Meski Tak Masuk Daftar Destinasi Super Prioritas, Pariwisata Sumbar Wajib Berbenah

Pariwisata

BUTUH SENTUHAN—Potret Nagari Pariangan di Kabupaten Tanah Datar, Sabtu (23/1). Nagari itu menjadi salah satu desa terindah tahun 2012 versi situs wisata internasional Budgettravel.com. Sayangnya, apresiasi itu belum mampu meningkatkan kunjungan wisatawan ke kawasan tersebut. IST/ADIPRIMA

PADANG, hantaran.co — Pemprov Sumbar menilai tak perlu berkecil hati karena tak satu pun destinasi wisata di Sumbar yang tertera dalam daftar destinasi super prioritas (DSP) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Di sisi lain, praktisi dan pengamat pariwisata menilai fakta itu mesti jadi lecutan bagi Sumbar untuk berbenah.

Sebagaimana diketahui, Menteri Parekraf, Sandiaga S. Uno, saat ini tengah menginjak gas dalam mempromosikan lima DSP tersebut. Antara lain, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur. Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Danau Toba di Sumatra Utara, Likupang di Sulawesi Utara, dan Kompleks Candi Borobudur di Jawa Tengah.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Sumbar, Novrial, menyebutkan, kendati tak satupun destinasi wisata di Sumbar yang masuk dalam daftar DSP, tak lantas menjadi persoalan besar, sehingga dapat dipastikan tak akan mengganggu pengembangan sektor pariwisata di Sumbar.

“Kemenparekraf tentu punya kriteria sendiri dalam menetapkan DSP. Apabila Sumbar dinilai tidak memenuhi kriteria, ya tidak jadi masalah. Bagi kami, itu hal yang biasa. Tidak perlu berkecil hati,” katanya kepada Haluan, Selasa (9/2/2021).

Lagi pula, kata Novrial, Sumbar sebelumnya telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan pariwisata (DPP). Sehingga, penetapan DSP mestinya tidak terlalu berpengaruh terhadap usaha pengembangan pariwisata di Ranah Minang. Belum lagi, pariwisata di Sumbar memiliki segmen dan pangsa pasar yang berbeda dari kelima DSP tersebut.

“Hal yang paling penting adalah, bagaimana arah dan strategi yang tepat untuk pengembangan pariwisata di Sumbar, sehingga membuahkan hasil maksimal. Berdasarkan survei Dispar Sumbar bersama sejumlah lembaga survei nasional, diketahui bahwa paling tidak, ada tiga alasan utama wisatawan berkunjung ke Sumbar,” ujarnya lagi.

Ketiganya adalah, kekayaan adat dan budaya Minangkabau, kekhasan dan cita rasa kuliner, serta keindahan alam. “Jadi, kebanyakan wisatawan datang karena tertarik akan budaya ketimbang keindahan alam. Ini berbeda dengan lima DSP, yang kemudian membuat pendekatan kepariwisataan yang dipakai pun jadi berbeda,” ucapnya.

Saat yang menjadi target adalah para wisatawan yang ingin menikmati kekayaan budaya, Novrial menegaskan bahwa hal yang mesti dilakukan Pemda adalah memperbanyak iven-iven dan festival kebudayaan.

“Artinya, orientasi dan target pasar kita berbeda dengan kelima DSP itu. Tinggal bagaimana kita menyusun strategi dan pendekatan yang lebih baik sehingga hasilnya lebih maksimal,” ujarnya lagi.

Kendati demikian, Novrial mengakui bahwa titel DSP memang memiliki keuntungan tersendiri, terlebih lagi dalam pembagian anggaran. Hal ini lantaran, daerah yang ditetapkan sebagai DSP akan menerima kucuran dari seluruh kementerian/lembaga yang terlibat, yang pada gilirannya menjadikan pengembangan pariwisata di daerah tersebut lebih mudah.

