Meniti Kejayaan Bawang Merah Kabupaten Solok

bawang merah kabupaten solok

Mentan Syahrul Yasin Limpo bersama Bupati Solok Epyardi Asda saat melihat hasil panen bawang merah di Kabupaten Solok

Dikenal sebagai daerah penghasil beras terbaik, Kabupaten Solok kini masuk sebagai daerah penghasil bawang merah di Sumatera Barat.

Tercatat, ada sekitar 100 ton produksi per tahun. Dan itu diprediksi akan terus bertambah. Bahkan dinilai menjadi penopang pangan pulau  sumatera dan nasional.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) di 2022 produksi bawang merah di kabupaten yang memiliki 5 danau ini, tercatat 188.549,3 ton jauh dibanding 2019 yang hanya 107 595,3 ton.

Meningkatnya produksi bawang merah itu mendapat perhatian dari Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Ia harus berkunjung ke Kabupaten Solok, dan mengakui bawang merah kabupaten termasuk unggul tahan terhadap cuaca.

“Saya akui langkah yang dilakukan Kabupaten Solok, dalam dua tahun ini begitu cepat seperti yang dirancang pak bupati memperlihatkan bagaimana langkah yang dilakukan yang pak bupatinya agresif melihat pertanian. Sebagai pemerintah pusat mewakili pak presiden tentu hal yang mesti disupport karena pertanian ini langsung kepada hidup orang banyak, lapangan kerja kebutuhan makan, kalau ada bupati agresif kita harus support,”ucap Yasin beberapa waktu lalu saat ke Kabupaten Solok.

Ia mengingatkan kondisi pangan dunia saat ini dalam tahap mengkhawatirkan. Maka perlu langkah antisipasi.

“(kondisi) Dunia tidak baik baik, makanan terancam 30 persen hilang. Elnino 80 persen kena di semua daerah dan tidak di Solok, doa orang Solok hebat. Bahan yang dikasih oleh allah di sini (Solok) luar biasa, air tidak berhenti (kemarau) tanah yang subur, jumlah orangnya banyak, kehadirian pemerintah itu sangat penting,”kata Yasin.

Persiapan Lahan

Perlu dikonsepsikan berapa lahan yang tersedia, bagaimana mengintervensi pertanian.

“Kalau ada 1000 hektar kita benahi dalam 100 hari bisa dapat Rp30 miliar. Itu petani sudah minum coca-cola, rokok cerutu. Ini perlu dikonsepkan, di sini ada holti, ada tanaman pangan, kalau bisa ada pertenakan juga, sehingga pupuknya organik,”ucapnya.

Ia meminta bupati menyiapkan konsorsium untuk pengelolaan lahan pertanian. Pihaknya dari kementerian mendukung penuh dengan bantuan dana.

“Mari kita rancang, bukan dengan bantuan, tetapi kenapa tidak dengan uang Rp10 miliar, atau Rp100 miliar. Berapa lahan yang tersedia. Jadi pak bupati konsepsikan Rp100 atau Rp200 miliar tetapi harus kembali,”tuturnya.

Bawang Unggul

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Solok, pada 2019 terdapat 9.223 hektare (ha) lahan bawang merah di daerah itu, di mana 5999 ha di antaranya berada di Kecamatan Lembah Gumanti.

Pusat Kajian Holtikutura Tropika (PKHT) Institut Pertanian Bogor (IPB) telah melakukan penelitian, menyeleksi, dan menerapkan bawang lokal Kabupaten Solok sebagai salah satu prioritas riset nasional.

Beberapa kali hasil riset kemudian menyimpulkan, bahwa terdapat varietas unggulan bawang merah di kabupaten itu, yang kemudian diberi nama Bawang Merah Solok Sumbar Sakato atau disingkat Bawang Merah SS Sakato.

Kepala PKHT IPB Dr. Awang Maharijaya didampingi sejumlah pakar seperti Dr. Heri Harti, Dr. Kusuma Darma dan Dr.Endang Gunawan pada 2021 diwawancarai Haluan mengatakan, varietas SS Sakato sudah dikenal secara nasional. Bahkan, kini menjadi prioritas riset nasional karena diakui sebagai varietas berpotensi baik.

“Yang masuk program nasional itu dua. Pertama di Nganjuk, dan kedua di Kabupaten Solok. Jadi, di Indonesia hanya dua. Kabupaten Solok patut berbangga. Bawang merahnya salah satu yang diunggulkan,” tuturnya.

Awang mengatakan, karena sudah dikenal secara nasional, ia berharap para petani atau penangkar benih bisa menyiapkan segala keperluan untuk memertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas panen.

“Kita harus siap, karena sudah dikenal, maka barangnya harus ada. Jangan sampai tidak ada karena bisa jadi masalah,” ucapnya lagi.

Ia mengatakan, Kabupaten Solok berpeluang membantu sebagai penyeimbang produksi bawang merah di Indonesia. Sebab, Brebes sebagai sentra bawang, sewaktu-waktu bisa terjadi masalah sehingga dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan bawang secara nasional.

