MENYOAL BANJIR KOTA PADANG, Pengerjaan Solusi Jangan Menunggu Musim Hujan

Banjir

Hujan lebat yang mengguyur Kota Padang pada September 2020 lalu menyebabkan banjir kembali melanda Kompleks Jondul Rawang, Kelurahan Rawang, Kecamatan Padang Selatan. Penerapan solusi penanganan potensi banjir di daerah tersebut belum berhasil maksimal. IST

LAPORAN : Riga F. Asril / Rahma Winda

Dugaan tidak tepatnya penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pembangunan di Kota Padang menyebabkan beberapa daerah menjadi langganan banjir setiap tahun. Sebagian warga bahkan sudah bisa menerka; jika hujan turun dalam durasi waktu tertentu, maka tiba saatnya bagi mereka untuk menyelamatkan barang-barang berharga.

Kompleks Jondul Rawang, Kelurahan Rawang, Kecamatan Padang Selatan, menjadi salah satu daerah langganan banjir di Kota Padang. Bobby (30), salah seorang warga setempat kepada Haluan mengatakan, ia sudah “akrab” dengan banjir sedari kecil. Namun, banjir pada September 2020 lalu adalah yang terparah menerjang daerah itu.

“Sudah 20 tahun saya tinggal di sini. Biasanya hanya genangan air, tapi yang kemarin itu sudah disertai lumpur. Sebelumnya ada perbaikan drainase dan pengerukan sedimen, tapi hasilnya tidak maksimal. Kalau solusi lain mau dikerjakan pemerintah, mestinya sekarang saat cuaca panas. Jangan tunggu musim hujan baru bekerja,” kata Bobby di kediamannya.

Bobby yang sudah menetap di daerah itu sejak tahun 2000, mengakui ia dan keluarga selalu was-was setiap kali musim hujan tiba. Sebab, jika terjadi hujan dengan intesitas yang cukup deras selama satu jam saja, maka banjir akan segera menggenangi daerah di sekitar kediamannya.

“Membersihkan rumah setelah banjir tiba itu sudah jadi hal biasa bagi warga di sini. Yang menjadi persoalan, kami selalu mengalami kerugian materil karena bencana rutin ini. Perabotan di rumah hancur. Sepeda motor saya juga pernah rusak parah karena terendam aiar,” kata Bobby lagi, Sabtu (20/2).

Hal serupa juga dirasakan warga Jondul Rawang lainnya, Verdi Rinaldi (40). Ia mengatakan, banjir yang terjadi di Jondul Rawang bukan sekadar genangan air. Akan tetapi, pada tahun lalu sudah bercampur dengan tanah.

“Setiap hujan kami was-was. Karena jika hujan satu hingga dua jam saja, air sudah tinggi. Apalagi sekarang sudah bercampur lumpur. Sudah seperti kubangan sawah saat banjir surut. Kami berharap ada solusi konkrit dari pemerintah untuk menangani persoalan yang sudah bertahun-tahun ini. Jangan tunggu musim hujan dulu,” kata Verdi kepada Haluan.

Verdi menambahkan, banjir beserta lumpur yang terjadi pada September lalu juga disebabkan pembukaan Jalan Bukit Karan di dekat daerah tersebut, yang menggunakan alat-alat berat. Terlebiih, pembukaan jalan itu tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat Jondul Rawang.

“Pembangunan jalan ini tidak pernah disosialiasikan kepada kami. Sehingga, dampaknya saat hujan deras, material tanah dan batu turun ke permukiman. Sesudah air surut, warga kewalahan membersihkan lumpur yang masuk ke rumah dan menutup badan-badan jalan,” kata Verdi lagi.

