Empat Pejabat Pemprov Beri Kesaksian di Sidang Korupsi Infak Masjid Raya Sumbar

Sidang

Sidang. Ilustrasi

PADANG, hantaran.co — Empat pejabat di lingkungan Pemprov Sumbar memberikan kesaksian atas kasus dugaan korupsi dana infak Masjid Raya Sumbar yang menjerat terdakwa Yelnazi Rinto, oknum ASN Pemprov Sumbar. Keempat saksi menceritakan proses awal mengetahui aksi penyelewengan dana oleh terdakwa hingga mencapai miliaran rupiah.

Empat saksi yang memberikan keterangan di ruang sidang Pengadilan Tipikor PN Padang, Kamis (4/12/2020) itu antara lain, Kepala Biro Bina Mental dan Kesra Setdaprov Sumbar, Syaifullah, Staf Biro Bina Mental dan Kesra Setdaprov Sumbar, Efilman, Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumbar, Jumaidi, serta staf BKD Provinsi Sumbar Karimis.

Dalam keterangannya, saksi Syaifullah menyebutkan bahwa terdakwa pada tahun 2018/2019 lalu memang menjabat sebagai bendahara dan pengelola dana Masjid Raya Sumbar, Unit Pengumpul Zakat (UPZ), serta dana Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) APBD Sumbar. Setiap dana tersebut, katanya, memiliki rekening yang berbeda-beda

“Terdakwa diangkat sebagai bendahara berdasarkan SK Gubernur Sumbar. Namun, saya tidak tahu persis kapan SK pengangkatannya, karena saya masuk sebagai Kepala Biro Bina Mental dan Kesra baru pada 19 Februari 2019,” kata Syaifullah, di hadapan majelis hakim, Yose Ana Roslinda (Ketua) dan M. Takdir dan Zaleka.

Syaifullah mengaku baru mengetahui terjadinya masalah pada pengelolaan dana Masjid Raya Sumbar langsung dari terdakwa. Saat itu, terdakwa mentransfer uang UPZ Masjid Raya Sumbar dari rekening di Bank Nagari Cabang Kantor Gubernur. Namun, ketika ditanya soal transfer tersebut, terdakwa mengaku untuk pembayaran kegiatan.

“Saya tahu informasi awalnya dari Kabag Jumaidi yang melaporkan ada transfer mencurigakan yang masuk melalui aplikasi handphone Pak Jumaidi,” kata Syaifullah.

Atas laporan itu, Syaifullah kemudian memanggil terdakwa bersama Jumaidi. Kemudian, terdakwa mengakui bahwa dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi dengan jumlah Rp375 juta. Ia pun meminta terdakwa mengembalikan uang tersebut dalam sepekan. Sebab, terdakwa mengaku uang itu masih tersedia.

Setelah mengetahui ada masalah, Syaifullah kemudian meminta rekening Masjid Raya Sumbar untuk dicek, yang ternyata setelah diperiksa uang rekening Masjid Raya yang seharusnya Rp892 juta hanya tersisa Rp5 juta saja. “Terdakwa mengaku uang itu masih ada di beberapa rekening dan janji akan mengembalikan. Total uang yang dipakainya Rp1,5 miliar,” kata Syaifullah lagi.

Ada pun penyimpangan dana lain yang dilakukan oleh terdakwa, kata Syaifullah lagi, adalah pengelolaan dana PHBI. Di mana saldo rekening dana PHBI pada tahun 2018 juga habis. Selain itu, total ada empat item dana yang diselewengkan oleh terdakwa, yakni dana Masjid Raya, UPZ, APBD Provinsi Sumbar, dan PHBI.

“Terdakwa telah membuat surat pernyataan ingin mengembalikan dana tersebut. Bahkan ada surat pernyataan terdakwa memakai uang itu secara pribadi dan akan mengembalikan. Awalnya, janji seminggu, kemudian diperpanjang. Tapi tidak juga dikembalikan sampai hari ini,” ucapnya lagi.

Sementara itu saksi lainnya, Kepala Dinsos Sumbar, Jumaidi, yang sebelumnya menjabat Kabiro Generasi Muda Biro Mental Pemprov Sumbar mengatakan, ia mulai curiga saat mengetahui transaksi pada aplikasi jasa layanan keuangan CMS Bank Nagari tertanggal 11 Maret 2019.

“Saat itu terbaca oleh sistem CMS, dana dari UPZ ditransfer terdakwa ke rekening Masjid Raya sebesar Rp375 juta. Hal itu tidak boleh dalam aturan. Sebelumnya, terdakwa juga memalsukan tanda tangan saya,” kata Jumaidi.

Saksi lainya, Staf Biro Bina Mental dan Kesra Setdaprov Sumbar, Efilman, juga mengatakan, terkait laporan dana infak masjid yang diumumkan sebelum Salat Jumat, semua ditandatangani oleh terdakwa selaku bendahara. “Setelah terjadi penyimpangan, terdakwa ini menangis kepada saya. Mohon bantuan, minta maaf, khilaf,” kata Efilman.

