Azan subuh masih mendayu di ujung kabut yang pekat. Jerebu merangkul kaki Gunung Talang yang kokoh berdiri.
Sejumlah pemuda berjaket dan kupluk terlihat sibuk. Ia mengatur parkir mobil, dan motor serta pendaftaran bagi pendaki yang ingin ke puncak Gunung Talang yang memiliki ketinggian 2597 meter di atas permukaan laut (mdpl).
“Silahkan daftar dulu,”ujarnya dengan ramah di Posko 1 pendakian via Bukik Bulek, Kampung Batu Dalam, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok.
Hari itu masyarakat dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) bersiap menyambut kedatangan pendaki dari berbagai daerah dalam rangka upacara kemerdekaan dan pengibaran bendera merah putih. Ada ratusan pendaki yang mendaftar pada pagi itu. Bahkan satu hari sebelumnya udah ribuan yang mendaftar.
Di ujung jalan tanah. Seorang pria paruh baya didampingi seorang wanita tampak tersenyum. Kulitnya tak lagi kencang. Tapi terlihat kuat menggenggam tongkat gunung (trekking pole).
“Yuk kita jalan lagi,”ucap Epyardi Asda didampingi istrinya Emiko.
Jalur antara posko 1 ke posko 2 masih bisa dilalui mobil, karena masih dekat dengan lokasi lahan pertanian warga. Untuk motor bahkan bisa sampai ke posko 2. Meski jalannya terjal. Namun, Epyardi memilih berjalan kaki bersama pendaki lainnya. Ia menolak tawaran ajudan dan tokoh masyarakat untuk naik motor hingga ke posko 2.
“Ga usah naik motor, kita jalan aja. Kita nikmati pendakian ini,”ucapnya.
Sikap Epyardi itu disambut tawa hangat oleh rombongan yang mengiring mantan kapten kapal tersebut. Ia ingin menunjukan, untuk mendapatkan sesuatu mesti berjuang.
Hampir 2 jam Epyardi dan Emiko tiba di posko 2. Di sini seluruh pendaki istirahat sejenak sambil santap gorengan yang disediakan para pedagang.
Matahari mulai mengintip dari balik pohon. Tim kembali berangkat. Menyisir jalur yang mulai menanjak. Sepanjang jalur hingga ke puncak terlihat rambu (petunjuk) yang beri kode R.
Kode itu difungsikan untuk membantu para pendaki memilih jalur.
Dalam perjalanan, mata pendaki juga akan disejukkan dengan tanaman markisa milik masyarakat. Seperti diketahui, Kabupaten Solok dulunya dikenal dengan kabupaten penghasil markisa.
Memasuki R 9, Epyardi dan rombongan dipaksa memegang akar pohon untuk pegangan, jalurnya terjal dan licin.
Bagi pendaki profesional, jalur ini masih terhitung pendek. Namun, memiliki kemiringan tajam.
Hampir 5 jam, Epyardi dan rombongan tiba di kawasan cadas, lokasi camp dan upacara. Ia disambut teriakan semangat dari para pendaki.
“Semangat Pak Bup, semangat,”teriak pendaki yang sudah mendirikan tenda.
Semangat Patriotik
Cuaca di puncak Gunung Talang tak dapat ditebak. Sebentar cerah, seketika berubah hujan dan kabut. Namun, ini tidak menghalangi para pendaki merasakan semangat kemerdekaan.
Upacara segera dimulai. Udara dingin yang menyapa kulit membuat suasana jadi khidmat.
Komandan upacara dari TNI memberi aba-aba. Ribuan pendaki yang mayoritas pemuda merapat ke lapangan. Epyardi menjadi Pembina upacara.
Detik-detik bendera merah putih dikibarkan oleh Paskibra, sikap hormat para pemuda yang hadir tak kalah tegap dengan TNI dan Polri yang hadir.
Suasana yang sakral memicu haru ketika nyanyian Indonesia Raya dikumandangkan. Tak sedikit dari pemuda yang hadir berlinang air mata. Termasuk Emiko yang menitikkan air matanya.
“Ini pengalaman berharga. Upacara itu sangat mengharukan. Saat menghayati lagu Indonesia Raya tanpa sadar saya meneteskan air mata haru,”ucap Emiko.
Sementara Epyardi Asda menyampaikan, sejarah mesti ditorehkan. Bahkan untuk mencapainya mesti ada perjuangan.
Dengan melihat perjuangan untuk sejarah tersebut, Epyardi Asda beserta istrinya Emiko terpacu dan tak mau kalah dengan yang para pemuda lainnya.
Di usia yang tak lagi muda ia ingin menunjukkan, bahwa untuk mencapai puncak diperlukan tekad dan semangat yang kuat.
Sebagai kepada daerah Epyadi menyampaikan, bahwa perjuangan untuk mendaki Gunung Talang ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perjuangan para pahlawan yang mempertaruhkan nyawa dan harta demi anak, cucu merasakan kemerdekaan.