“Brebes pusat bawang merah. Kalau di sana ada masalah, maka tidak karuan jadinya. Makanya Kabupaten Solok diharapkan juga jadi sentra penghasil bawang merah, sehingga sentra produksi nasional dapat menyebar,” ucapnya lagi.

Melihat hasil produksi bawang merah di Lembah Gumanti, Awang menilai bisa menjadi salah satu produksi bawang merah terbaik di Indonesia.

“Potensinya luar biasa. Kami lakukan seleksi, pemulian, dan sebagainya, ketemulah varietas SS Sakato, yang kalau dibandingkan dengan bawang di beberapa tempat lain, ya jauh lebih bagus. Ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan kalau bisa Indonesia,”ujarnya lagi.

Bupati Solok Epyardi Asda mengatakan, pihaknya sudah mendata lahan yang dapat digarap dan lahan yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat.

Luas Lahan di Kabupaten Solok kurang Lebih dengan luas 374.000 hektare, dengan hutan lindung sebesar 145.000 hektare sedangkan lahan yang dapat digarap oleh masyarakat sebesar 74.000 hektare yang terdiri dari 39.000 hektare sawah dan  28.000 hektare pertanian holtikultura serta selebihnya masih banyak lahan yang belum digarap

Selain itu daerahnya tersebut juga memiliki dua daerah yang memiliki suhu udara yang berbeda yakni bagian utara dan selatan.

“Untuk di utara itu cenderung panas dan punya danau juga, sementara di selatan itu dingin dan juga ada tiga danau dan selatan ini lah sebagai pusatnya pertanian Kabupaten Solok. Jadi kami ingin jadi penyangga, kami punya beras, kami punya sayuran,”ujar Epyardi.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, mengapresiasi pertumbuhan pesat produksi bawang merah di Kabupaten Solok.

“Luas tanam bawang merah Solok bertambah pesat dari semula 5.000 hektar di tahun 2016 kini mencapai 12.000 hektar. Produksi tahun 2022 lalu mencapai 188.563 ton, menembus ranking 3 Nasional setelah Brebes dan Nganjuk,” ujarnya..

Menurut Prihasto, dari hasil pengamatannya, lahan produksi bawang merah di Solok terutama Alahan Panjang memiliki keunggulan dibanding daerah lain sehingga menjadikannya mampu berproduksi sepanjang tahun.

“Karakteristik lahan di Solok ini rata-rata berupa lahan miring dan berlereng. Tanahnya subur dan air cukup tersedia. Intensitas panas mataharinya juga cukup. Inilah di antaranya yang membuat kawasan ini cocok untuk pertumbuhan bawang merah,” tambahnya.

Saat ini, Solok telah memiliki varietas yang telah terdaftar di Kementerian Pertanian bernama Solok Sumbar Sakato atau disingkat “SS Sakato”.

Varietas ini terbukti adaptif dan memiliki produktivitas yang relatif tinggi. Sekitar 1.000 hektar bawang merah rutin dipanen setiap bulan dan dalam 2 minggu lagi ada panen juga untuk membantu pengamanan pasokan Idul Adha.

Ditjen Hortikultura hampir setiap tahun mengalokasikan bantuan untuk mendukung pengembangan hortikultura di Kabupaten Solok.

“Tahun 2023 ini kami alokasikan bantuan kawasan bawang merah seluas 83 hektar dan bawang putih 20 hektar. Selain itu adapula bantuan sarana pascapanen, sarana pengolahan, prasarana pascapanen serta sarana produksi pengembangan florikultura dan durian,” tutur Prihasto.

Harapan Petani

Heru salah satu petani di Alahan Panjang, Kabupaten Solok mengatakan, pada saat ini hasil panennya mengalami penurunan karena intensitas hujan yang cukup tinggi beberapa waktu lalu.

“Dari 4,5 hektar lahan seharusnya bisa 60 ton tapi karena cuaca buruk bisa jadi 50 ton,”ujarnya.

Ia mengakui, bawang merah Solok cukup tahan dibanding daerah lain. Namun, jika cuaca ekstrem tetap berperangruh ke jumlah produksi.

“Kalau cuaca biasa aja lumayan tinggi. Karena bawang kami ini kadar air juga cukup dibanding bawang daerah lain,”ucapnya.

Terkait dengan harga bawang, Heru dan petani lainnya berharap agar penjualan tetap stabil.

Menurutnya, jika harga di bawah Rp20 ribu per kilogram maka petani mengalami kesulitan.

“Kini harga Rp22 ribu, ini turun, kemaren Rp28 ribu. Jadi kalau bisa harganya di atas Rp 20 terus agar petani seperti kami ini bisa makmur. Kalau di bawah Rp20 ribu buat petani tipis untungnya,dulu bahkan pernah menyentuh harga terendah yakni Rp7 ribu,”ujarnya.

Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Kabupaten Solok, Amri menyatakan, siap bersama pemerintah mewujudkan Solok sebagai lumbung pangan Sumatera terutama bawang merah.

“Kami bertujuan menjadikan Solok sebagai Brebesnya Sumatera. Ke depannya, pasokan bawang merah Sumatera sedapat mungkin bisa dicukupi dari Solok. Kami optimis mampu,” kata Amri

(Dafit/Hantaran.co)

Exit mobile version