Penerapan Perda Terkait Asusila Disorot, Gubernur : Masih Banyak Kasus yang Belum Terungkap

Perda

Ranperda. Ilustrasi

Saya belum tahu apakah Perda Maksiat sudah ada Pergub atau belum. Evaluasi di masa kepemimpinan sebelumnya, banyak Perda yang tidak ada Pergubnya, sehingga tidak berjalan efektif. Rekomendasi kami pada Gubernur saat ini, agar mengevaluasi Perda yang belum diiringi dengan Pergub.

Supardi

Ketua DPRD Sumbar

PADANG, hantaran.co — Persoalan asusila mendapat sorotan tajam setelah terungkapnya kasus prostitusi dalam jaringan (daring/online) di Kota Padang pada pekan lalu, yang kemudian disambung dengan terungkapnya aksi pelecehan seksual sesama jenis di Alahan Panjang, Kabupaten Solok, awal pekan ini. Gubernur Sumbar Mahyeldi menduga, masih banyak kasus yang belum terungkap.

Mengiringi sorotan tersebut, muncul dorongan untuk meninjau ulang regulasi yang berkaitan dengan upaya antisipasi dan penanganan kasus-kasus asusila di Sumbar. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Gusrizal Gazahar, berpendapat, pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) yang berhubungan dengan tindak asusila harus dievaluasi.

“Kami berharap penerapan Perda yang berkaitan dengan perilaku maksiat ini bisa dievaluasi, dan upaya preventif untuk menekan kemaksiatan di Sumbar juga terus dilakukan dan ditingkatkan,” ujar Gusrizal kepada Haluan, Selasa (15/6/2021).

Menurutnya, seluruh pihak baik masyarakat dan pemerintah, harus memiliki kesadaraan serta tanggung jawab bersama dalam memerangi tindakan-tindakan asusila, terutama di lingkungan tempat tinggal masing-masing. Sebab, kontrol sosial masyarakat sangat berperan untuk menekan dan mencegah masalah sosial tersebut.

Gusrizal menambahkan, saat masyarakat sudah apatis, atau bahkan bersikap permisif terhadap perilaku asusila, maka perilaku serupa akan terus terjadi hingga kemudian dianggap sebagai hal biasa. Ia memisalkan, masyarakat kadang sudah tidak peduli saat melihat remaja perempuan berkeliaran di malam hari. Padahal, hal itu berpotensi jadi pemicu terjadinya tindakan asusila.

“Kami meminta pihak-pihak yang memiliki kewenangan, agar bisa semaksimal mungkin memberantasan perilaku asusila ini. Sebab, ketidakseriusan dan ketidaktegasan membuat kasus-kasu maksiat masih terus terjadi, meski sudah beberapa kali dilakukan razia atau pun penegakan hukum,” ujarnya lagi.

Regulasi Tamu Hotel

Di samping itu, kata Gusrizal, pemerintah daerah juga harus membuat regulasi terkait pelayanan di hotel-hotel, terutama dalam menerima tamu, yang ke depan harus lebih selektif. Sehingga, praktik-pratik asusila seperti prostitusi dan seks bebas dapat dicegah.

Hal ini, menurut Gusrizal, harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah. Sebab, Sumatra Barat sudah berkomitmen untuk menerapkan konsep pariwisata halal. Sehingga, kasus-kasus maksiat seperti prostitusi mestinya tidak mendapatkan tempat lagi di Ranah Minang.

“Dulu sudah ada komitmen untuk menerapkan konsep pariwisata syariah di Sumbar. Tapi apakah itu sudah diimplementasikan dengan baik atau belum, ini juga perlu dievaluasi,” katanya menutup.

Hal yang sama juga disampaikan Ketua DPRD Sumbar, Supardi, bahwa pemerintah daerah (Pemda) perlu bekerja sama dengan pihak hotel terkait proses penerimaan tamu agar ke depan lebih selektif.

“Pengelola hotel harus memperketat penerimaan tamu, sebagai salah satu upaya untuk meminimalisir terjadinya prakti prostitusi. Seperti di Kota Padang yang disinggahi banyak orang, tapi belum ada aturan di hotel untuk selektif dalam memilih tamu,” ujarnya.

Termasuk juga, sambung Supardi, aturan yang berlaku di rumah kos atau kontrakan, yang harus diawali dengan pendataan ketat serta pengawasan yang juga ketat. Sebab jika dibiarkan, maka ke depan akan menjadi boomerang, dan dapat memicu terjadinya tindakan-tidakan asusila di tengah pergaulan remaja.

Di samping itu, Supardi menambahkan, peran keluarga dan lingkungan juga harus lebih diperkuat. Sebab, sebagian pelaku yang terlibat dalam tindakan asusila seperti prostitusi, seks bebas, hingga pemerkosaan, adalah orang-orang yang mengalami masalah di dalam rumah.

“Untuk membenahi ini, banyak hal yang harus diperbaiki. Begitu juga dengan faktor yang mengakibatkan orang terjerumus ke ranah seperti prostitusi. Sebagian besar mereka masuk ke ranah itu karena kondisi rumah yang memaksa mereka keluar dan mencari jalan pintas untuk bertahan hidup,” ujarnya.

Sapardi juga meminta Pemprov Sumbar untuk meninjau pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) nomor 11 tahun 2010 tentang Maksiat di kabupaten/kota. Ia bahkan meragukan Perda tersebut telah memiliki aturan turunan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub), sehingga wajar jika belum berjalan dengan efektif.

“Saya juga belum mengetahui secara jelas apakah Perda Maksiat sudah ada Pergub atau belum. Sebab evaluasi kami terakhir di masa kepemimpinan sebelumnya, masih banyak Perda yang dilahirkan tidak diiringi dengan Pergub, sehingga Perda tidak efektif jalan. Salah satu rekomendasi kami kepada Gubernur saat ini, agar mengevaluasi Perda yang belum diiringi dengan Pergub itu,” katanya.

Gubernur : Banyak Tak Terungkap

Sementara itu, Gubernur Sumbar Mahyeldi turut meminta peran aktif seluruh pihak dalam membasmi perilaku maksiat terutama tindak asusila di Sumbar. Ia memperkirakan, masih banyak kasus-kasus tindak asusila yang belum terungkap ke permukaan.

“Kita berterima kasih kepada kepolisian yang kembali mengungkap kasus prostitusi beberapa waktu terakhir. Mungkin lebih banyak lagi yang belum terungkap. Maka dari itu, kita berharap seluruh pihak, khususnya masyarakat, bisa bersinergi dalam membantu mengungkap penyimpangan-penyimpangan ini,” ujarnya.

Mahyeldi menyatakan, Pemprov sudah memiliki regulasi terkait tindakan maksiat. Baik dari sisi hulu dengan penguatan dan pendidikan berkarakter, atau pun di sisi hilir dalam bentuk penindakan tegas oleh aparat penegak hukum. Ia juga meminta dukungan dari seluruh pihak agar misi Sumbar Madani dapat terwujud dengan pengentasan perilaku asusila. (*)

Riga/Darwina/hantaran.co

Exit mobile version