PADANG, hantaran.co — Sumbar kerap disebut tidak memilikipotensi Sumber Daya Alam (SDA) sekaya potensi yang dimiliki sejumlah provinsi lain. Lewat “tangan dingin” pemimpin ke depan, diharapkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) Sumbar yang dinilai luar biasa, dapat dioptimalkan untuk mendatangkan investor dan memanfaatkan SDA yang ada.
Perbincangan itu jadi pokok bahasan dalam diskusi “Peluang dan Tantangan Investasi di Sumbar” yang digelar Minang Diaspora Network-Global (MDN-G) bersama Universitas Yarsi, Universitas Andalas, dan Pemprov Sumbar, Sabtu (28/11/2020). Empat Calon Wakil Gubernur Sumbar turut diundang memaparkan rencana pemaksimalan potensi investasi bagi Sumbar.
Direktur Eksekutif MDN-G Burmalis Ilyas, dalam paparannya selaku pengarah diskusi bersama Rektor Universitas Yarsi Prof. Fasli Jalal menyebutkan, Sumbar sama halnya dengan Jepang yang memiliki keterbatasan SDA, tetapi memiliki potensi luar biasa di sektor SDM. Potensi itu dinilai dapat dimaksimalkan untuk pengembangan investasi di Sumbar.
“Pemprov harus mampu membangun keseimbangan antara investor, masyarakat, dan aturan. Selama ini investasi terhambat dengan persoalan tanah ulayat dan potensi gempa bumi di Sumbar. Oleh karena itu, mesti ada kebijaksanaan dari pemerintah agar investasi yang masuk benar-benar memberikan keuntungan bagi masyarakat,” kata Burmalis.
Potensi lain yang bisa dimaksimalkan ke depan, kata Burmalis, adalah keberadaan para perantau Minangkabau, baik di dalam maupun luar negeri. Investasi itu menjadi sangat dibutuhkan mengingat Sumbar tidak memiliki SDA seperti pertambangan yang melimpah. Justru, Sumbar hari ini bergantung pada pariwisata dan pertanian.
“Di samping itu, kita juga memiliki potensi di bidang energi baru terbarukan. Maka kita harapkan ke depan perantau Minang bisa memanfaatkan jaringan yang mereka miliki untuk membangun kampung halaman,” katanya lagi.
Di kesempatan yang sama, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Sumbar, Maswar Dedi, mengatakan, dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020, aturan tentang penanaman modal di suatu daerah akan lebih mudah.
“Investasi di Sumbar lewat Peraturan Pemerintah (PP) yang tengah digodok Kemendagri sebagai turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 akan membuat pendaftaran dan izin investasi diurus satu pintu lewat Dinas PMPTSP. Selama ini namanya saja yang satu pintu,tapi masih banyak jendela. Urusan investasi dengan semua aturannya masih berbelit-belit,” kata Dedi.
Satu hal yang selama ini dianggap sebagai penghalang investasi di Sumbar adalah tanah ulayat. Oleh karena itu Dinas PMPTSP Sumbar dalam tiga tahun terakhir telah menginventarisasi tanah ulayat yang memiliki potensi sebagai tempat penanaman modal dan investasi di Sumbar.
“Tanah ulayat itu sebenarnya bukan halangan. Kuncinya adalah keterbukaan dari investor dan masyarakat untuk berunding. Masyarakat harus diberi pemahaman. Sosialisasi bertahap kepada masyarakat nagari sangat penting. Masyarakat sebenarnya membuka diri untuk investasi, tapi selama ini tidak diajak bicara oleh investor,” katanya lagi.
Gagasan Calon Wagub
Diskusi ini turut menghadirkan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, Chairman Supreme Energy Supramu Santoso, Anggota DPD RI Alirman Sori, CEO Wardah Cosmetics Salman Subakat, Direktur NDC Unand Dr. Erigas Eka Putra, serta empat calon wakil gubernur (Cawagub) Sumbar. Sayangnya, Cawagub Sumbar Nomor Urut 1 Ali Mukhni berhalangan hadir.
Dalam pandangannya, Cawagub Sumbar Nomor Urut 2, Indra Catri (IC), mengatakan, ke depen Sumbar harus fokus menggarap 6 klaster potensi investasi. Sebab, ia meyakini investasi sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan perekonomian Sumbar ke depan.
“Pertama di bidang pangan. Kita harus mengubah orientasi dari pemenuhan kebutuhan pangan domestik saja ke berpikir bagaimana produksi bisa mendapatkan pasar lebih luas. Kedua, industri pariwisata. Sampai hari ini, baru Mandeh yang sangat menjanjikan untuk promosi global,” kata Indra Catri.
Kemudian, kata IC lagi, pengembangan investasi di bidang teknologi dan informasi atau digitalisasi. Lalu keempat, bidang jasa ekspedisi juga perlu diperhatikan dan diintegrasikan dengan bidang usaha lain seperti pertanian dan lain-lain.
“Terakhir, kami fokus pada investasi di bidang kesehatan. Seperti produksi alat kesehatan, pembuatan masker dan alat pelindung diri (APD) dan bagaimana merancang rumah sakit dan klinik yang sesuai dengan kondisi kekinian,” katanya menutup.
Sementara itu, Cawagub Nomor Urut 3, Genius Umar, mengatakan, bidang pariwisata masih menjadi tulang punggung perekonomian Sumbar. Oleh sebab itu, daerah di luar ibu kota provinsi yang selama ini menjadi tempat wisata, membutuhkan perhatian lebih.
“Seperti di Tanah Datar Datar dan Pariaman. Di Tanah Datar itu dengan keindahan alam dan budaya masyarakat setempat, adalah potensi yang menjanjikan. Namun itu semua terkendala dengan infrastruktur jalan yang masih bermasalah. Maka pembangunan infrastruktur yang merata juga dibutuhkan,” kata Genius.
Oleh sebab itu kata Genius, jika infrastruktur jalan yang menjadi penghubung antar kabupaten dan kota di Sumbar sudah memadai, maka pengembangan wisata di nagari-nagari akan dapat lebih mudah dalam menarik investor.
“Sebab Sumbar memiliki keindahan alam luar biasa. Saya meyakini dengan perbaikan infrastruktur dan kemudahan regulasi, akan dapat menggaet investor untuk menanamkan modal,” kata Genius menutup.
Ada pun Cawagub Sumbar Nomor Urut 4, Audy Joinaldy, menilai, selain pariwisata, Sumbar amat bergantung kepada sektor pertanian. Oleh karena itu, ke depan pengelolaan pertanian Sumbar akan dilakukan dengan sistem digital dari hulu ke hilir.
“Pandemi ini mengakibatkan perkembangan dunia digital semakin cepat. Bahkan beberapa pihak memprediksi dalam empat tahun ke depan seluruh kegiatan akan digitalisasi. Mulai dari birokrasi, pendidikan, dan dunia usaha. Maka dari sekarang kita harus mulai beradaptasi dengan keadaan,” kata Audy.
Meski Sumbar bukan daerah industri, kata Audy, Sumbar beruntung sebab akan lebih mudah membangkitkan perekonomian dibandingkan dengan daerah lain yang bergantung kepada industri besar.
“Provinsi yang mengandalkan industri besar akan sulit bangkit pasca Covid-19. Sumbar berbeda, karena di sini kita lebih banyak UMKM. Usaha kecil seperti lebih mudah bangkit. Ke depan, kami akan maksimalkan sektor pertanian, perkebunan, perternakan, UMKM, dan pariwisata.” sebut Audy. (*)
Riga/hantaran.co