SALAT JUMAT DI DEPAN DPRD SUMBAR, Mahasiswa Berdoa UU Ciptaker Digantikan Perppu

IKHTIAR BERSAMA—Puluhan mahasiswa dari Aliansi BEM-SB menggelar Salat Jumat di Depan Kantor DPRD Sumbar, Jumat (16/10/2020). Ritual ibadah itu dilakukan sebagai wujud protes dan berserah diri setelah DPR RI mengesahkan Omnibus Law RUU Ciptaker. RIGA FIRDAUS ASRIL

PADANG, hantaran.co – Gabungan mahasiswa dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumatera Barat (BEM SB) menggelar Salat Jumat di depan Gedung DPRD Sumbar, Jumat (16/10/2020). Penyelenggaraan ibadah di lokasi “tak biasa” itu disebut sebagai wujud berserah diri kepada Tuhan, atas keputusan pemerintah mengesahkan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Pantauan Haluan di lapangan, puluhan mahasiswa mulai berdatangan sejak pukul 12.00 WIB. Tampak setiap mahasiswa membawa sajadah masing-masing dan alat pengeras suara agar khutbah yang disampaikan khatib dapat didengar seluruh jemaah. Puluhan aparat kepolisian tampak menjaga aksi tersebut, selain tetap memasang kawat berduri untuk mengantisipasi aksi berujung vandalis.

Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Padang (Presma UNP) Ravi Kurnia kepada Haluan mengatakan, banyak cara dalam mengekspresikan penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait UU Ciptaker. Setelah rangkaian aksi demo, maka bertepatan dengan Jumat ini, mahasiswa memutuskan untuk menggelar Salat Jumat berjemaah.

“Kami bermunajad kepada Tuhan agar negeri ini kembali membaik dan pemimpin dapat lebih adil dalam mengambil kebijakan, sehingga rakyat juga bisa sejahtera. Kami hari ini tidak melakukan orasi. Namun, ke depan akan ada eskalasi aksi lagi dengan cara-cara yang berbeda, hingga omnibus law ini dicabut,” kata Ravi.

Sementara itu, Presiden Mahasiswa Universitas Andalas (Presma Unand) Abdul Afif menyebutkan, Salat Jumat di depan Gedung DPRD Sumbar adalah gimmick yang ditujukan kepada pemerintah. Hal itu dilakukan setelah beberapa kali aksi penolakan yang dilakukan, yang baru melahirkan surat dari Pemprov dan DPRD Sumbar untuk Presiden dan DPR RI.

“Saat ini hanya itu yang bisa kami lakukan, sembari berharap ada Perppu dari Presiden Joko Widodo, dan menunggu Judicial Review (JR) yang akan diajukan elemen masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang prosesnya nanti pasti panjang,” kata Afif.

Selain itu, kata Afif, apa yang dilakukan mahasiswa di Sumbar hari ini juga menunjukkan bahwa saat ini mahasiswa berserah diri kepada Tuhan. Sebab, dari delapan kali aksi yang dilakukan, hingga kini belum didapatkan keputusan yang sesuai dengan harapan.

“Aksi penolakan tidak hanya berorasi dan unjuk rasa. Masih banyak cara lain. Ini juga menunjukkan kepada masyarakat bahwa sekarang waktunya untuk bertawakal kepada Tuhan, setelah delapan kali mahasiswa turun ke jalan menyuarakan penolakan,” katanya lagi.

Meski Pemprov lewat Gubernur dan DPRD Sumbar telah menyurati Pemerintah Pusat, Afif mengaku hal itu belum membuat mahasiswa puas. Kepuasan disebut baru bisa diperoleh ketika Omnibus Law dibatalkan atau dicabut oleh Presiden lewat Perppu.

“Kami akan terus melakukan gelombang aksi hingga ada kejelasan dengan konsep dan cara yang berbeda. Terkait upaya JR, kami pun pesimistis dapat dikabulkan MK. Karena saat ini MK juga diisi orang-orang yang dekat dengan lingkaran kekuasaan,” katanya menutup. (*)

Riga/hantaran.co

Exit mobile version