JAKARTA, hantaran.co — Anggota Komisi VI DPR, Nevi Zuairina, pada kunjungan reses Komisi VI DPR RI dengan mitra kerja Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta BPKN meskipun dengan keterbatasan yang ada harus tetap fokus melindungi konsumen. Saat ini, terutama di masa pandemi, di masyarakat banyak melakukan pengaduan terkait sektor e-commerce seperti phising, refund hotel, tiket pesawat hingga OTP.
Nevi mengatakan, tiga isu fundamental penguatan kelembagaan edukasi dan sosialisasi masif sinkronosasi dan kebijakan perlindungan konsumen mesti dapat terealisasi. Penguatan kelembagaan, edukasi dan sosialisasi, dan sinkronisasi kebijakan perlindungan konsumen yang tersebar di sejumlah sektor dan daerah.
“Isu kebijakan perlindungan konsumen ini mesti benar-benar dapat terealisasi di lapangan sehingga masyarakat dapat merasakan langsung akan perlindungan konsumen ini. Jangan sampai, seluruh instrumen di BPKN terjebak hanya melakukan rutinitas. Adanya pimpinan yang baru saja dilantik, semoga lembaga ini dapat melakukan terobosan inovasi kreasi untuk perlindungan konsumen,” kata Nevi.
Legislator asal Sumatera Barat II ini menjelaskan, BPKN ini merupakan lembaga strategis dalam melayani masyarakat Indonesia. Di bawah Presiden RI langsung tanggung jawabnya, BPKN harus mampu merumuskan dan merekomendasikan kebijakan perlindungan konsumen.
Dalam hal penguatan perlindungan konsumen merata hingga daerah-daerah, BPKN juga harus melakukan harmonisasi dengan LPKSM dan BPSK. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bertanggung jawab untuk meningkatkan literasi konsumen di tingkat daerah.
Namun saat ini, lanjut Politisi PKS ini, tidak semua wilayah mempunyai kedua lembaga ini, yakni LPKSM dan BPSK. Data Bappenas pada 2017 menunjukkan hanya ada 66,7% kabupaten/kota yang memiliki BPSK. Hal ini berakibat pada minimnya akses konsumen untuk mendapatkan informasi dan mendapatkan advokasi terkait keluhannya pada transaksi e-commerce.
“Saat ini sudah sangat banyak aduan dari masyarakat dari selama tahun 2020. lebih dari 1.176 aduan telah ajukan terutama di sektor e-commerce. BPKN harus memiliki strategi kuat untuk mengatasi ini untuk melindungi hak konsumen,” tutur Nevi,
Nevi menyarankan, agar tingkat literasi konsumen dan keberadaan lembaga perlindungan konsumen harus semakin di masifkan sebagai program andalan. Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran yang begitu besar, agar program tersebut mempunyai desain yang efektif dan mengutamakan daerah. Karena saat ini banyak daerah tanpa lembaga perlindungan konsumen dan dengan IKK rendah.
“Fraksi kami di PKS, mendorong BPKN untuk lebih aktif dalam melakukan tugas-tugas perlindungan konsumen. BPKN sebagai badan resmi dari pemerintah yang telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan kucuran dana sekitar Rp10 miliiar per tahun, seharusnya BPKN mampu mengambil peran besar, dengan lebih aktif menangkap persoalan yang terkait dengan perlindungan konsumen di masyarakat. Yang perlu diperhatikan adalah fungsi ini tidak berjalan baik, maka DPR dapat saja meninjau ulang keberadaan BKPN dalam melakukan perlindungan konsumen,” tutup Nevi Zuairina. (*)