Hukum

Angka Kekerasan Seksual pada Anak di Solsel Meningkat, KDRT Menurun

×

Angka Kekerasan Seksual pada Anak di Solsel Meningkat, KDRT Menurun

Sebarkan artikel ini
kekerasan seksual anak solsel
Ilustrasi kekerasan pada anak

SOLOK SELATAN, hantaran.co—Angka kekerasan seksual pada anak pada 2021 di Solok Selatan (Solsel) meningkat jika dibandingkan pada tahun 2020. Peningkatan kasus tersebut lebih banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat.

Kepala Satuan (Kasat) Reserse Solsel, AKP Dwi Purwanto melalui Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Aipda Deni Rahmad mengatakan, sepanjang tahun 2021 sampai oktober ini ada 11 kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Dari 11 kasus sebanyak 6 kasus sudah  (P21).

” Berkas yang sudah dinyatakan lengkap (P21) sebanyak 6 kasus. Artinya, penyidik unit PPA Polres Solok Selatan akan segera melimpahkan tersangka dan barang bukti kasus ke pihak jaksa penuntut,” ujar Deni kepada Haluan (jaringan Hantaran.co, Senin,(11/10).

Ia mengatakan, melihat data tahun 2020 jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur cenderung mengalami peningkatan. Pasalnya, tahun sebelumnya sepanjang 2020 hanya tercatat 8 kasus.

“Pelaku ini pada umumnya orang terdekat korban yang membujuk dan memaksa korban untuk melampiaskan hasratnya,” ucapnya.

Para pelaku bisanya membujuk korban yang masih dibawah umur dengan uang sampai tindakan ancaman.Sebab anak-anak dibawah umur ini yang bisa dibujuk pelaku dengan uang ataupun nada ancaman, katanya.

Sedangkan terkait angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan suami terhadap istri cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2020 tercatat 6 kasus KDRT dan pada 2021 turun menjadi 5 kasus.

“Faktor ekonomi menjadi pemicu terjadinya KDRT untuk penyelesaiannya kedua belah pihak lebih memilih berdamai secara kekeluargaan karena banyak pertimbangan,” sebutnya.

Deni, menambahkan untuk kasus pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur juga mengalami penurunan dimana tahun 2020 ada 7 kasus pencurian dan di 2021 menurun manjadi 4 kasus.

“Umumnya ditempuh secara diversi atau di luar peradilan pidana. Lebih pada pembinaan dan pemberian efek jera dengan dikurung satu malam. Mereka nyuri di kedai, kue sampai nyuri sebungkus rokok. Yang paling berat nyuri Hp dan itupun tidak dilakukan malam hari atau pencurian berencana,” tuturnya.

Sementara Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (DP2KB,PP&PA), Lora ayahanda Putri,  melalui Sekretaris,  dr Medri menjelaskan, pada tahun 2021 sampai Oktober ini ada 11 kasus kekerasan perempuan dan anak.Pihaknya sudah mengecek dan memberi pendampingan terhadap perempuan dan anak yang jadi korban.

“Untuk kasus ini kita sudah bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan dan nantinya kita akan berikan pendampingan terhadap korban,” katanya, Senin, (12/10)

Ia menambahkan, jika ada anak yang mengalami trauma kami akan mengundang  psikolog dari propinsi untuk memberikan pendampingan khusus agar anak tidak mengalami trauma mendalam.

“Karena untuk sementara kami belum punya psikolog khusus, insyaallah tahun 2022 kami akan ada psikolog khusus, “ucapnya.

(Irfan/Hantaran.co).