Kalau sudah demikian, sambungnya, tak ada pilihan lain bagi warga setempat selain berusaha tetap tersenyum, sembari merelakan setiap kerugian yang diderita. “Rumah kena lumpur, kasur kena lumpur, dan rata-rata kami tidur di meja. Hampir seluruh warga Jondul Rawang merasakan ini. Menanggung kerugian. Terlebih, tidak ada ganti rugi atau pun bantuan dari pemerintah,” katanya menutup.

Dalam upaya mencegah dampak kerugian yang lebih besar akibat banjir, pemuda Jondul Rawang pun menginisiasi sebuah Organisasi Al Hijrah, yang bergerak dalam meringankan beban masyarakat korban banjir. Organisasi yang berdiri sejak Januari 2021 itu, telah beranggotakan 60 lebih pemuda.

“Karena kami sadar, segala cara sudah dilakukan untuk mengantisipasi agar banjir tidak lagi terjadi. Mulai dari pengerukan dan pelebaran saluran air, akan tetapi saat hujan deras, banjir tetap datang. Jadi yang bisa dilakukan hanya upaya penanganan pascabanjir,” kata Sekretaris Pemuda Al Hijrah Ferdian Pratama Putra (23).

Pemuda Al Hijrah, kata Ferdian, berkomitmen untuk membantu warga dalam meminimalisir kerugian yang dialami saat dan pascabanjir. Setiap hari, para anggota secara bergantian melakukan ronda dan membentuk Tim Aksi Cepat Tanggap.

“Jika hujan terjadi tengah malam, kami akan membantu proses evakuasi perabotan dan barang-barang berharga lainnya ke tempat yang aman. Karena sudah jadi langganan banjir, warga di sini sudah menyediakan tempat di plafon rumah masing-masing untuk menyimpan barang-barang,” kata Ferdian lagi.

Sementara itu Lurah Rawang, Nofiandi Amir mengatakan, Rawang pada dasarnya memang daerah resapan air yang bentangannya seperti kuali, atau berada dataran rendah di bawah daerah-daerah di sekelilingnya. Kondisi itu diperparah dengan adanya tiga sumber air dari Bukit Karan yang mengarah ke Rawang.

“Tiga aliran air yang cukup deras dari Bukit Karan itu mengarah ke perumahan Jondul. Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas PUPR dan Balai Sungai agar dua dari tiga aliran air itu bisa dibelokkan ke arah lain, tapi tindak lanjut dinas terkait masih sebatas memantau,” kata Nofiandi.

Jumlah warga di Rawang saat ini, kata Nofiandi, mencapai 12.300 jiwa. Akan tetapi, tidak semuanya terdampak oleh banjir. Kerugian yang dialami masyarakat akibat banjir dominannya adalah perabotan rumah. Sehingga, sebagian warga melakukan antisipasi dengan membangun tanggul atau meninggikan pondasi rumah mereka.

“Yang paling parah itu di Jondul Rawang, tepatnya di RW 7,8 dan, 9. Termasuk kantor lurah dan puskesmas. Selama ini, dari pemerintahan baru bisa memberikan bantuan logistik beruapa makanan jika ada warga mengungsi saat banjir tiba. Tapi itu jarang terjadi, karena banjir di sini juga cepat surut, paling lama hanya dua jam. Sesudah itu surut kembali,” katanya lagi.

Genangan Khatib Sulaiman

Selain di Rawang, kawasan Jalan Khatib Sulaiman juga menjadi daerah yang acap kali dilanda banjir. Rian (31) salah seorang warga yang menetap dan memiliki usaha tanaman bungan di kawasan itu mengaku sering merasakan kerugian akibat banjir.

“Pembengunan trotoar di sepanjang jalur ini seperti tanpa perhitungan. Sebab, lubang resapan air di dinding trotoar itu diameternya terlalu kecil. Sehingga air butuh waktu lama untuk masuk ke gorong-gorong,” kata Rian kepada Haluan, Minggu (21/2/2021).

