Selanjutnya, dalam semua undang-undang, peraturan kementerian, peraturan daerah, dan peraturan lainnya ditulis Padang Panjang.
Sebagai nama pemerintahan daerah, Padang Panjang juga ditulis Padang Panjang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi I sampai dengan Edisi V. Dalam Edisi I (1988), Padang Panjang ditulis dalam lembar “Nama Geografi”. Dalam Edisi II (1991), Edisi III (2001), dan Edisi IV (2008) Padang Panjang ada dalam lembar “Nama-Nama Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II di Indonesia”. Sementara itu, dalam Edisi V cetakan ketiga (2018), Padang Panjang tercantum sebagai entri.
Berdasarkan penulisan nama Padang Panjang di koran zaman Hindia Belanda, pada nama instansi pemerintah dan instansi swasta, dalam undang-undang, dan dalam KBBI terlihat jelas bahwa nama kota itu lazim ditulis terpisah (Padang Panjang), bukan digabung (Padangpanjang). Dalam bahasa, kelaziman biasanya menjadi kaidah atau hukum.
Barangkali karena kelaziman itu pula, nama rupabumi, khususnya toponimi (nama tempat), Padang Panjang juga ditulis Padang Panjang. Hal itu dapat dilihat dalam situs Sistem Informasi Nama Rupabumi – Badan Informasi Geospasial (Sinar.big.go.id). Dalam situs instansi pemerintah itu diinformasikan bahwa nama Padang Panjang diambil dari bahasa Minang dengan arti ‘hamparan yang luas dan panjang’.
Lantas, apakah kelaziman itu menjadi acuan bagi media untuk menulis nama Padang Panjang dalam semua konteks? Tidak. Media harus menulis nama Padang Panjang sesuai dengan nama diri tempat nama kota tersebut melekat. Nama diri adalah nama untuk menyebut diri seseorang, benda, tempat tertentu, dan sebagainya (KBBI). Pemerintah Kota Padang Panjang adalah nama diri.
Begitu juga dengan ISI Padangpanjang. Dengan demikian, media harus menulis nama diri sesuai dengan pemilik nama diri tersebut. Dengan alasan nama diri itu pula sah-sah saja ISI Padangpanjang menggabungkan penulisan nama kota tersebut meskipun berbeda dari kelaziman.
Mungkin ada media yang menyeragamkan penulisan Padang Panjang dengan alasan gaya selingkung, misalnya menulis Padang Panjang dalam semua tulisan, termasuk pada nama diri yang mesti ditulis Padangpanjang, yaitu ISI Padangpanjang. Media tidak boleh melakukan itu karena gaya selingkung tidak berlaku dalam menulis nama diri sebab media harus menghormati pemilik nama diri.
Media harus menulis nama diri sebuah instansi sesuai dengan nama yang ditulis pemilik nama diri itu untuk mematuhi prinsip akurasi dalam jurnalistik. Jadi, media yang menulis Pemerintah Kota Padangpanjang atau ISI Padang Panjang tidak menulis nama instansi tersebut sesuai dengan aturan sehingga tidak akurat.
Perlu diingat bahwa nama Pemerintah Kota Padang Panjang ditulis dalam berbagai peraturan, dari undang-undang hingga peraturan daerah, sedangkan nama ISI Padangpanjang tentu tercatat dalam statuta perguruan tinggi tersebut.
Dalam pemberitaan yang tidak berhubungan dengan nama diri instansi, media juga tidak perlu menggabungkan penulisan Padang Panjang karena penulisan nama Padang Panjang sebagai toponimi juga begitu. Contoh berita yang memuat nama Padang Panjang sebagai toponimi: Jemaah haji asal Padang Panjang pulang pada 12 Agustus.
Dalam berita itu, Padang Panjang jelas bukan nama instansi. Dalam hal ini sebenarnya media dapat menggunakan haknya untuk memakai gaya selingkung jika nama toponimi Padang Panjang ditulis Padangpanjang. Namun, nama toponimi kota itu pun ditulis Padang Panjang. Jadi, tidak ada alasan lagi bagi media untuk menulis Padangpanjang dalam konteks toponimi.
Komentar