Perkara Sama Tuntutannya Berbeda, Ini Penjelasan Kejagung RI

Sidang

Sidang. Ilustrasi

PADANG, hantaran.co — Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam melakukan penuntutan terhadap suatu perkara harus cermat dan menciptakan rasa keadilan, karena banyak perkara sama tapi tuntutannya berbeda-beda.

Demikian dikatakan Direktur Narkoba dan Zat Adiktif Lainnya (ZAL) , Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Darmawel Azwar, saat kegiatan supervisi di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat, Jumat (18/12/2020).

“Hal ini sering membuat masyarakat bertanya. Tak hanya, itu JPU ketika melakukan penuntutan terhadap terdakwa, selalu pasal yang digunakan sama dengan polisi, sehingga ini perlu evaluasi,” katanya lagi.

Ia menjelaskan, Kejagung RI memiliki program unggulan yakni menyamakan persepsi dalam penerapan hukum baik ditingkat pusat maupun daerah. Salah satu program unggulan tersebut adalah Restorasi Justice (RJ), untuk menciptakan keadilan guna membuat masyarakat lebih tenang. 

Selain itu, Darmawel menuturkan, supervisi ini juga bertujuan, untuk melihat kasus yang dapat diselesaikan dengan damai mengapa harus dilanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi lagi dan itu akan membuat biaya negara akan lebih besar digunakan dalam penyelesaian perkara.

Dilanjutkannya, tindakan ini dinilai dapat menguntungkan pihak-pihak seperti dari pihak korban maupun pihak pelaku.

”Jika bisa diselesaikan pada tingkat bawah kenapa harus dilanjutkan dengan menggunakan biaya negara yang lebih besar lagi. Inikan tujuannya baik kepada pelaku maupun korban,” tegasnya. 

Menurutnya, ini merupakan peraturan Jaksa Agung (JA) RI Nomor 15 Tahun 2020, tentang keadilan restoratif (restoratif justice). Ini dilakukan semata- semata, untuk kepentingan masyarakat.

“Dengan adanya peraturan jaksa agung nomor 15 Tahun 2020, jangan ada lagi anggapan bahwa hukum hanya tajam ke bawah bukan keatas,” kata Darmawel yang didampingi Kasi Penkum Kejati Sumbar, Yunelda.

Dilanjutkannya, adapun pedoman 03 dalam penanganan perkara pidana umum (pidum). Dalam pedoman 03 ini mencakup beberapa poin penting mulai dari penuntutan, apa yang perlu dilakukan jaksa dalam penanganan perkara pidum dan beberapa poin penting lainnya.

Darmawel menegaskan bahwa yang terpenting dari pedoman 03 ini adalah dikembalikan kepada jaksa yang menangani kasus pidum dengan menggunakan hati nurani.

Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Barat (Sulbar), menerangkan penerapan keadilan restoratif juga tidak serta merta dapat diterapkan tetapi ada-syarat-syarat yang menjadi rujukan.

Selain itu yang menjadi konsen perhatian adalah sejauh mana penerapan rehabilitasi untuk tindak pidana narkoba, sistem manajemen penanganan perkara atau Case Manajemen Sistem.

”Bagian dari supervisi ini kita juga ingin mengetahui sejauh mana penerapan Manajemen Sistim penanganan perkara atau CMS. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam penanganan perkara tersebut, apakah administrasi perkara sudah diisi? Dan beberapa masalah yang dihadapi dalam penanganan perkara,” terangnya.

Ia menuturkan, regulasi baru yang akan diterapkan di Kejagung dan Kejati di seluruh Indonesia yakni penuntutan secara digital.

”Satu lagi yang juga merupakan regulasi baru di Kejagung dan Kejati di Seluruh Indonesia yakni sistim penuturan secar Elektronik yang kita sebut E-Rentut, ini memang perlu disosialisasikan karena untuk penerapannya tidak mudah,” tandasnya.

Dalam kegiatan tesebut, Darmawel Azwar, didampingi Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sumbar, Yusron. Kegiatan diikuti seluruh Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan se- Sumbar. (*)

Winda/hantaran.co

Exit mobile version