PADANG, hantaran.co – Pasca aksi damai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar, Koalisi Penyelamatan Hutan Mentawai bersama dua orang perwakilan masyarakat Silabu, Kabupaten Kepulauan Mentawai mengadu ke Komnas HAM Sumbar, pada Rabu (5/1).
Dua orang masyarakat menceritakan pemberian izin kepada Koperasi Minyak Atsiri Mentawai yang melanggar hak atas tanah dari 150 masyarakat. 150 masyarakat yang lahannya masuk Dalam Areal Koperasi Minyak Atsiri menyatakan menolak lahanya untuk di ambil kayunya dan dikelola menjadi kebun milik Koperasi. Mangkanya meminta pertolongan Komnas HAM Sumbar.
Ketua Forum Mahasiswa Mentawai Heronimus menyampaikan, bagi orang mentawai hutan dan alam bukan hanya sekedar kayu. Masyarakat mentawai memaknasi hutan adalah sumber penghidupan dan keberlanjutan hidup masyarakat Mentawai untuk bisa menghidupi dan membiayai semua kebutuhan hidup keluarga, baik untuk sehari-hari dan juga untuk kebutuhan pendidikan serta tabungan masa depan.
“Bagi sikerei dan masyarakat adat, hutan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kebudayaan masyarakat Mentawai, seperti ilmu pengobatan seni tradisi dan pohon pohon yang besar di fungsikan juga sebagai Kirakat (Batu Nisan) yang wajib dilindungi oleh negara karena termasuk pemenuhan hak atas budaya masyarakat adat Mentawai,” katanya.
Akibat tidak arif mengelola hutan mentawai sering terjadi bencana alam seperti banjir longsor, serta banjir bandang yang tentunya menyulitkan kehidupan kami kedepannya.
Menurut Warik dari Perwakilan Koalisi Penyelamat Hutan Mentawai, pihaknya ingin Komnas HAM mendesak penyelesaian kasus ini. Jangan sampai terlambat karena kayu tetap ditebang dan masyarakat curiga koperasi hanya ingin mengambil kayu padahal kayu-kayu ditanam dan dijaga oleh masyarakat. Lokasi 1.500 Ha yang diberikan pada koperasi ini merupakan hutan cadangan dari masyarakat Silabu.
Sementara itu, Perwakilan Koalisi, Diki Rafiqi menambahkan, permasalahan ini bermula tidak pernah masyarakat dilibatkan partisipasinya tentunya hal ini tidak sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan dan melanggar prinsip Free Prior Informed Consent (persetujuan suka rela tanpa paksaan yang terinformasikan).
Kemudian, izin PKKNK ini tidak mempertimbangkan prinsip hukum lingkungan, di antaranya prinsip keadilan antar generasi, prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan dan prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat.
Dari fakta lapangan yang ditemukan, masyarakat di Desa Silabu Kecamatan Pagai Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai menolak lahirnya keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat tersebut (SK PKKNK).
“Konflik di lapangan muncul karena penolakan masyarakat atas pemanfaatan hutan berupa pemanfaatan kayu kegiatan non kehutanan untuk areal perkebunan tanaman minyak atsiri ini,” ujarnya.
Pengaduan ini langsung diterima oleh Kepala Perwakilan Komnas HAM Sumbar, Sultanul Arifin dan akan memproses pengaduan masyarakat.
(Fardi/Hantaran.co)
Komentar