Penilap Infak Masjid Raya Sumbar Dituntut Segini

Sidang

sidang lanjutan pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor PN Padang, Senin (25/1). Jaksa menilai, terdakwa terbukti menyelewengkan dana infak Masjid Raya Sumbar dan sejumlah anggaran lain dalam statusnya sebagai bendahara dan Aparatur Sipili Negara (ASN). WINDA

PADANG, hantaran.coTerdakwa penilap dana infak Masjid Raya Sumbar dan sejumlah anggaran lain pada Biro Bina Mental dan Kesra Setdaprov Sumbar Yelnazi Rinto, dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumbar. Selain itu, terdakwa dituntut membayar denda Rp350 juta dan membayar uang pengganti Rp1,75 miliar.

Tuntutan itu disampaikan Pitria dkk selaku JPU, dalam sidang lanjutan pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor PN Padang, Senin (25/1/2021). Jaksa menilai, terdakwa terbukti menyelewengkan dana infak Masjid Raya Sumbar dan sejumlah anggaran lain dalam statusnya sebagai bendahara dan Aparatur Sipili Negara (ASN).

Tidak hanya dana infak, terdakwa juga berhasil menilap dana sisa Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), dana Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan APBD Biro Bina Mental dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, tahun anggaran 2019.

“Meminta agar majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun, denda Rp350 juta dan subsider enam bulan penjara, serta mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp1.754.979.804, subsider empat tahun penjara,” kata Pitria.

Jaksa menilai, terdakwa secara sah telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa memiliki peran yang signifikan dalam terjadinya tindak pidana korupsi yang dilaksanakan sendiri, dan terdakwa tidak mengembalikan kerugian keuangan negara,” kata Pitria dalam amar tuntutan.

Menanggapi tuntutan tersebut, terdakwa yang didampingi tim Penasihat Hukum (PH) yang terdiri dari Riefdiana Nadra, Devie Diany, dkk, meminta waktu kepada majelis hakim untuk menyusun dan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada persidangan berikutnya. “Kami minta waktu untuk mengajukan pledoi, majelis,” sebut Riefdiana.

Majelis hakim yang diketuai oleh Yose Ana Roslinda, serta didampingi M. Takdir dan Zaleka selaku hakim anggota pun mengabulkan permintaan tersebut, dan menunda sidang hingga 29 Januari mendatang dengan agenda mendengarkan pembelaan dari terdakwa.

Untuk Keperluan Pribadi

Dalam sidang agenda pemeriksaan terdakwa pada Jumat 15 Januari lalu, terdakwa mengakui bahwa uang yang menurut catatan Inspektorat Sumbar mencapai Rp1,7 miliar lebih itu digunakan untuk keperluan pribadi. Terutama sekali untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Uang itu saya gunakan untuk keperluan pribadi saya, Pak Hakim. Tidak ada uang itu saya gunakan untuk membeli mobil atau pun membeli rumah,” ucapnya dalam persidangan.

Di samping menjelaskan peruntukan uang yang diselewengkan secara bertahap itu, terdakwa yang menjabat bendahara Masjid Raya Sumbar sejak 2010 itu pun menjelaskan modus operandi penyelewengan dana infak masjid tersebut. “Agar tidak ketahuan, uang itu saya terangkan untuk keperluan kegiatan,” kata terdakwa lagi.

Sebelumnya dalam dakwaan dijelaskan, terdakwa disebut pernah menjabat bendahara pengeluaran pembantu Biro Bina Mental dan Kesra Sumbar 2010-2019, Bendahara Masjid Raya Sumbar 2017, Bendahara UPZ Tuah Sakato, serta pemegang kas PBHI 2013-2017.

Dalam perjalanan karir mengemban sejumlah jabatan itu, terdakwa diduga melakukan beberapa perbuatan yang dengan sedemikian rupa harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut dan melawan hukum, serta menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,754 miliar.

Dalam dakwaan dirincikan, penyelewengan dana UPZ Tuah Sakato dilakukan dengan pemindahbukuan uang zakat senilai Rp375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar dengan cara memalsukan tanda tangan Wakil Ketua UPZ. Kemudian, terdakwa menariknya dengan slip penarikan dan memalsukan tanda tangan Kepala Biro Bintal dan Kesra Setdaprov Sumbar.

Terkait pengelolaan uang infak Masjid Raya Sumbar, tulis jaksa dalam dakwaan, disebutkan bahwa setiap selesai Salat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya Sumbar, seluruh infak dan sedekah dikumpulkan oleh saksi Efilman, yang kemudian diantar ke ruang terdakwa tanpa dihitung.

Terdakwa kemudian menyetorkan uang pecahan Rp20.000 ke rekening masjid, sedangkan pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 disimpan dalam brankas untuk keperluan membayar honor imam, muazin, garin, dan lain sebagainya. Lalu, terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah. Namun ternyata, jaksa menilai uang itu digunakan untuk kepentingan terdakwa.

Tak cukup sampai di situ, jaksa menyebut terdakwa juga menilap kas sisa PHBI Sumbar, kas penyelenggaraan Salat Idul Fitri dan Idul Adha, serta dana anak yatim dengan jumlah total Rp98.207.759. Jaksa menilai, semua uang itu habis digunakan untuk keperluan pribadi.

Kasus itu kemudian terungkap setelah aparat menerima laporan penghitungan dari Inspektorat Sumbar menyebutkan, timbulnya kerugian keuangan negara atas aksi terdakwa senilai total Rp 1.754.979.804. Sementara dana UPZ Tuah Sakato 2018 sebesar Rp375 juta, telah dikembalikan. (*)

Winda/hantaran.co

Exit mobile version