KAI Sumbar Klaim Angka Kecelakaan di Perlintasan Kereta Api Turun

kecelakaan kereta api

Kondisi mobil yang mengalami kecelakaan di Simpang Kampung Kaliang Kota Pariaman, Senin (23/11) sekitar 12.15 WIB.

PADANG, Hantaran.co – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional (Divre) II Sumatera Barat (Sumbar) mencatat pada tahun 2019 terjadi 24 kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api. Menjelang akhir Desember 2020 turun menjadi 21 kecelakaan.

Hal itu disampaikan Humas PT KAI Divisi Regional (Divre) II, Ujang Rusen Permana, Selasa (22/12). Dikatakannya, jumlah tersebut menunjukkan masih rendahnya kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas di perlintasan sebidang kereta api.

“Kita berharap tidak ada lagi kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang. Untuk itu, kami selalu mengimbau kepada seluruh pengguna jalan untuk bersama-sama mentaati rambu-rambu yang ada serta lebih waspada saat akan melintasi perlintasan sebidang kereta api,” ujar Rusen.

Rusen menyayangkan perilaku masyarakat yang masih tidak menaati rambu-rambu lalu lintas yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain.

Hingga akhir Desember 2020, tercatat jumlah korban meninggal sebanyak 5 orang, dan luka-luka 3 orang pada kecelakaan di perlintasan sebidang.

Menurutnya, kecelakaan di Divre II banyak terjadi pada perlintasan sebidang liar, meskipun di lokasi sudah terdapat rambu-rambu lalu lintas bahkan ada penjagaan swadaya oleh masyarakat. Hal ini menandakan masih rendahnya disiplin masyarakat pengguna jalan saat akan melewati perlintasan kereta api.

Rusen menjelaskan, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 menyatakan pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

Adapun dalam UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angutan Jalan Pasal 114 menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup, dan/atau ada isyarat lain. Kemudian, mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.

Sementara itu, sesuai PM 36 Tahun 2011 tentang perpotongan dan persinggungan antara Jalur Kereta Api dengan bangunan lain pada Pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang, kereta api mendapat prioritas berlalu lintas.

Rusen Permana mengatakan, kecelakaan di perlintasan sebidang tidak hanya merugikan pengguna jalan tapi juga merugikan KAI dari segi biaya perawatan kerusakan sarana dan menjadi penyebab keterlambatan penumpang sampai di tujuan.

“Kami mengimbau masyarakat untuk mematuhi seluruh rambu-rambu yang ada, berhenti sebelum melintas, serta tengok kanan dan kiri terlebih dahulu. Hal ini harus menjadi budaya pada masing-masing pengguna jalan demi keselamatan perjalanan kereta api dan keselamatan para pengguna jalan itu sendiri,” ujarnya.

Rusen Permana juga mengatakan, saat ini Divre II Sumbar terus gencar melaksanakan penutupan perlintasan liar. Dari 489 perlintasan sebidang, yang terdiri dari 86 perlintasan resmi dan 403 perlintasan tidak resmi.

“Program penutupan perlintasan tidak resmi pada tahun 2020 sebanyak 50 perlintasan, dari target itu sudah 46 perlintasan liar telah ditutup,” ujarnya.

Untuk itu, PT KAI terus berupaya dan kerja keras melakukan penutupan sejumlah pelintasan sebidang untuk keselamatan bersama, namun proses tersebut kerap mendapatkan perlawanan dari masyarakat sekitar perlintasan.

Rusen berharap sejumlah area yang masih terdapat pelintasan sebidang dapat segera di solusikan melalui program penutupan pelintasan sebidang atau pembuatan jalur tidak sebidang oleh pihak-pihak terkait agar tidak menimbulkan risiko yang berdampak pada keselamatan pengendara dan perjalanan kereta api.

(Fardi/Hantaran.co)

Exit mobile version