Hanya Tujuh Persen Laporan Korupsi yang Diproses KPK

KPK

Gedung KPK RI. IST

PADANG, hantaran.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, hanya sekitar tujuh persen dari jutaan laporan korupsi oleh masyarakat yang diproses dan ditindaklanjuti. Hal ini lantaran sebagian besar laporan masyarakat yang masuk dinilai tidak lengkap.

Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi menyebutkan, masyarakat memiliki peran yang sangat vital dalam mendukung pemberantasan korupsi. Namun peran masyarakat tersebut juga mesti diiringi dengan pengetahuan dan wawasan tentang tindak pidana korupsi. Oleh sebab itulah, pendidikan antikorupsi bagi masyarakat menjadi amat penting.

“Dalam hal peran masyarakat, pendidikan antikorupsi juga dimaksudkan untuk memberikan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan informasi ataupun membuat laporan pengaduan tindak pidana korupsi yang berkualitas. Sehingga dapat diproses dan ditindaklanjuti,” katanya kegiatan bimbingan teknis (bimtek) dan penyuluhan bertajuk “Peningkatan Kapabilitas dan Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat Antikorupsi”, di kantor BPSDM Sumbar, yang digelar pada 14-16 September 2021.

Pada kesempatan yang sama, Plt Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wadiana menyampaikan bahwa pendidikan antikorupsi harus diberikan sejak dini.  Sebab, dalam pelaksanaan tugas KPK yang dirumuskan dalam tiga strategi melalui pendidikan, penindakan, dan pencegahan, KPK tidak bisa bekerja sendiri dan butuh kontribusi masyarakat. Melalui strategi pendidikan, KPK mendorong masyarakat untuk memiliki nilai-nilai antikorupsi dan menggerakkan masyarakat untuk melawan korupsi.

Lebih jauh, ia menjelaskan, kegiatan bimtek dan penyuluhan tersebut dibagi menjadi tiga sesi. Pertama, bimbingan teknis yang dilakukan secara intensif kepada anggota LSM dan kelompok pemuda. Kedua, penyuluhan bagi tokoh agama, tokoh adat, serta tokoh masyarakat. Ketiga, penyuluhan untuk kelompok perempuan, yang meliputi anggota dan pengurus Bhayangkari, Persit, PKK, PIA Ardya Garini, Jalasenastri, dan Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW).

Ketiga sesi itu diikuti oleh total 132 peserta. Kegiatan ini merupakan salah satu program Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK yang akan dilaksanakan di lima provinsi. Sumbar merupakan provinsi kedua yang menjadi fokus pada tahun 2021 ini. Sebelumnya, kegiatan serupa telah dilaksanakan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Sedang tiga wilayah lainnya ialah Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kepulauan Riau.

“Pencegahan korupsi sangat penting dan dapat berhasil bila tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat setempat bersama dengan KPK mengedukasi masyarakat dalam membangun budaya antikorupsi,” kata Kumbul.

Sementara itu, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mengapresiasi KPK yang telah menyelenggarakan kegiatan tersebut. Menurutnya, untuk menekan angka korupsi di Sumbar tidak bisa hanya mengandalkan satu komponen atau lembaga saja, tetapi juga harus melibatkan semua pihak untuk berperan menekan perilaku koruptif di masyarakat.

“Kita semua tahu korupsi berdampak kepada masyarakat, pada pembangunan, dan posisi Indonesia di mata dunia. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu agar masyarakat dan pemda dapat saling bersinergi dalam menjadikan Sumbar menjadi lebih baik lagi ke depannya,” ujarnya.

Dalam rangkaian kegiatan bimtek dan penyuluhan ini, KPK juga melibatkan sejumlah narasumber eksternal, di antaranya tiga orang akademisi, yaitu Rimawan Pradiptyo yang memaparkan tentang “Biaya Sosial dari Tindak Pidana Korupsi”, Fitriani dengan topik “Delik-delik Tindak Pidana Korupsi”, dan Otong Rosadi dengan materi “Kerawanan Korupsi pada Sektor Sumber Daya Alam (SDA)”. (*)

Hamdani/hantaran.co

Exit mobile version