RIGA FIRDAUS ASRIL
Covid-19 benar-benar melumpuhkan usaha sebagian warga. Di Kota Padang, beberapa pemilik kos mengaku pasrah, bahkan ada yang sampai menguras tabungan. Betapa tidak, satu per satu anak kos yang biasa menyetor sewa bulanan, memilih pulang kampung; mengepak barang karena belum jelas kapan kuliah tatap muka kembali diberlakukan.
Pantauan Haluan dalam beberapa hari terakhir di beberapa pusat kos-kosan di Kota Padang, memang menampilkan suasana lengang dari kebiasaan. Terlebih, sejak Kota Padang masuk dalam kategori zona merah penularan Covid-19 karena jumlah warga yang tak terpapar terus menanjak setiap hari.
Ridho, salah seorang mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang mengaku angkat barang dari kos karena sistem perkuliahan akan berlangsung dari rumah. Pemuda asal Sijunjung itu pun mengaku telah pulang kampung sejak awal bulan Juni lalu.
“Belum jelas kapan kampus akan kuliah normal lagi. Saya sekarang menumpangkan barang-barang ke kos kawan yang tetap bertahan di Padang. Karena kalau misalnya saya tidak di kosan, tapi barang-barang masih di kos, tentu sewanya tetap harus dibayar,” kata Ridho kepada Haluan, Minggu (20/9/2020) lalu.
Hal senada juga diutarakan Nanda, salah seorang mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) asal Kota Payakumbuh. Nanda mengaku telah memindahkan barang-barang ke rumah saudaranya. Meski pun pemilik kos sudah memberikan keringanan uang sewa berupa potongan Rp100 ribu perbulan, ia tetap memilih “pulang habis” karena belum jelas sampai kapan kampus akan memberlakukan kuliah daring.
“Biasanya di saat normal, sewa kos saya Rp350 ribu per bulan. Namun sejak Mei kemarin, pemilik kos menurunkan harga sewa jadi Rp250 ribu. Bagi saya itu masih terlalu besar, karena saya tidak menghuninya sama sekali. Saya memilih untuk memindahkan barang-barang untuk sementara ke rumah saudara di Lubuk Alung,” kata Nanda kepada Haluan.
Lain dengan Ridho dan Nanda, Rosihan Khalik, yang tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana di Universitas Andalas (Unand), yang mengaku masih bertahan di Kota Padang, dan tidak pulang kampung ke daerah asalnya di Palembang. Alasannya, tengah sibuk bimbingan penulisan tesis.
“Bimbingan tesis masih lanjut. Dosennya masih bisa luang waktu untuk ditemui langsung tatap muka. Asal tetap maskeran. Kalau pulang kampung ke Palembang, sementara saya masih butuh bimbingan dan butuh sering ke pustaka kampus untuk dapat referensi penulisan tesis. Rasanya tidak mungkin pulang. Bertahan sendiri dulu di kosan,” kata Rosihan.
Pengakuan beberapa mahasiswa yang memilih untuk tidak tinggal lagi di rumah kos, ikut diamini oleh Irmaini, salah seorang warga pemilih rumah kos sewa di kawasan Limau Manis dekat kampus Unand. Ia mengaku, dari sepuluh kamar kos yang dimiliki, hanya tersisa satu kamar yang masih dihuni satu orang penyewa saja.
“Ya karena tidak jelas kapan kuliah normal akan dimulai lagi. Mereka (anak kos) memilih untuk pulang kampung. Sejak bulan April lalu hampis seluruh kamar kos saya sudah ditinggal oleh penghuninya. Sekarang sisa satu kamar yang masih terisi,” kara Irmaini kepada Haluan, Selasa (22/9).
Lumrahnya, kata Irmaini, dari 10 kamar kos yang disewakannya, setiap bulan ia memperoleh pemasukan senilai Rp5 juta. Namun, sejak pandemi Covid-19, hanya tersisa satu kamar yang terisi dengan pemasukan Rp500 ribu saja. Ia pun terpaksa menutupi kebutuhan sehari-haru dengan berbagai daya dan upaya yang tersisa.
“Untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan harian, saya dan keluarga sekarang hanya mengandalkan sisa-sisa tabungan. Sebab, suami saya juga hanya karyawan swasta,” kata Irmaini mengeluh.
Selain untuk memenuhi kebutuhan harian, kata Irmaini lagi, sisa tabungan juga harus digunakan untuk membayar tagihan listrik PLN rumah kos miliknya yang mencapai Rp1 juta per bulan. Irmaini mengaku, hampir seluruh pemilik rumah kos di kawasan kampus Unand juga mengalami hal serupa.
“Kami sebenarnya berharap agar pemerintah ikut memperhatikan nasib kami di tengah pandemi ini. Karena, belum jelas kapan kuliah normal akan dimulai. Tapi ya begitu, mengadu pun, saya tidak tahu kemana mau mengadu,” kata Irmaini lagi.
Di samping Irmaini, beberapa pemilik kos mengaku menempuh berbagai cara agar sejumlah penghuni kosnya tetap bertahan di tengah pandemi. Seperti dilakukan Dani Rahman, salah seorang pemilik rumah kos bertingkat di kawasan Sarang Gagak, dekat Kampus UIN Imam Bonjol.
Dani mengaku, telah memberi keringanan pembayaran uang kos kepada penyewa hingga ratusan ribu. Meski memang, tak semua penyewa menerima dan tetap bersikukuh untuk angkat barang dan pulang kampung hingga Covid-19 mereda dan perkuliahan tatap muka kembali diberlakukan.
“Susah sih susah sekali ya. Saya sudah turunkan uang sewa kos Rp100 ribu per kepala. Bagi yang sewa tahunan juga saya turunkan hampir 30 persen uang sewanya. Tapi, ya itu, sejumlah anak kos tetap pindah ke kampung, karena ekonomi memang sedang sulit karena Covid-19 ini. Sementara kampus masih tutup, belum jelas kapan akan dibuka lagi,” ucap Dani. (*)