“Kalau di Sumbar, karena dana yang masuk dari pusat itu minim, maka kami lebih mengandalkan dana dari sumber-sumber investasi pihak ketiga. Oleh sebab itu, pemerintah daerah juga mau tak mau harus lebih proaktif mencari peluang dana,” katanya lagi.

Potensi Minim Sentuhan

Menyikapi tidak masuknya destinasi di Sumbar dalam daftar DSP, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumbar Ian Hanafiah menilai hal itu layak menjadi momentum untuk berbenah. Sebab, meski Sumbar memiliki potensi wisata alam luar biasa, faktanya pemerintah melalui dinas terkait belum banyak memberikan sentuhan.

“Memang Sumbar punya banyak destinasi potensial. Daerah lain kan juga punya banyak. Tapi potensi di Sumbar ini baru pemberian dari Tuhan, dan masih minim sentuhan. Itu yang membuat Sumbar tidak diperhitungkan. Ini mesti jadi cambuk untuk mengejar ketertinggalan,” kata Ian kepada Haluan, Selasa (9/2/2021).

Selain itu, menilik pada kunjungan wisatawan ke Sumbar, kata Ian, masih sangat jauh di bawah kunjungan ke lima DSP bahkan dibanding kunjungan ke 10 destinasi wisata prioritas sekali pun masih kalah jauh. “Salah satu pemilihan prioritas tentu tolok ukurnya adalah total kunjungan. Namun, ini harus disikapi positif oleh Sumbar agar berbenah,” katanya lagi.

Menurut Ian, Pemprov Sumbar dan jajaran di bawahnya perlu melihat kategori atau kriteria yang digunakan kementerian dalam menetapkan DSP, dan menjadikannya sebagai bahan cerminan untuk melakukan evaluasi dan berbenah.

“Mengejar ketertinggalan itu dengan perbaikan bertahap. Salah satunya bisa dilihat dari penerbangan ke Padang yang baru melayani satu penerbangan internasional ke Kuala Lumpur. Saya yakin, jika program ini berdampak yang bagus dalam pengembangan wisata, tentu akan dilanjutkan. Makanya, Sumbar harus siap dari sekarang agar bisa masuk dalam program prioritas berikutnya,” katanya menutup.

Masih Ada KEK

Sementara itu, akademisi yang juga Pengamat Pariwisata dari Universitas Andalas (Unand), Sari Lenggogeni, menilai, meski Sumbar belum terpilih secara resmi ke dalam program pariwisata prioritas dari pemerintah pusat, tetapi faktanya Sumbar telah mendapatkan dua porsi dalam program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk Kepulauan Mentawai dan Kawasan Mandeh.

“Wisata di Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke, itu bagus semua. Program 10 destinasi prioritas sendiri sudah disusun sejak Arif Yahya jadi Menteri Pariwisata. Sekarang dari 10 dikerucutkan lagi ke dalam lima destinasi super prioritas yang fokus dikembangkan lewat KEK. Meski Sumbar tidak secara resmi masuk, tapi Sumbar dapat bagian dari KEK,” kata Lenggogeni.

Sumbar, katanya lagi, memiliki dua komponen terkuat dari segi potensi kepariwisataan, yaitu kebudayaan dan kuliner. Ia mencontohkan, kedatangan Gordon Ramsey beberapa waktu lalu ke Sumbar adalah hal yang patut disyukuri. Sebab, Sumbar secara langsung mendapatkan promosi gratis untuk dikenal lebih luas di mata dunia.

“Tidak perlu khawatir. Mentawai bisa dikembangakan karena banyak surfer mancanegara yang mengagumi ombak di sana. Selain itu, Tour de Singkarak (TdS) juga masuk dalam program Kemenparekraf. Kita juga masih bisa berharap dapat dana untuk pengembangan wisata dari Dana Alokasi Khusus (DAK),” katanya menutup. (*)

Hamdani/Riga/hantaran.co

Exit mobile version