Nasib Sengketa Pilgub Sumbar Ditentukan Hari Ini

Pilgub

Veri Junaidi (tengah) Kuasa Hukum Pemohon dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah untuk Provinsi Sumatera Barat, usai mengikuti sidang perdana pada Selasa 26 Januari lalu di Ruang Sidang MK. IST/HUMASMK

JAKARTA, HALUAN—Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak melanjutkan 33 permohonan sengketa Pilkada 2020 ke tahap pembuktian. Keputusan itu dibacakan dalam sidang Putusan/Ketetapan sela Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (PHP) 2020 hari pertama, Senin (15/2/2021).

Dua dari tiga keputusan tersebut, termasuk dua Pilkada di Sumbar, yaitu Pilkada Kabupaten Padang Pariaman dan Pilkada Kabupaten Sijunjung. Sementara itu, nasib permohonan empat Pilkada lainnya akan diputuskan hari ini, Selasa (16/2/2021), yaitu Pilgub Sumbar, Pilkada Kabupaten Limapuluh Kota, Pilkada Kabupaten Pesisir Selatan, dan Pilkada Kabupaten Solok.

Juru Bicara (Jubir) MK, Fajar Laksono, menyebutkan, sejauh ini dari 132 gugatan sengketa Pilkada 2020 yang masuk ke MK, baru sebanyak 33 permohonan yang telah diputuskan dengan tidak diterima untuk masuk ke tahap pembuktian. “Amar putusan tidak dapat diterima, semuanya,” ucapnya, sebagaimana dikutip dari cnnindonesia.com.

Beberapa alasan gugatan tidak dapat diterima oleh MK, kata Fajar, di antaranya karena permohonan dicabut oleh pemohon, permohonan melewati batas tenggang, atau pemohon tidak hadir dalam sidang sehingga permohonan dianggap gugur.

“Selain itu, gugatan tidak dikatakan memenuhi syarat jika minimal selisih suara penggugat dengan pemenang Pilkada sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 tidak terpenuhi. Dalam pasal batas sengketa, yang hanya bisa diajukan jika selisih suara maksimum 2 persen,” ujarnya lagi.

Semua putusan pada hari pertama, kata Fajar, telah ditandatangani oleh Anwar Usman selaku hakim ketua merangkap anggota, bersama Aswanto, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Daniel Yusmic P. Foekh, Arief Hidayat, Saldi Isra, dan Manahan M.P Sitompul selaku hakim anggota.

“Putusan sela diagendakan pada 15 sampai 17 Februari 2021, sementara perkara yang lanjut ke sidang berikutnya akan diperiksa pada tanggal 19 Februari-18 Maret 2021 dan diputus pada tanggal 19-24 Maret 2021. MK punya waktu 45 hari untuk memeriksa dan memutus perkara sejak permohonan diregistrasi pada 18 Januari 2021,” ujarnya lagi.

Menyimak pergerakan hasil Pilkada yang sudah sampai ke meja MK, Peniliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Unand, Charles Simabura, sebelumnya mengatakan, gugatan atas perkara PHP akan dapat dimenangkan selama pemohon mampu membuktikan terjadinya pelanggaraan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh pihak termohon.

“Sejauh ini, perkara Pilkada di MK sebagian besar ditolak, karena proses pembuktian dugaan pelanggaran itu tidak sederhana. Tergantung, apakah pemohon bisa menjelaskan dan menghadirkan bukti-bukti kuat terkait dugaan pelanggaran. Bahwa MK bisa memutuskan diskualifikasi salah satu paslon atau memerintahkan pemilihan ulang, itu tergantung kemampuan dalam membuktikan bahwa Pilkada tidak terlaksana dengan jujur dan adil,” katanya kepada Haluan.

Meski pemohon mengajukan dalil-dalil kuat dalam permohonannya, kata Charles, hal itu tak akan berarti jika tidak dibarengi kemampuan argumentasi atau menjelaskan, serta kemampuan menghadirkan bukti-bukti yang dapat mendukung dalil tersebut. Sehingga, dalil yang diajukan tidak terkesan klaim semata.

“Contohnya, tuduhan tentang politik uang, jika tidak bisa menjelaskan kapan terjadinya, di mana dan siapa yang melakukannya, tentu akan sulit. Putusan MK itu tidak bisa ditebak,” kata Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Andalas itu lagi.

Menurut Charles, perkara Pilkada yang berpotensi menang di MK adalah perkara yang terkait dugaan politik uang, mobilisasi ASN, ketidaknetralan penyelenggara, atau pengawas pemilu yang tidak bekerja maksimal karena banyak laporan yang tidak ditindaklanjuti. Jika itu semua bisa dibuktikan, maka ada kemungkinan MK akan mengabulkan gugatan.

Melihat dalil-dalil yang diajukan dalam gugatan dua paslon Gubernur Sumbar, kata Charles lagi, memang terlihat ada hal yang bisa mendasari untuk mendiskualifikasi salah satu Paslon atau untuk mendorong pelaksanaan pemilu kembali.

“Tapi kembali lagi, dalil-dalil itu amat sangat bergantung kepada kemampuan dua tim hukum Paslon untuk berargumentasi di sidang MK. Jika dilihat ke belakang, sepanjang yang saya tahu, perkara Pilkada di Sumbar tidak ada yang dikabulkan oleh MK,” katanya menutup. (*)

Riga/hantaran.co

Exit mobile version