Jika hujan dengan intesitas deras terjadi, sambung Rian, maka air akan tergenang dan merembet ke tanaman yang ia jual. Sehingga, banyak dari jualannya yang layu dan mati. “Kami berharap segera ada solusi dari pemerintah. Persoalannya sudah jelas, lubang resapan air di dinding beton pedesterian terlalu kecil,” kata Rian lagi.

Opsi Merelokasi Warga

Kondisi yang dialami warga Jondul Rawang, juga dirasakan warga di Kelurahan Tabiang Banda Gadang, Kecamatan Nanggalo. Terutama di Perumahan Kubutama. Lurah Tabiang Banda Gadang Rio Ebu Pratama mengatakan, kawasan itu memang berada di dataran yang lebih rendah ketimbang daerah lain di sekelilingnya. Sehingga saat hujan turun, otomatis air akan turun ke perumahan itu.

“Apapun upaya yang dilakukan, sangat kecil kemungkinan untuk mengantisiapasi perumahan itu tidak dilanda banjir saat hujan lebat. Satu-satunya cara memang dengan melakukan relokasi warga ke daerah lain. Tapi tentu, rencana itu butuh biaya besar dan warga juga meminta ganti rugi jika memang ada rencana itu,” kata Rio.

Perumahan Kubutama, sambung Rio, terdiri dari 48 unit rumah. Untuk menghindarkan potensi banjir, sebelumnya upaya membangun drainase yang cukup besar pada 2019 sudah dilakukan. Namun, lagi-lagi upaya itu tidak berhasil mengantisipasi banjir dengan maksimal.

“Posisi Kubutama memang lebih rendah dibanding daerah di sekitarnya. Saat terjadi hujan, air dari daerah yang lebih tinggi akan turun ke situ. Sebagian warga di sana juga telah meninggikan pondasi rumah, tapi tetap banjir jika hujan dengan intesitas lebat dengan durasi lama. Saya baru menjabat di sini 2019. Awalnya saya juga bertanya, kenapa daerah yang pada dasarnya resapan air ini dapat izin jadi perumahan,” katanya menutup.

Langkah Dinas Terkait

Terkait nasib kawasan rawan banjir di Kota Padang, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang menyebutkan, bahwa untuk mengantisipasinya memang membutuhkan banyak pengerjaan dan anggaran. Mulai dari membuka akses pintu air, pengerukan, pengadaan pompa air, hingga membuat drainase baru.

Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) PUPR Kota Padang, Fadelan Fitra Masta, kepada Haluan, Senin (22/2/2021) menyebutkan, beberapa titik rawan banjir tahun ini akan kembali dilanjutkan pengerjaannya. Tahun ini, di daerah Rawang, Kecamatan Padang Selatan, rencananya akan dibuka akses pintu air menuju aliran ke arah Mata Air.

“Setidaknya upaya ini bisa membantu jalannya air lebih lancar jika debit air tinggi. Pembukaan pintu air ini dianggarkan Rp3,6 miliar,” kata Fadelan.

Selain itu, kata Fadelan, pihaknya juga akan melanjutkan membuka akses langsung ke sungai di Jalan Aru Bypas Lubuk Begalung (Lubeg) yang masih separuh, yang pada tahun ditarget tuntas. Selain itu, juga ada pembuatan drainase baru di Parak Jigarang sekitar 1 kilometer.

“Untuk pengerukan, juga dilakukan di Jalan Air Tawar Barat, Jalan Polonia, Jalan Belakang Lintas, Kawasan Siteba Jalan Sijunjung, Padang Pariaman, daerah Parupuak Tabiang, Belakang Kantor Camat Nanggalo, Kampuang Marapak, Jalan Karet Veteran Dalam, Jalan Rambutan wilayah Kuranji Padang Basi, Wisma Indah Lestari daerah Lubuk Buaya, dan jalan lainnya. Total anggaran Rp39 miliar, dan mulai pengerjaan Maret mendatang,” katanya menutup. (*)

Exit mobile version