PADANG, hantaran.co — Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumbar, diperkirakan sekitar 60 ribu dari total 5,5 juta lebih penduduk Sumbar berstatus sebagai pecandu narkotika. Di sisi lain, Sumbar juga dianggap sebagai jalur merah transaksi narkotika karena selalu menjadi kawasan perlintasan pengiriman barang haram tersebut.
Paparan itu disampaikan Kepala BNNP Sumbar Brigjen Pol Khasril Arifin Chaniago saat rapat dengat pendapat (RDP) atau hearing dengan kalangan DPRD Sumbar, Selasa (31/3/2021), di ruang sidang utama Gedung DPRD Sumbar. Dalam kesempatan itu, Khasril juga memaparkan sejumlah kendala dalam upaya perang melawan narkotika di Sumbar.
“Para pecandu narkoba yang mencapai 60 ribuan orang ini berada pada rentang usia remaja hingga ada yang berumur 65 tahun,” ucap Khasril di awal pemaparan.
Jumlah pecandu yang cukup banyak itu, kata Khasril, tidak dibarengi ketersediaan fasilitas lembaga rehabilitasi rawat jalan dan inap yang mencukupi. Oleh karena itu, BNNP Sumbar memerlukan dukungan dan penguatan dari pemerintah daerah (Pemda) dan pemangku kepentingan terkait, agar perang melawan narkotika dapat dimenangkan, sekaligus para pecandu dapat disembuhkan.
Khasril menerangkan, dalam upaya pemberantasan peredaran narkotika dalam bentuk penangkapan, saat ini BNNP Sumbar mengalami begitu banyak kekurangan dari segi sarana dan prasarana. Seperti, keterbatasan dalam hal kendaraan operasional, serta minimnya fasilitas sarana rehabilitasi.
“BNNP Sumbar ini, kantor belum ada. Kantor yang sekarang itu statusnya masih pinjam. Rumah dinas juga belum ada. Mobil operasional sangat terbatas, hanya delapan unit kendaraan roda empat. Semuanya sudah di situ, kendaraan untuk sosialisasi, tes urin, untuk tahanan, dan lain-lainnya. Bagaimana mau perang melawan narkoba kalau sarana prasarananya hanya seperti itu,” katanya.
Meskipun BNNP adalah lembaga vertikal, Khasril mengaku lembaga ini tetap membutuhkan dukungan dari semua pihak terkait di daerah. Ditambah lagi, status Sumbar juga termasuk dalam jalur merah transaksi narkoba, karena kerap menjadi areana perlintasan dalam pengedaran dari dan ke berbagai provinsi.
“Pintu masuknya jelas dan sudah terpetakan. Untuk ganja, masuknya dari Pasaman, dibawa dari Aceh, Medan lewat jalur darat. Sedangkan untuk sabu dan ekstasi, itu terpantau masuk dari Pekanbaru, Riau, nanti melintas via darat di Kabupaten Lima Puluh Kota,” ucapnya lagi.
Perang terhadap narkotika, sambung Khasril, sudah menjadi komitmen nasional. Sebab saat ini, tak satu pun desa di Indonesia yang terbebas dari peredaran narkotika. Untuk di Sumbar sendiri, BNNP terus melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan. Selain melakukan penangkapan pada pengguna dan pengedar, pihaknya tetap melakukan sosialisasi untuk pencegahan.
DPRD Janji Mendukung
Menanggapi terbatasnya fasilitas dalam pemberantasan narkotika di BNNP Sumbar, Ketua DPRD Sumbar Supardi menyampaikan bahwa DPRD bagaimana pun sangat mendukung kinerja BNNP dalam pencegahan dan pemberantasan narkotika. Oleh karena itu, DPRD pun menyatakan kesiapan untuk berkoordinasi dengan Pemprov Sumbar, untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana dalam operasi pencegahan hingga pemberantasan peredaran narkotika di Sumbar.
“Meski BNNP adalah organisasi vertikal, bagaimanapun objeknya adalah mengurus masyarakat Sumbar. Presiden Jokowi juga telah mencanangkan Indonesia darurat narkoba. Sejarah dunia pun banyak mencatat kehancuran suatu negara karena narkoba. Karena Sumbar juga masuk sebagai jalur merah, ini akan menjadikan skala prioritas bagi kita,” kata Supardi.
Dukungan yang diberikan untuk BNNP, sambung Politisi Gerindra itu lagi, dapat disesuaikan dengan kewenangan yang dimiliki Pemda. Seperti untuk kekurangan kendaraan operasional, akan bisa diatasi dengan metode pinjam pakai kendaraan milik Pemda. Begitu pun masalah ketiadaan kantor BNNP, akan bisa dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah melalui bantuan hibah.
“Untuk kantor, dari informasi yang kami terima, sudah ada tanah hibah dari Kementerian Keuangan. Seandainya itu sudah oke, saya rasa kita dapat menyesuaikan kemampuan keuangan daerah untuk ikut membantunya. Tapi itu kita lihat dulu proses di BNN sendiri. Apakah sudah selesai atau belum,” katanya menutup.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPRD Sumbar Evi Yandri menuturkan, dampak yang ditimbulkan oleh narkoba bisa dibilang lebih berbahaya dari Covid-19. Sebab, barang haram membidik target mulai dari anak-anak hingga lanjut usia.
“Untuk angka kesembuhan pun begitu. Data per 30 Maret 2021 ini, pasien Covid-19 yang sembuh itu 94,3 persen. Sementara pecandu narkoba belum tentu sembuh satu persen dalam setahun. Inilah kenapa pentingnya kita memprioritaskan perang terhadap narkoba ini,” ujarnya. (*)
Leni/hantaran.co
Komentar