PILKADA SERENTAK DIHELAT BESOK, Sumbar Menentang Politik Uang

Sumbar

Politik Uang. Ilustrasi

PADANG, hantaran.co — Segenap kekuatan aparatur penegak hukum (APH) terkait kepemiluan dikerahkan untuk mengantisipasi praktik politik uang dalam gelaran Pilkada serentak 2020. Bahkan, ulama dan tokoh masyarakat Sumbar menyerukan bahwa politik uang mencerminkan rapuhnya keimanan, dan menjual suara sama halnya dengan menjual masa depan daerah.

Ketua Bawaslu Sumbar, Surya Efitrimen, mengatakan, sejak masa tenang dimulai hingga sehari jelang Pilkada 9 Desember (besok.red), pihaknya terus melakukan pratroli pengawasan bersama APH terkait, pemerintah daerah, kelompok mahasiswa, kelompok pemuda, serta beberapa organisasi kemasyarakatan untuk mengantisipasi terjadinya praktik politik uang.

“Termasuk potensi terjadinya serangan fajar. Kita awasi betul. Nanti jika ada yang menemukan praktik seperti itu, agar segera melaporkan. Sebab, saat patroli tentu ada ruang kosong yang terlewat. Siapa pun yang melapor, harap lengkapi bukti-bukti. Namun tentu sebelum kejadian kita harus sama-sama mencegah,” katanya kepada Haluan, Senin (7/12/2020).

Surya mengingatkan, agar tim dari pasangan calon, relawan, hingga masyarakat secara umum menyadari pentingnya proses demokrasi yang berintegritas, yang salah satunya tercermin dari tidak adanya praktik politik uang selama proses kepemiluan berjalan. “Ingat, ancaman hukuman bukan saja untuk pemberi, tapi juga untuk penerima. Ancaman pidananya paling sedikit tiga tahun, paling banyak enam tahun. Denda paling sedikit Rp200 juta, dan paling banyak Rp1 miliar,” ucapnya.

Di sisi lain, Tokoh Masyarakat Sumbar, Buya Mas’oed Abidin, turut mengimbau agar warga Sumbar tak tergiur dengan pemberian orang lain untuk mempengaruhi pilihan dalam Pilkada serentak 9 Desember nanti. Upaya untuk menghindar dari praktik politik uang, khususnya di kalangan Umat Islam, dinilai Buya Mas’oed sebagai implementasi dari menjaga keimanan.

“Kita memang sudah punya pilihan masing-masing, tapi apa pun hasil Pilkada nanti, maka itu adalah kemenangan bagi Sumatera Barat. Kuatkan saja iman kita agar terhindar dair money politic. Sebab itu bagian dari ajakan yang tidak baik. Pada Pilkada nanti, mari hidupkan cara-cara yang baik, tenang, tentram, dan damai,” ujarnya.

Senada dengan Buya Mas’oed, Tokoh Sumbar lainnya Shofwan Karim Elha menilai, di tengah serba keterbatasan yang dialami masyarakat selama pandemi Covid-19 berlangsung, potensi terjadinya praktik politik uang pada pelaksanaan Pilkada memang cukup terbuka. Namun, ia yakin sebagian besar masyarakat sudah cerdas dan tak akan terpengaruh dalam menentukan pilihan.

“Memang semuanya kembali pada orang yang menerima. Maaf, dalam agama Islam, jika dia memang Islam dan memiliki kejujuran hati nurani, apakah mungkin sejumlah uang dapat membeli suara. Jika itu sempat terjadi, perlu dipertanyakan keimanannya. Selain itu, menjual suara sama halnya dengan menjual masa depan daerah,” kata Ketua PWM Muhammadiyah Sumbar itu lagi.

Pentingnya Kesadaran

Sementara itu, Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Sumbar Samaratul Fuad menilai, kondisi masyarakat hari ini membuat potensi praktik politik uang amat mungkin terjadi di tengah pelaksanaan Pilkada. Utamanya dilakukan oleh oknum relawan atau pendukung salah satu pasangan calon dengan tujuan memberikan garansi kemenangan dalam pemilihan.

“Patut diingat bahwa money politic itu bukan sekadar pemberian uang tunai, tapi bisa jadi juga dalam bentuk pemberian barang atau menjanjikan sesuatu kepada pemilih. Potensi terjadinya praktik seperti itu masih sangat besar di tengah masyarakat, terlebih melihat kondisi perekonomian di tengah pandemi saat ini,” kata Fuad.

Hal yang patut dilakukan untuk mengantisipasi praktik politik uang, sambung Fuad, adalah membangun kesadaran politik dan kesadaran pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat. Pada dasarnya, kewajiban memberikan pendidikan itu berada di pihak KPU, Bawaslu, dan partai politik, selaku penyelenggara, pengawas, dan peserta dalam setiap agenda politik praktis.

“Saat materi sosialisasi KPU masih berkutat untuk menyuruh masyarakat agar memilih, dan belum bersosialisasi soal pentingnya menjadi pemilih cerdas, maka pendidikan politik itu belum terimplementasikan dengan baik,” kata Fuad lagi.

Selain itu, dalam konteks Pilkada serentak, Fuad menilai para paslon perlu memastikan tim pemenangan hingga relawannya untuk tidak melakukan hal-hal yang kemudian mencederai proses demokrasi, seperti melakukan kampanye hitam, politik uang, dan lain sebagainya. “Jadi untuk mengantisipasi politik uang ini, beban tanggung jawabnya ada di tiga pihak itu,” ucapnya menutup. (*)

Fajri/hantaran.co

Exit mobile version