TANAH DATAR, hantaran.co — Badan publik diminta untuk paham dengan hak masyarakat untuk tahu tentang haknya memperoleh informasi. Sehingga badan publik harus terbuka dan transparan kepada masyarakat.
Komisioner KI Sumbar bidang Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI), Arif Yumardi, mengatakan, jika sengketa informasi di suatu daerah tidak ada kemungkinannya hanya dua, yaitu badan publiknya terbuka serta masyarakatnya berpartisipasi aktif. Atau badan publiknya tidak paham keterbukaan informasi dan masyarakatnya juga tidak tahu haknya untuk tahu.
“Kita berharap di Tanah Datar ini tidak ada sengketa informasi karena badan publiknya terbuka dan masyarakatnya berpartisipasi aktif dalam keterbukaan informasi,” ungkapnya dalam Bimtek Penyelesaian Sengketa Informasi di Aula Kantor Bupati Tanah Datar, Senin (23/11/2020).
Bimtek yang diikuti oleh PPID Utama, PPID Pembantu dan PPID Pembantu Nagari tersebut menghadirkan pemateri Komisioner KI Sumbar, Arif Yumardi, Kepala Dinas Kominfo Tanah Datar, Abrar, Ketua FJKIP Sumbar, Gusriyono, serta dimoderatori oleh Tiwi.
Selain menyampaikan persoalan sengketa informasi, dimana, salah satu nagari di Tanah Datar pernah bersengketa di KI Sumbar. Selain itu Arif juga menyorot rendahnya Daftar Informasi Publik (DIP) yang bisa diakses di Tanah Datar. Saat ini, DIP Tanah Datar hanya 980 dokumen.
“Coba bandingkan dengan Pesisir Selatan yang DIP-nya mencapai 30 ribu. Padahal luas wilayahnya hampir sama. Untuk itu dibutuhkan kerja keras PPID Utama dan Pembantu menyediakan DIP ini,” ujarnya.
Sebab, lanjut Arif, salah satu kewajiban badan publik, sesuai UU 14/2008 adalah menyediakan DIP sesuai jenis informasinya, yaitu, berkala, tersedia setiap saat, serta merta, dan dikecualikan.
“Sebenarnya ini tergantung political will kepemimpinan saja. Jadi, tampilkan saja semua dokumen di DIP. Bahkan, notulen rapat juga ditampilkan. Kalau memang informasi dikecualikan, maka akan dilakukan proses uji konsekuensi dulu,” tuturnya.
Sementara itu, Kadis Kominfo Tanah Datar, Abrar, memaparkan kondisi PPID Utama. Saat ini, katanya, DIP Tanah Datar hanya 980 dokumen informasi, terdiri dari, informasi berkala 778 dokumen, informasi setiap saat 158 dokumen, informasi serta merta 44 dokumen, dan informasi yang dikecualikan 0 dokumen.
“Sedangkan di nagari, baru 10 nagari yang menyediakan DIP dari 75 nagari,” ujarnya.
Ketua FJKIP Sumbar, Gusriyono, menyebutkan tentang kolaborasi menciptakan partisipasi masyarakat. Kolaborasi ini menggunakan pola menghubungkan unsur akademisi, tokoh masyarakat dan adat, komunitas, pemerintah, dan media.
“Semua unsur itu saling terhubung, mengembangkan ide dan gagasan, berkolaborasi menciptakan partisipasi masyarakat, dan menjadi nagari informatif,” terangnya.
Prinsip kolaborasi KIP di nagari itu, ungkapnya, dimana nagari dikelola secara transparan, adil dan jujur, melalui keterbukaan informasi publik. Nagari mengedepankan nilai-nilai gotong royong dan kolaborasi, serta membuka akses partisipasi masyarakat untuk terlibat membangun nagarinya.
“Pola ini perlu diterapkan dalam merealisasikan Nagari Percontohan KIP. Ketika Nagari sudah terbuka informasinya dan masyarakat juga berpartisipasi aktif, maka akan memudahkan nagari tersebut untuk dikenal lebih luas, sehingga memberi dampak positif bagi kehidupan masyarakat dan anak nagari. Muaranya adalah kesejahteraan masyarakat nagari,” pungkasnya. (*)
Rilis/hantaran.co