Elfilman menyebutkan, dana infak Masjid Raya Sumbar setiap pekannya memang dikeluarkan sebagian untuk kegiatan Salat Jumat. Di antaranya untuk keperluan membayar honor khatib, imam, muazin, bahkan petugas keamanan dan ketertiban lalu lintas.

“Honor khatib Rp500 ribu, imam Rp350 ribu, muazin Rp200 ribu, dan ketertiban lalu lintas Rp350 ribu. Itu semua dari dana infak,” kata Elfilman.

Atas keterangan para saksi tersebut, hakim anggota M Takdir meminta ke depan agar uang infak lebih dikontrol. Sementara itu dalam kasus ini, seluruh uang langsung diberikan kepada terdakwa, sehingga timbul celah untuk melakukan perbuatan menyimpang. “Ubahlah cara pengelolaan dananya. Dana umat itu agar dihitung jelas dan transparan laporannya,” kata M Takdir.

Selain itu, hakim juga menyangkan adanya keperluan membayar honor pengamanan dari uang infak masjid. “Masjid raya itu ikon Sumbar, kok bisa diambil uang kemanannya dari dana infak. Apalagi untuk mengatur lalu lintas. Masjid itu milik kita bersama, dan kita wajib menjaganya,” katanya lagi.

Menanggapi keterangan para saksi, terdakwa Yelnazi Rinto mengatakan tidak sepenuhnya keterangan tersebut benar. “Ada yang betul dan ada yang tidak yang mulia,” kata terdakwa.

Menanggapi sanggahan terdawak atas keterangan saksi tersebut, Hakim Ketua Yose Ana Roslinda mengatakan agar terdakwa memberikan keterangan dalam kesempatan pemeriksaan terhadap terdakwa pada agenda yang ditentukan nantinya, “Baiklah sidang kami tutup dan dilanjutkan pada 12 Desember mendatang,” ujarnya.

Perjalanan Kasus

Sebelumnya dalam dakwaan dijelaskan, terdakwa Yelnazi Rinto disebut pernah menjabat bendahara pengeluaran pembantu Biro Bina Mental dan Kesra Sumbar 2010-2019, Bendahara Masjid Raya Sumbar 2017, Bendahara UPZ Tuah Sakato, serta pemegang kas PBHI 2013-2017.

Dalam perjalanan karir mengemban sejumlah jabatan itu, terdakwa diduga melakukan beberapa perbuatan yang dengan sedemikian rupa harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut dan melawan hukum, serta menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,754 miliar.

Perbuatan terdakwa dinilai telah melanggar pasal tindak pidana korupsi (tipikor) sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang RI (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan dirincikan, penyelewengan dana UPZ Tuah Sakato dilakukan dengan pemindahbukuan uang zakat senilai Rp375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar dengan cara memalsukan tanda tangan Wakil Ketua UPZ. Kemudian, terdakwa menariknya menggunakan slip penarikan dan memalsukan tanda tangan Kepala Biro Bintal dan Kesra Setdaprov Sumbar.

Selanjutnya, terdakwa mengaktifkan rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar dengan aplikasi Nagari Cash Management (NCM) yang menggunakan ID Single User. Sehingga, transaksi pemindahanbukuan bisa dilakukan dengan penggunaan NCM serta nomor HP terdakwa.

Kemudian, terdakwa mentransfer uang persedian dari rekening bendahara pengeluaran pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Sumbar itu ke beberapa nomor rekening dengan nilai total Rp718.370.000. Seolah-olah, tengah melakukan pembayaran bebeapa kegiatan di Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi. Selanjutnya, uang yang ditransfer itu kembali dipindahkan ke beberapa rekening atas nama orang lain, termasuk nama terdakwa sendiri.

Terkait pengelolaan uang infak Masjid Raya Sumbar, tulis jaksa, disebutkan bahwa setiap waktu selesai pelaksanaan Salat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya, seluruh infak dan sedekah dikumpulkan oleh saksi Efilman yang kemudian diantar ke ruang terdakwa tanpa dihitung.

Terdakwa kemudian menyetorkan uang infak pecahan Rp20.000 ke rekening masjid, sedangkan pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 disimpan dalam brankas terdakwa untuk keperluan membayar honor imam, muazin, garin, dan lain sebagainya. Lalu, terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah. Namun ternyata, jaksa menilai uang infak itu dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri.

Tak cukup sampai di situ, jaksa menyebut terdakwa juga menilap kas sisa PHBI Sumbar, kas penyelenggaraan Salat Idul Fitri dan Idul Adha, serta dana anak yatim yang berjumlah total Rp98.207.759. Jaksa menilai, semua uang itu habis digunakan untuk keperluan pribadi.

Jaksa menyebutkan kasus itu kemudian terungkap, setelah aparat menerima laporan Penghitungan dari Inspektorat Sumbar yang menyebutkan timbulnya kerugian keuangan negara atas aksi terdakwa senilai total Rp 1.754.979.804. Sementara dana UPZ Tuah Sakato 2018 sebesar Rp375 juta telah dikembalikan oleh terdakwa. (*)

Winda/hantaran.co

Exit mobile version