Musyawarah Soal Tol Tetap Dibuka

Tol Sumbar

Kendaraan tengah melintas di depan gerbang Tol Sumbar ruas Padang Pariaman-Pekanbaru yang masih dalam proses pengerjaan oleh PT Hutama Karya (Persero) di kawasan By Pass, Kota Padang, Kamis (14/1). IRHAM

PADANG, hantaran.coPenolakan sejumlah warga Limapuluh Kota atas bagian trase Jalur Tol Trans Sumatera (JTTS) Padang Pariaman-Pekanbaru yang diklaim melewati pemukiman dan lahan produktif dinilai tak perlu dilakukan. Sebab, selain pengerjaan belum dimulai, pemerintah pun memastikan pintu musyawarah masih terbuka lebar.

Hal itu disampaikan Wakil Gubernur (Wagub) Sumbar, Nasrul Abit, Jumat (29/1/2021). Ia mengungkapkan, hingga saat ini trase tol yang melewati Kabupaten Limapuluh Kota belum melalui tahap penetapan lokasi (penlok). Bahkan, sekalipun melewati lahan produktif, ia memastikan ganti rugi yang akan diterima sesuai dengan perhitungan yang benar.

“Sampai sekarang kan belum penlok. Jadi, semuanya masih bisa dimusyawarahkan, kok,” katanya di Kantor Gubernur Sumbar, di sela rapat rencana pembangunan Jembatan Layang Padang-Solok.

Oleh karena itu, Nasrul Abit meminta agar tokoh masyarakat, ninik mamak, pemuda, alim ulama, cadiak pandai, dan para perantau untuk mendukung penuh pembangunan jalur tol Trans Sumatra di Sumbar. Lantaran, saat ini Sumbar sudah sangat jauh tertinggal dari provinsi-provinsi tetangga.

“Kita sudah jauh tertinggal. Baru beberapa waktu lalu, Presiden meresmikan tol di Palembang. Sebelumnya, di Riau. Padahal groundbreaking-nya barengan dengan kita, tapi di Sumbar sampai sekarang belum juga selesai-selesai. Oleh sebab itu, saya mengajak, mari kita bersama-sama mendukung pembangunan jalan tol ini,” tuturnya.

Pengaduan Warga Sumbar

Sebelumnya pada Kamis 28 Januari 2021, sejumlah warga dari lima nagari di Kabupaten Limapuluh Kota membuat pengaduan kepada Komnas HAM Perwakilan Sumbar serta Ombusman Sumbar. Pada dasarnya, pengaduan disampaikan karena lahan milik warga terkena dampak proyek Jalur Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas Padang Pariaman-Pekanbaru.

Kelima wilayah yang terdampak proyek tersebut antara lain, Nagari Lubuk Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baruh, serta Nagari Gurun. Kelima nagari itu berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Harau dan Kecamatan Payakumbuh.

Salah seorang perwakilan warga, Ezi Fitriana menyebutkan, penolakan atas pembangunan tol di daerahnya dikarekanan trase tol tersebut melewati kawasan padat penduduk, lahan produktif, serta sejumlah situs bersejarah. Sehingga, jika proyek dipaksakan, maka dapat menghilangkan kaum adat yang sudah bermukim sejak ratusan tahun.

“Ada dua pesukuan yang akan hilang di sana. Proyek jalan tol ini akan menghancurkan tatanan sosial masyarakat setempat. Kita tahu di Sumbar, ninik mamak tanpa kemenakan bukanlah ninik mamak, tanpa tanah pekuburan bukanlah ninik mamak, dan rumah gadang juga tergusur,” ujar Ezi di Kantor Komnas HAM Perwakilan Sumbar, Kamis (28/1).

Warga berharap, kata Ezi lagi, agar Komnas HAM dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat dan peduli dengan kehidupan warga setempat. Sebab ia menilai, pembangunan Tol Trans Sumatra sendiri di kawasan tersebut memiliki tiga alternatif lokasi. Antara lain, melewati perumahan penduduk dan lahan produktif, atau dua alternatif ke arah barat dan selatan Bukit Barisan.

