Pelecehan Seksual pada Anak Banyak Belum Terungkap

Pelecehan

FR (tengah) seorang oknum ASN yang diringkus personel Polres Agam atas dugaan melakukan pelecehan pada seorang anak di bawah umur, Rabu (8/9) lalu. Aktivis menilai kasus serupa banyak yang belum terungkap ke publik. IST/HUMAS POLRES AGAM

PADANG, hantaran.co — Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Agam pekan lalu bagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan. Aktivis menilai kasus serupa banyak yang tidak terungkap, sehingga pemerintah harus terus mendorong upaya ketahanan keluarga dalam memberikan perlindungan pada anak.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumbar, Besri Rahmad memandang, kasus pelecehan seksual terhadap anak sebagai tindakan yang sangat miris dan tidak bisa diterima secara moral. Sebab, anak dalam usia pertumbuhan mestinya mendapatkan perhatian dan hak diasuh dengan baik dari keluarga dan lingkungan.

“Sangat miris orang dewasa melakukan tindak kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak yang seharusnya dilindungi. Apalagi kasus di Agam, pelakunya seorang pendidik yang seharusnya mengajarkan anak-anak nilai kebaikan. Ini sangat disayangkan terjadi, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang sepatutnya dilindungan,” tutur Besri, Minggu (12/9/2021).

Besri mengakui, bahwa potensi kejahatan seksual pada anak selalu ada di mana dan kapan pun. Sehingga, harus menjadi perhatian semua pihak dengan cara meningkatkan kewaspadaan dan bersinergi dalam memberi perlindungan pada anak.

Di samping itu, Besri menambahkan, hal yang juga perlu dipahami adalah status anak sebagai korban pelecehan seksual yang membutuhkan dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan. Menurutnya, anak perlu dibantu untuk pulih dari trauma karena pelecehan seksual yang dialami.

“Anak-anak yang menjadi korban bisa dibantu. Harus dilakukan upaya pengamatan tingkah laku korban secara komprehensif, pemberian pelayanan trauma healing, dan memastikan hak-haknya sebagai anak tetap terpenuhi,” ucapnya.

Besri mengingatkan, saat anak tidak mendapatkan pendampingan pemulihan dengan baik, maka anak sebagai korban juga akan memiliki kecenderungan menjadi pelaku di kemudian hari. Terutama sekali kalangan anak-anak yang menjadi korban perundungan seksual atau pelecehan seksual.

“Penelitian menunjukkan 90 persen korban pencabulan sesama jenis akan menjadi pelaku di kemudian hari jika tidak didampingi dengan baik. Mereka akan tumbuh pula menjadi predator anak, dan akan menimbulkan korban baru lagi,” katanya.

Pemprov Sumbar sendiri sudah mempunyai peraturan daerah (Perda) Perlindungan Perempuan aan Anak Nomor 5 tahun 2013, serta Nomor 17 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga. “Diharapkan ini mampu memberikan perlindungan kepada anak dari bahaya kekerasan seksual dan lainnya,” ucapnya.

Faktor Lingkungan

Sementara itu, Direktur Nurani Perempuan Women’s Crisis Cente (NPWCC) Rahmi Meri Yanti juga mengatakan, bahwa kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak bagai fenomena gunung es. Sebab, ia meyakini masih banyak kasus yang belum terungkap.

“Sangat disayangkan hampir setiap hari terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dan mungkin saja masih banyak kasus lain yang belum diketahui karena belum ada laporan,” kata Meri kepada Haluan, Minggu, (12/9/2021).

Menurut Meri, faktor lingkungan sangat berperan dalam menyebabkan terjadinya aksi kekerasan seksual terhadap anak. Sebab, sebagaian besar pelaku seksual terhadap anak dulunya merupakan korban yang pernah mendapat perlakuan serupa, akan tetapi tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan dan keluarga.

“Kemungkinan seorang anak yang pernah menjadi korban lalu menjadi pelaku di kemudian hari, itu sangat besar. Namun, jika anak itu dalam lingkungannya selalu mendapatkan dukungan, motivasi, maka hal itu akan meringankan bebannya. Negara harus memikirkan perasaan anak sebagai korban,” katanya lagi.

Oleh karena itu, Meri menyebutkan bahwa proses pemulihan harus menjadi prioritas dalam kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak. Seperti mengontrol prilaku anak dengan lingkungan sosial, serta mengamati kondisi psikologis korban.

“Pemulihan harus benar-benar komprehensif. Terkadang, lembaga terkait tidak mendalami dampak yang akan ditimbulkan dari pendampingan yang diberikan, baik kepada korban atau pun pelaku,” ujarnya lagi.

Meri pun mendorong agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan. Sebab, akan menjadi payung hukum untuk melindungi hak korban.

Di samping itu, menurut Meri, pemerintah harus memperhatikan tingkat edukasi masyarakat akan seksualitas, termasuk dengan mengajarkan kepada anak sejak dini. Sebab, ini diyakini akan membantu anak dalam melindungi diri sendiri dari tindakan melenceng terkait seksualitas.

“Agar anak-anak terhindar dari kasus yang serupa, kita sebagai masyarakat harus memberikan edukasi sejak dini kepada anak tentang seksualitas dan dampak yang terjadi jika mereka tidak proteksi diri,” ujarnya menutup.

Sorotan KPAI

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras aksi pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Agam Lubuk Basung yang dilakukan oleh salah satu oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Agam. KPAI mendesak, agar kasus yang telah ditangani Polres Agam itu berujung hukuman maksimal bagi pelaku.

“Kami percaya kepolisian bisa menuntaskannya dan pelaku bisa diberik hukuman maksimal agar ada efek jera. Hukuman maksimal yang diberikan kepada pelaku juga berperan dalam pemulihan trauma atau rehabilitasi bagi korban,” ujar Komisioner KPAI Jasra Putra kepada Haluan, Jumat (10/9/2021).

Sebelumnya, Polres Agam menangkap seorang priba 56 tahun berinisial FR, Rabu (8/9) atas dugaan kasus pelecehan seksual pada anak lelaki di bawah umur. Hasil pemeriksaan sementara diketahui, bahwa FR telah tiga kali melakukan aksi bejat tersebut terhadap korban berinisial LK tersebut.

Kapolres Agam, AKBP Dwi Nur Setiawan, didampingi Kabag Humas AKP Nurdin dan Kasat Reskrim AKP Farel Haris saat konferensi pers pada Jumat (10/9) menyampaikan, bahwa kasus ini terungkap setelah orang tua korban membuat laporan pascamenemukan pesan WhatsApp sesononoh pelaku dengan FR.

“Orang tua koban melihat isi percakapan anaknya dengan tersangka melalui aplikasi WhatsApp. Orang tua korban melihat ada gambar tidak pantas pada percakapan itu. Setelah didesak orang tuanya, korban mengaku pernah dicabuli tersangka,” ujar Dwi di Polres Agam, Lubuk Basung, Jumat (10/9/2021). (*)

Darwina/hantaran.co

Exit mobile version