Sidang Korupsi Masjid Raya Sumbar, Terdakwa Kumpulkan Sendiri uang Infak

korupsi masjid raya sumbar

Terdakwa Yelnazi Rinto tengah menjalani sidang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pada Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Jumat (15/1). WINDA

PADANG, Hantaran.co— Sidang korupsi Masjid Raya Sumatra Barat (Sumbar) terkait uang infak, dana sisa Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), dana Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan APBD Biro Bina Mental dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, tahun anggaran 2019, kembali bergulir.

Sidang ini menjerat terdakwa Yelnazi Rinto, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, Jumat (15/1).

Dalam sidang tersebut, terdakwa Yelnazi Rinto, diperiksa sebagai terdakwa. Menurut pengakuan terdakwa, uang- uang tersebut memang diambil untuk keperluan pribadinya.

“Agar tidak ketahuan, uang tersebut selalu ditutupi oleh uang dari kegiatan lain,” kata terdakwa.

Terdakwa Yenalzi Rinto, yang menjadi PNS sejak tahun 2008 menuturkan, uang infak Masjid Raya Sumbar, mulai dari pecahan kecil-kecil sampai yang besar itu dikumpulkan dan dihitung sendiri oleh terdakwa.

“Kalau uang infak itu dikumpulkan menurut besarannya, yang nilainya kecil itu disetorkan ke Bank Nagari, sedangkan yang nilainya besar itu tidak disetorkan, seperti Rp50 ribu sampai 100 ribu,” sebutnya lagi.

Selain itu, terdakwa yang menjadi bendahara sejak tahun 2010 ini mengaku, uang yang diambilnya dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

“Uang itu saya gunakan untuk keperluan pribadi saya pak hakim. Tidak ada saya gunakan untuk membeli mobil ataupun membeli rumah,” akunya.

Keterangan terdakwa terdebut membuat geram majelis hakim.

“Sudahlah jujur saja saudara, janganlah berdusta, katakan saja. Saudara kemanakan uang-uang itu. Ingat ya, yang menolong saudara itu, ya diri terdakwa sendiri bukan orang lain,” tegas majelis hakim, yang diketuai oleh Yose Ana Roslinda didampingi M.Takdir dan Zaleka.

Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), memperlihatkan barang bukti kepada terdakwa.

“Ini buktinya benar saudara,” ujar JPU Basril G.

Terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Riefdiana Nadra bersama tim, tampak tenang saat melihat barang bukti.

Dalam persidangan tersebut, tampak istri dan anak terdakwa datang.

Dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa, terdakwa Yelnazi Rinto selaku bendahara pengeluaran pembantu pada biro bina sosial Sumatra Barat (Sumbar), priode 2010 hingga 2019. Bendahara masjid Raya Sumbar priode 2017. Bendahara Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan pemegang kas Panitia Hari Besar Islam (PBHI) tahun 2013-2017.

Dimana terdakwa memindahkan buku uang zakat yang ada direkening UPZ Tuah Sakato sebesar Rp375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar pada Bank Nagari Kantor Gubernur Sumbar, dengan cara memalsukan tanda tangan wakil ketua UPZ. Setelah uang tersebut masuk ke rekening, terdakwa langsung menariknya dengan menggunakan slip penarikan. Tak hanya itu, terdakwa juga memalsukan tanda tangan kepala Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar.

Selanjutnya pada tanggal 1 Mei 2018, rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar , menggunakan aplikasi Nagari Chas Management (NCM) dengan jenis ID Single User. Artinya menjalankan transaksi pemindahan buku cukup satu kali penggunaan NCM, disertai nomor handphone terdakwa.

Kemudian terdakwa mentransfer sendiri dari uang persedian dari rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, ke beberapa nomor rekening. Seolah-olah untuk membayar kegiatan Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi, sehingga total keseluruhan sebesar Rp718.370.000.

Selanjutnya uang yang ditransfer, dipindahkan ke beberapa nama orang lain, termasuk ke terdakwa sendiri. Akan tetapi uang dengan jumlahnya besar itu, digunakan untuk membayar hutang pribadinya, bukan untuk membayar uang kegiatan.

Lebih lanjut dijelaskan dalam dakwaan, setiap selesai melaksanakan salat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya Sumbar, semua infak dan sedekah yang diterima masjid dikumpulkan oleh saksi Efilman dan diantarkan ke ruang terdakwa tanpa penghitungan. Selanjutnya uang tersebut dikumpul menurut pecahannya.

Kemudian terdakwa menyetorkan uang infak pecahan Rp20.000 ke rekening masjid, sedangkan uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, disimpan dalam brangkas terdakwa, untuk membayar imam, muazin, honor garin, dan lain sebagainya. Lalu terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah. Namun uang infak tersebut malah dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri, sehingganya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tak hanya itu, uang pemegang kas sisa dana (PHBI) Provinsi Sumbar dan penyelenggaraan salat idul fitri dan adha dan anak yatim yang berjumlah Rp98.207.759. Habis dipergunakan untuk keperluan terdakwa sendiri.

Terungkapnya kasus tersebut, setelah ada temuan darin laporan Penghitungan inspektorat Provinsi Sumbar tentang kerugian keuangan negara. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 2 ayat 1 jo pasal 18. Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999, tentang tindak pidana korupsi. Sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas undang RI nomor 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

(Winda/Hantaran.co)

Exit mobile version