“Kalau seandainya ada alternatif dua dan tiga, lalu mengapa alternatif satu yang dipaksakan yang akan berdampak kepada masyarakat,” ucapnya.

Menanggapi pengaduan tersebut, Kasubag Umum Kantor Komnas HAM Perwakilan Sumbar Mahdianur mengatakan, pihaknya sudah menerima pengaduan warga, dan segera membentuk tim untuk mendalami poin-poin dari pengaduan tersebut. “Kita sudah menerima pengaduan. Intinya, masyarakat berharap adanya tawaran win-win solution, yaitu pergeseran jalur tol,” katanya.

Selain itu, saat bertandang ke Kantor Ombudsman Sumbar, warga menyampaikan bahwa penolakan atas tol dilakukan karena diduga terjadi maladministrasi dalam proses pembangunannya. “Mulai dari proses pemancangan, itu tanpa sosialisasi terlebih dahulu, tanpa peran partisipatif masyarakat. Jadi proses yang dilakukan selama ini take down melalui foto satelit,” kata Ezi Fitriana lagi.

Menanggapi pengaduang tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar Yefri Heriani mengatakan, bahwa pihaknya saat ini masih perlu mendapatkan dan mempelajaran kelengkapan dokumen. Sehingga, apa yang disampaikan masyarakat dapat menjadi sebuah laporan.

“Namun bagaimana pun, kami apresiasi upaya untuk menjadi bagian yang terpenting dalam pembangunan. Sebenarnya, aduan ini sejak Desember 2020 telah kami terima via whatsapp. Semoga kami dapat memprosesnya jika dokumennya lengkap,” kata Yefri.

Hutama Karya Buka Suara

PT Hutama Karya (Persero) pun akhirnya buka suara soal isu proyek Jalur Tol Trans Sumatera (JTTS) yang terancam ‘macet’ karena kekurangan modal negara Rp60 triliun. Executive Vice President (EVP) Sekretaris Perusahaan Hutama Karya Muhammad Fauzan mengatakan, pembangunan JTTS sampai saat ini masih jalan karena pihaknya masih menerima penyertaan modal negara (PMN) Rp6,2 triliun.

Meski demikian, ia tak mengetahui secara pasti berapa lama PMN itu masih dapat menopang pembangunan proyek. Yang pasti, katanya, untuk menunjang keberlangsungan proyek, pihaknya akan memanfaatkan pendanaan dana abadi Sovereign Wealth Fund (SWF) yang sekarang sedang dihimpun pemerintah.

Pihaknya, kata fauzan, juga membuka diri terhadap skema pendanaan lainnya. “Alternatif pendanaan itu bisa SWF, bisa utang luar negeri atau bisa skema lain,” ucapnya, sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com, Kamis (28/1).

Fauzan juga mengaku, Hutama Karya akan segera meminta tambahan modal negara sebesar Rp19 triliun berbentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada pemerintah. Itu diajukan untuk menambah PMN sebesar Rp6,2 triliun yang mereka telah dapatkan pada APBN 2021.

“Pada 2020, Hutama Karya mendapatkan PMN Rp3,5 triliun dan tambahan PMN melalui Program PEN Rp7,5 triliun, yang membuktikan Pembangunan JTTS adalah proyek prioritas pemerintah yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN),” ujar Fauzan lagi.

Isu proyek Tol Trans Sumatera terancam macet pertama kali berhembus dari Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR. Mereka menyebut ancaman itu muncul karena modal negara untuk pembangunan Tol Trans Sumatera kurang Rp60 triliun.

Modal itu berbentuk penyertaan modal negara (PMN). “Setelah kami evaluasi, sampai sekarang yang telah berjalan ternyata ada defisit PMN yang belum bisa dipenuhi sebesar Rp60 triliun,” terang Dirjen Bina Marga Hedy Rahadian, Rabu (27/1).

Supaya ancaman itu tidak terjadi, pihaknya tengah berkomunikasi dengan kementerian lain. “Ini yang sudah kita berkomunikasi dengan kementerian-kementerian terkait, bagaimana kita dana untuk menutup kekurangan Rp60 triliun ini bisa dicairkan secara cepat,” ujar Hedy. (*)

Ishaq/Hamdani/hantaran.co

Exit mobile version