merangkak naik beberapa waktu lalu, menurutnya masih dalam batasan yang wajar.
“Petani menjual ke pedagang per kilo Rp50 ribu, dan dijual kembali oleh pedagang Rp55 sampai Rp65 ribu. Itu masih batas toleransi. Tapi, kalau sudah menjual Rp100 ribu per kilo, itu sudah kelewat batas namanya,” ucapnya.
Galakkan P2L
Efendi juga menuturkan, dengan kondisi pandemi saat ini, Dinas Pangan Provinsi Sumbar terus menggalakkan pendirian Pekarangan Pangan Lestari (P2L) di nagari dan kelurahan yang ada di Sumbar.
Melalui P2L, masyarakat diminta untuk memanfaatkan lahan pekarangan untuk bertanam cabai, sayur, kunyit, serai, berternak itik, ikan, ayam, serta budidaya lainnya. Tujuannya, agar P2L menjadi sumber pangan mandiri bagi masyarakat.
“P2L untuk meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan pangan untuk rumah tangga sesuai dengan kebutuhan pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui penyediaan pangan yang berorientasi pasar,” katanya.
Untuk saat ini, kata Efendi, pihaknya telah berkolaborasi dengan memanfaatkan dana pokok pikiran (Pokir) Dewan. Di mana, setiap anggota dewan diminta untuk memberikan dana pokok pikiran di daerah pemilihannya dengan mengacu pada P2L.
“Seperti memberikan 100 ekor ayam untuk setiap kelompok warga yang dananya dari pokir dewan. Nanti dari hasil beternak itu, masyarakat bisa memanfaatkan telurnya atau memotong ayam tersebut,” ujarnya.
Subsidi Sembako
Selain menggencarkan program P2L, Dinas Pangan Sumbar juga telah menjalankan program pangan subsidi 50 persen. Di mana, setiap bahan pangan yang dibeli oleh konsumen diberi subsidi setengah dari harga resmi.
“Satu paket berisi bahan pangan dengan harga Rp200 ribu, bisa didapatkan warga hanya Rp100 ribu. Namun, yang bisa mendapat program ini memang masyarakat ekonomi bawah yang rentan kena dampak pandemi,” ujarnya.
Ada pun untuk titik sebar, terdapat di nagari-nagari tempat dana pokir dewan disediakan, dengan para penerima ditentukan oleh wali nagari. “Program ini telah jalan sejak tahun 2020. Sekarang disinkronkan dengan Pokir Dewan,” katanya menutup. (*)
Isra/hantaran.co