SUMBAR, Hantaran.co–Tutupan hutan alam Sumbar kembali mengalami penurunan pada tahun 2020. Dari analisis Ctra Satelit Lansat TM 8 yang dilakukan oleh tim Geographic Information Sistem Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi tahun 2020 tutupan hutan Sumbar tersisa 1,8 juta ha atau 44 persen dari luas wilayah. Dalam kurun tiga tahun ke belakang, penurunan hutan paling banyak terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebanyak 7 ribu ha, Dharmasraya 5 ribu ha dan Solok Selatan 4 ribu ha.
Direktur Eksekutif KKI Warsi Rudy Syaf mengatakan pada tahun 2017 lalu luat tutup hutan di Sumbar seluas 1.895.324 Ha, sementara itu pada tahun 2019 tutupan hutan Sumatra Barat sudah mencapai luasan 1.871.972 Ha (44 persen dari luas wilayah Provinsi Sumbar). Sementara, dari 2019 hingga 2020, luas tutupan hutan Sumbar berada pada angka 1.863.957 Ha.
“Artinya dalam satu tahun terakhir terjadi kehilangan tutupan hutan seluas 8.015 Ha. Jika diakumulasikan penurunan tutupan hutan tahun 2017-2020 mencapai 31.403 Ha. Fakta ini menyiratkan bahwa Sumbar masih sangat rentan terhadap aktivitas pembukaan kawasan hutan. Meskipun laju deforestasi menurun dari tahun-tahun sebelumnya,” katanya saat menyelenggarakan kegiatan Media Gathering terkait catatan akhir tahun KKI Warsi.
Di samping itu, kata Rudy, penurunan jumlah kawasan hutan paling banyak, disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah adanya izin baru untuk perusahaan penebang pohon (logging) dan juga akibat pembukaan lahan baru untuk kebun dan pertanian, tambang emas ilegal dan lainnya.
“Analisis yang kami lakukan, terihat bahwa tambang emas illegal sudah masuk ke dalam kawasan hutan. Terdapat 4 ribu ha kawasan sempadan sungai yang sebagiannya berada dalam kawasan hutan di rusak oleh penambangan emas illegal,”ucap Rudi Syaf.
Kehilangan tutupan kawasan hutan itu, kata Rudy, menyebabkan terjadinya beragam bencana dan konflik yang tak kunjung usai. Dalam catatan Warsi, tercatat setidaknya ada 6 kali galodo yang menyebabkan 4 orang tewas, 3 orang luka dan 18 rumah rusak. Sementara bencana banjir dan longsor masih mendominasi, sejak 2017 lalu, Warsi mencatat ada 293 desa yang mengalami bencana tanah longsor, 440 desa mengalami banjir, 100 desa mengalami banjir bandang, 145 desa mengalami kekeringan dan 145 desa diterpa kebakaran hutan.
“Terlebih di awal Februari lalu, intensitas hujan yang tinggi telah mengakibatkan delapan daerah, mulai dari Kabupaten Solok, Sijunjung, Pasaman Barat, Lima Puluh Kota, Agam, Dharmasraya, Solok Selatan dan Kota Solok terkena banjir daj longsor. Kami juga mencatat kasus konflik satwa dengan manusia yang cukup tinggi. Sedikitnya ada 5 ekor harimau berkonflik di beberapa tempat, sementara baru ada 3 di antaranya yang sudah ditangkap oleh tim BKSDA,” ujar Rudi.
Namun, kata Rudy, meskipun terjadi luas tutupan hutan alam, di sisi lain, luas perhutanan sosial yang dikelola masyarakat desa malah mengalami kenaikan. Oleh karena itu, ke depan pendekatan yang dipilih dalam upaya pelestarian kawasan hutan dan peningkatan ekonomi masyarakat adalah dengan program perhutanan sosial.
“Pada tahun 2020, tutupan hutan di areal perhutanan sosial dampingan KKI Warsi mengalami peningkatan luasan menjadi 64.780 Ha. Fokus sebaran wilayah peningkatan tutupan hutan pada tahun 2020 ada pada areal Perhutanan Sosial, yang meliputi Hutan Nagari Sariak Alahan Tigo, Kabupaten Solok; Hutan Nagari Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Hutan Nagari Kampung Baru Korong nan Ampek (KBKA), Kabupaten Pesisir Selatan,” kata Rudy menambahkan.
Program ini, kata Rudy lagi, sudah sejalan dengan visi Pemerintah Provinsi Sumbar yang telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 52 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Fasilitasi Perhutanan Sosial. Dalam perkembangannya, hingga Agustus 2019 lalu, luas kawasan Perhutanan Sosial di Sumbar telah mencapai 227.673,69 Ha dari total 500.000 Ha target alokasi yang dicanangkan oleh Pemprov Sumbar dalam RPJMD 2016-2021.
“Dengan klasifikasi skema yang terdiri dari 98 izin Hutan Nagari (HN), 48 Izin Hutan Kemasyarakat (HKm), 4 Izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR), 5 Hutan Adat (HA), serta 6 izin Kemitraan Kehutanan (KK). Langkah yang juga kami tawarkan dalam pengelolaan sumber daya alam dan kawasan hutan berkelanjutan dilakukan melalui upaya kolaborasi multipihak dalam pengembangan usaha berbasis potensi Perhutanan Sosial dan Pengamanan Hutan Berbasis Artificial intelligeng (AI), pengembangan community carbon, dan penguatan manajemen kawasan berbasis lanskap (hamparan),” tuturnya.
(Riga/Hantaran.co)
Komentar