“Di perjalanan saya dan yang lain terlihat ngos-ngosan, itu belum seberapa jika kita bandingkan dengan perjuangan pahlawan kita. Kita bisa hayati bagaimana menderitanya para pahlawan. Untuk itu tugas kita bagaimana mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya. Untuk di Kabupaten Solok contohnya, mari kita bangun, kita bangkit,”ucapnya.
“Terus terang saya baru pertama kali naik gunung, tapi saya melihat begitu antusiasnya masyarakat. Saya jadi bisa merenung, mendaki gunung seperti ini saja dibantu sama ajudan yang lain saya masih susah. Bayangkan pejuang dulu gerilya dari hutan ke hutan naik gunung, dikejar penjajah, mereka tidak gentar, padahal mereka belum tentu menikmati apapun,”kata Epyardi.
“Dan di momen ini saya merasakan jiwa patriotik perjuangan para pahlawan tidak bsia dibayar dengan apa pun. hanya doa yang dapat kita kirimkan. Mudah-mudahan Allah menempatkan pejuang di tempat yang layak di sisiNYA,”ujarnya menambahkan.
Bagi Epyardi, perayaan kemerdekaan tersebut adalah kesempatan untuk merajut kuat persatuan. Karena menurutnya memerdekakan Negara tidak akan mungkin tanpa persatuan atau melibatkan satu golongan.
“Sama-sama kita ketahui banyak hal yang terjadi di Indonesia saat ini, bahwa diperlukan untuk menguatkan kembali persatuan sesama anak bangsa. Nah itu kita mulai dengan semangat di Gunung Talang ini,”ucap Epyardi.
Kelestarian Alam
Epyardi mengatakan, Gunung Talang salah satu alam yang diciptakan tuhan untuk dijaga dan dilestarikan. Dijadikannya Gunung Talang sebagai lokasi upacara kemerdekaan untuk mengenang perjuangan para pahlawan dan menyukuri keindahan alam yang diberikan tuhan.
“Dengan ketinggiannnya hampir 3000 mdpl (2597 mdpl), kita bisa melihat empat danau dari puncaknya bahkan melihat laut (Kota Padang). Inilah kebanggan kita semua. Apalagi dihadiri 10 ribu lebih pendaki, kami ingin memberi tahu pada dunia kepada Indonesia bahwa Solok layak dikunjungi karena kami di Solok memiliki daerah yang indah. Jadi kesempatan kami menyiarkan bahwa Gunung Talang layak tempat wisata,”ungkapnya.
Dikatakannya, ia merasa bangga dan menaruh hormat kepada para pegiat alam dan pendaki. Hal ini karena adanya kesadaran untuk menjaga kelestarian alam.
“Bahwa kebersihan adalah yang diutamakan. Sepanjang jalan saya melihat dan tenda-tenda di lokasi tidak ada sampah yang berserakan. Mereka patuh dan sadar dengan kebersihan. Karena juga ada imbauan, setiap mereka membawa kantong untuk mengisi sampah lalu dibawa turun. Dan kami Pemda juga menyediakan truk di bawah (pintu masuk pendakian) untuk membuang sampah,”tuturnya.
Diungkapkan Epyardi, ia juga memerintahkan perangkat daerahnya untuk menanam 2 ribu pohon di sekitar Gunung Talang.
“Ada 2 ribu yang kami tanam, kita akan hijaukan ini kita jaga kelestariannya.
Tak hanya itu, ia juga meminta masyarakat dan terutama Pokdarwis untuk menjaga kelangsungan hidup hewan-hewan di Gunung Talang.
“Saya juga melihat ada hewan sejenis monyet di sini. Itu perlu kita pastikan kelangsungan hidupnya, jangan sampai sumber makanannya di Gunung Talang ini hilang,”kata Epyardi.
Selain itu, untuk membatu kenyamanan wisatawan, kata Epyardi, Pemkab akan membantu untuk mengalirkan air bersih di sekitar lokasi camping. Karena musala sudah ada maka perlu titik atau lokasi air bersih.
Bantu Ekonomi
Di lokasi upacara, Epyardi Asda terlihat membantu masyarakat yang punya mengadu nasib sebagai pedagang kecil-kecilan. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Pegiat Alam Wardesco Pono Batuah.
Dikatakannya, saat acara selesai Epyardi mengajak para pendaki untuk membeli dagangan masyarakat yang ada di lokasi.
“Ia traktir semua ada yang ada di situ. Kalau saya perhatikan ini untuk memacu semangat pedagang. Kita tahu tidak mudah membawa dagangan ke atas gunung. Dan ada dua pedagang di atas (gunung) saya lihat mendapat bantuan,”kata Wardesko.
Tak hanya itu, dikatakannya, saat turun dari gunung Epyardi juga terlihat membantu membeli hasil tani masyarakat.
“Ia beli hasil tani masyarakat yang ada di jalur pendakian. Pedagang yang ada di sepanjang jalan juga ketiban rezeki. Karena info yang saya dapat ada jutaan yang ia keluarkan untuk membantu,”ucapnya.
*terbit di harian haluan*