PADANG, hantaran.co — Kesalahpahaman pemerintah atas makna testing dinilai sebagai salah satu penyebab meledaknya angka kasus Covid-19 di Sumatera Barat dalam beberapa waktu terakhir. Testing yang mestinya dimaknai sebagai upaya pendeteksian awal, justru dipahami sebagai tindakan yang dilakukan setelah virus menyebar.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Provinsi Sumatera Barat, Defriman Djafri, mengatakan, testing yang mampu memutus rantai penyebaran Covid-19 bukanlah testing yang terlambat, yang baru mendeteksi orang-orang yang telah menularkan.
“Maka mereka yang terdeteksi di awal harus dipastikan telah melakukan isolasi dengan benar, karena beban virus (viral load) yang dibawa tinggi dan sangat infeksius. Selanjutnya baru dilakukan tracing dengan benar, yang benar-benar memenuhi kriteria kontak erat. Tidak hanya asal comot sampel swab yang tidak memenuhi kriteria. Ujung-ujungnya mubazir,” kata Defriman, kepada Haluan Senin (12/10/2020).
Ia menyebut, jika memang kemampuan testing Sumbar unggul, kenapa justru jumlah kasus semakin melonjak, bukan malah menurun. Menurutnya, bukan kemampuan testing yang diragukan, melainkan strategi penerapannya yang tidak benar.
Ia menjelaskan, penilaan perilaku pajanan (host) belum menjadi fokus atau perhatian utama. Padahal, penularan Covid-19 adalah orang ke orang (person to person). Kemudian, pemerintah juga diharapkan dapat lebih banyak memberikan edukasi upaya perubahan perilaku dalam mewujudkan kebiasaan baru
Ia menyebut, apabila tidak bisa diatur dan dikendalikan, harus ada langkah lebih keras dari pemerintah. Ia menilai PSBB adalah langkah strategis untuk membangun sense of crisis terhadap masyarakat yangg abai atas bahaya Covid-19. “Terbukti, di Sumbar PSBB berhasil menekan angka kasus Covid-19,” ucapnya.
Ia menyarankan, jika ingin mengendalikan penyebaran Covid-19, testing harus terus digencarkan dan tidak boleh kendor. Di samping itu, ia juga menyoroti iven-iven besar yang akan digelar dalam waktu dekat, seperti MTQ Nasional dan Pilkada 2020, yang menurutnya berpeluang menjadi ancaman besar.
“Jika tidak hati-hati menghitung dan mengukur kapasitas serta upaya pengendalian yang komprehensif, skenario terburuk kemungkinan saja terjadi. Kita harus terus berupaya mengantisipasi, mencegah, dan melindungi. Jangan sampai, banyak yang meninggal dulu, baru kita disadarkan,” tuturnya. (*)
Hamdani/hantaran.co