PADANG, HALUAN—Sebagaimana berlangsung di berbagai kota di Indonesia, ratusan mahasiswa dan buruh di Sumbar ikut menggelar aksi untuk kesembilan kalinya di depan Gedung DPRD Sumbar, Senin (2/11/2020). Mahasiswa menutut kalangan dewan untuk setia bersama rakyat dalam menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Aksi unjuk rasa mulai berlangsung sekitar pukul 14.00 WIB. Ratusan peserta aksi terdiri dari mahasiswa dari beragam universitas yang tergabung dalam Aliansi BEM Sumbar, serta ratusan buruh/pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumbar.
Dalam orasinya, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, David Naskar menuntut agar Anggota DPRD Sumbar tidak “meninggalkan” rakyat yang tengah berjuang dalam aksi bersama menolak Omnibus Law UU Ciptaker. Peserta aksi berharap, agar para wakil rakyat betul-betul mendampingi rakyat dan tidak membangun jarak dalam perjuangan.
“Di daerah lain, anggota dewan bahkan gubernurnya selalu bersama dengan rakyatnya dalam menyampaikan aspirasi terkait Omnibus Law. Kami berharap di Sumbar juga seperti itu. Anggota dewan kami minta untuk mendampingi jika memang ingin disebut ikut memperjuangkan hak rakyat,” kata David.
David Naskar menekankan, bahwa mahasiswa dan buruh akan terus menyuarakan agar UU Ciptaker yang telah disahkan agar dibatalkan, dan diganti oleh Presiden Joko Widodo dengan mengeluarkan Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu). Meski pun, sebelumnya Presiden mempersilakan para pihak untuk menempuh jalur uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Mungkin dengan cara berunjuk rasa terus menerus, kami berharap Perppu itu segera dikeluarkan. Karena sudah jelas, disahkannya UU Ciptaker mendapat penolakan dari banyak kalangan,” kata David lagi.
Menanggapi tuntutan peserta aksi, Ketua DPRD Sumbar Supardi kembali menegaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan surat langsung kepada Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali pengesahan UU Ciptaker. Namun hingga kini, pihaknya belum menerima balasan atas permintaan tersebut.
Meski pun begitu, Supardi menegaskan bahwa DPRD Sumbar tetap akan melakukan kajian-kajian terhadap UU Ciptaker tersebut. “Ada pun follow up terkait surat yang kami layangkan, kami belum bisa memastikan bagaimana kelanjutannya,” katanya lagi.
Aksi ke MK
Sementara itu di Jakarta, ribuan buruh kembali menggelar aksi penolakan terhadap UU Ciptaker. Kali ini, peserta aksi menggelar unjuk rasa (unras) di depan Kantor MK RI. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nenawea, mengatakan, kalangan buruh memohon agar majelis hakim MK membatalkan UU Ciptaker.
Selain dalam orasi, permintaan itu juga disampaikan massa aksi melalui surat. Dalam kesempatan aksi itu, utusan buruh juga menemui petinggi MK. Pada intinya, surat pernyataan sikap dari elemen buruh meminta agar hakim MK memutus perkara secara adil, jika nanti buruh menggugat Omnibus Law UU Cipta Kerja.
“Kami memberi pesan kuat ke Mahkamah Konstitusi dan kepada majelis hakim yang mulia, kepada seluruh jajaran MK jangan pernah menistakan perjuangan murni kaum buruh,” ucap Andi di selar aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (2/11), dikutip dari cnnindonesia.com.
Awalnya, KSPI AGN dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hendak mengajukan gugatan uji materil dan uji formil atas UU tersebut. Namun, hingga kini aturan itu belum diundangkan karena Presiden Jokowi belum memberi tanda tangan.
Hal itu membuat buruh hanya bisa memberikan pernyataan sikap secara tertulis. Mereka juga berjanji bakal mengajukan uji materil dan formil Ombibus Law UU Ciptaker secepatnya. “Kami akan penuhi setiap sudut Mahkamah Konstitusi di setiap sidang,” ujar dia.
Selain menggugat ke MK, para buruh juga akan menuntut pengajuan legislative review ke DPR RI. Usul ini akan dibarengi dengan aksi unjuk rasa pada 9-10 November, tepat saat DPR memulai kembali masa sidang.
Pada saat yang sama, Presiden KSPI Said Iqbal menekankan, tuntutan buruh kali ini tak main-main. Jika tuntutan pencabutan Omnibus Law tak dikabulkan, tak kurang dari lima juta buruh akan mogok kerja nasional selama dua minggu.
“Kami pilih senjata pamungkas konstitusi untuk cari keadilan, tapi apabila rasa keadilan dirampas, maka luruskan pandanganmu, teguhkan hatimu, lawan! Lawan! Lawan!” kata Iqbal tegas. (*)
Fardi/hantaran.co