PADANG, hantaran.co -– Pengalihan pembangunan Jalan Tol sesi 1 Padang-Sicincin ke ruas Jalur Tol Trans Sumatra (JTTS) yang lebih siap menunjukan pola komunikasi Pemprov Sumbar kepada masyarakat masih lemah. Selain itu, beralihnya pengerjaan dinilai sebagai buah ketidakseriusan dalam upaya pembebasan lahan
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Andalas (Unand), Aidinil Zetra, kepada Haluan mengatakan, pendekatan yang dilakukan Pemprov Sumbar kepada masyarakat pemilik lahan masih terlalu lemah, dan sosialisasi terkait pembangunan juga tidak sampai ke tingkat bawah. Aidinil menilai, proses komunikasi Pemprov Sumbar selama ini hanya melibatkan sebagian kecil warga pemilik lahan.
“Pendekatan yang dilakukan harus melibatkan semua niniak mamak. Tidak cukup hanya melibatkan wali nagari atau beberapa niniak mamak saja. Ini yang selama ini jadi soal, butuh waktu untuk mengumpulkan seluruh niniak mamak. Jika Pemprov serius, saya rasa ini tidak akan ada masalah,” ujarnya, Senin (8/3/2021).
Aidinil menyebutkan, Pemprov seharusnya sudah mengindetifikasi terlebih dahulu lahan yang akan dilewati tol tersebut. Sebab, dalam aturan adat Minangkabau, terdapat tatanan hukum yang berbeda tentang kepemilikan lahan dibanding daerah luar Sumbar. Oleh karena itu, katanya, diperlukan strategi pendekatan khusus.
Aidinil menjelaskan, terdapat empat jenis lahan di Minangkabau yaitu, tanah ulayat nagari, ulayat suku, ulayat kaum, dan ulayat rajo. Dengan kompleksnya jenis lahan itu, Pemprov Sumbar perlu membentuk tim khusus yang fokus melakukan pendekatan dan membangun komunikasi dengan pemilik lahan. Menurutnya, dengan pendekatan antropologis, upaya pembebasan lahan akan lebih mudah.
“Selama ini, kelemahannya saya lihat ada di situ. Semuanya harus dilibatkan. Maka perlu dibentuk tim yang fokus menyelesaikan itu,” katanya.
Kerugian untuk Sumbar
Hal yang sama juga disampaikan Guru Besar Ekonomi Unand, Prof Elfindri. Ia menilai, pengalihan pembangunan adalah bukti ketidakseriusan Pemprov Sumbar dalam mengatasi masalah pembebasan lahan. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa proses komunikasi pemprov belum maksimal.
“Di masa kepemimpinan Irwan Prayitno dulu, kita sangat cepat mengiyakan rencana pembangunan tol itu. Namun kesiapan itu tidak disertai dengan keseriusan untuk memetakan persoalan pembebasan lahan. Memang letak masalahnya itu di komunikasi, ya,” katanya.
Menurut Elfindri, sebagai dampak dari penundaan pengerjaan jalan tol ini, maka Sumbar akan kehilangan kesempatan memulihkan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan permintaan bahan-bahan untuk pembangunan jalan akan berkurang karena pengalihan tersebut.
“Jangan sampai penundaan ini menjadi cap bagi Sumbar sebagai daerah yang keras kepala dan anti pembangunan. Ini jadi PR khusus untuk kepemimpinan Mahyeldi-Audy,”ujarnya lagi.
Terpisah, Gubernur Sumbar Mahyeldi menyatakan bahwa pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru tetap dijalankan. Bahkan kata dia, Pemprov sudah mendapatkan dukungan dari Polda dan Kejaksaan Tinggi Sumbar. Mahyeldi menyatakan, jika pembebasan lahan selesai pada pertengahan tahun ini, maka proses pembangunan akan selesai pada akhir tahun 2022.
“Dalam rapat kordinasi dengan pihak terkait Sabtu lalu, kami telah instruksikan untuk mempercepat penyelesaian kendala pembangunan tol sesi Padang-Sicincin,” ucapnya tegas. (*)
Riga/hantaran.co
Komentar