Terdakwa Penilap Infak Masjid Raya Sumbar Sebut Uang Dipakai untuk Kebutuhan Harian, Hakim : Jangan Berdusta!

Sidang

Suasana sidang lanjutan dugaan penilapan dana infak Masjid Raya Sumbar, yang menjerat oknum ASN Yelnazi Rinto tengah, berlangsung di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Padang, Jumat (15/1/2021). WINDA

PADANG, hantaran.coTerdakwa kasus dugaan penyelewengan dana infak Masjid Raya Sumbar dan sejumlah anggaran Biro Bina Mental dan Kesra Setdaprov Sumbar, Yelnazi Rinto, diperiksa dalam sidang lanjutan, Jumat (15/1/2021). Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Padang, terdakwa menjelaskan peruntukan uang yang diselewengkan.

Menurut pengakuan terdakwa di hadapan majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut, uang yang menurut catatan Inspektorat Sumbar mencapai Rp1,7 miliar lebih itu digunakan untuk keperluan pribadi. Terutama sekali untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Uang itu saya gunakan untuk keperluan pribadi saya, Pak Hakim. Tidak ada uang itu saya gunakan untuk membeli mobil atau pun membeli rumah,” ucapnya dalam persidangan.

Jawaban itu sempat membuat majelis hakim geram, dan meminta terdakwa lebih jujur dalam memberikan keterangan. “Jujur saja saudara. Jangan berdusta. Katakan saja. Saudara kemanakan uang-uang itu. Ingat, yang menolong terdakwa ya diri terdakwa sendiri,” kata Hakim Ketua, Yose Ana Roslinda, didampingi hakim anggota, M. Takdir dan Zaleka. 

Di samping menjelaskan peruntukan uang yang diselewengkan secara bertahap itu, terdakwa yang menjabat bendahara Masjid Raya Sumbar sejak 2010 itu pun menjelaskan modus operandi penyelewengan dana infak masjid tersebut. “Agar tidak ketahuan, uang itu saya terangkan untuk keperluan kegiatan,” kata terdakwa lagi.

Modus yang dilakukan, kata terdakwa, ialah membagi-bagi yang hasil infak jemaah Masjid Raya Sumbar dalam pencahan kecil dan besar, yang totalnya dihitung sendiri oleh terdakwa. “Uang yang nilainya kecil disetorkan ke Bank Nagari. Sedangkan yang nilainya besar tidak disetorkan, seperti pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu,” katanya merincikan.

Dalam persidangan tersebut, Basril G dkk selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) yang menuntut kasus tersebut, sempat memperlihatkan sejumlah barang bukti kepada majelis hakim, dan disaksikan langsung oleh terdakwa.

Terdakwa yang didampingi Riefdiana Nadra dkk selaku tim Penasihat Hukum (PH) tampak tenang dan tak membantah bukti-bukti yang diperlihatkan. Sidang itu pun kemudian ditunda sepekan ke depan dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

Perjalanan Kasus

Sebelumnya dalam dakwaan dijelaskan, terdakwa Yelnazi Rinto disebut pernah menjabat bendahara pengeluaran pembantu Biro Bina Mental dan Kesra Sumbar 2010-2019, Bendahara Masjid Raya Sumbar 2017, Bendahara UPZ Tuah Sakato, serta pemegang kas PBHI 2013-2017.

Dalam perjalanan karir mengemban sejumlah jabatan itu, terdakwa diduga melakukan beberapa perbuatan yang dengan sedemikian rupa harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut dan melawan hukum, serta menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,754 miliar.

Perbuatan terdakwa dinilai telah melanggar pasal tindak pidana korupsi (tipikor) sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang RI (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan dirincikan, penyelewengan dana UPZ Tuah Sakato dilakukan dengan pemindahbukuan uang zakat senilai Rp375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar dengan cara memalsukan tanda tangan Wakil Ketua UPZ. Kemudian, terdakwa menariknya menggunakan slip penarikan dan memalsukan tanda tangan Kepala Biro Bintal dan Kesra Setdaprov Sumbar.

Selanjutnya, terdakwa mengaktifkan rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar dengan aplikasi Nagari Cash Management (NCM) yang menggunakan ID Single User. Sehingga, transaksi pemindahanbukuan bisa dilakukan dengan penggunaan NCM serta nomor HP terdakwa.

Kemudian, terdakwa mentransfer uang persedian dari rekening bendahara pengeluaran pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Sumbar itu ke beberapa nomor rekening dengan nilai total Rp718.370.000. Seolah-olah, tengah melakukan pembayaran bebeapa kegiatan di Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi. Selanjutnya, uang yang ditransfer itu kembali dipindahkan ke beberapa rekening atas nama orang lain, termasuk nama terdakwa sendiri.

Terkait pengelolaan uang infak Masjid Raya Sumbar, tulis jaksa, disebutkan bahwa setiap waktu selesai pelaksanaan Salat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya, seluruh infak dan sedekah dikumpulkan oleh saksi Efilman yang kemudian diantar ke ruang terdakwa tanpa dihitung.

Terdakwa kemudian menyetorkan uang infak pecahan Rp20.000 ke rekening masjid, sedangkan pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 disimpan dalam brankas terdakwa untuk keperluan membayar honor imam, muazin, garin, dan lain sebagainya. Lalu, terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah. Namun ternyata, jaksa menilai uang infak itu dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri.

Tak cukup sampai di situ, jaksa menyebut terdakwa juga menilap kas sisa PHBI Sumbar, kas penyelenggaraan Salat Idul Fitri dan Idul Adha, serta dana anak yatim yang berjumlah total Rp98.207.759. Jaksa menilai, semua uang itu habis digunakan untuk keperluan pribadi.

Jaksa menyebutkan kasus itu kemudian terungkap, setelah aparat menerima laporan Penghitungan dari Inspektorat Sumbar yang menyebutkan timbulnya kerugian keuangan negara atas aksi terdakwa senilai total Rp 1.754.979.804. Sementara dana UPZ Tuah Sakato 2018 sebesar Rp375 juta telah dikembalikan oleh terdakwa. (*)

Winda/hantaran.co

Exit mobile version