Mengenal Bawang Merah Unggul Solok yang Butuh Sentuhan Teknologi

bawang merah solok

Serumpun bawang merah unggulan dari Kabupaten Solok yang diberi nama SS Sakato, saat yang dipanen di Jorong Pakan Sabtu, Nagari Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Senin (15/2). RIVO SEPTI ANDRIES

Laporan: Rivo Septi Andries

Hantaran.co–Kabupaten Solok ditetapkan menjadi salah satu lokasi prioritas pengembang bawang merah di Indonesia, selain beberapa daerah di Pulau Jawa.

Dari seluruh kawasan di kabupaten ini, Kecamatan Lembah Gumanti yang berada di punggung bukit barisan, tekah menjadi sentra produksi bawang merah. Berbekal tanah yang subur, tumbuhlah bawang unggulan nasional.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Solok, pada 2019 terdapat 9.223 hektare (ha) lahan bawang merah di daerah itu, di mana 5999 ha di antaranya berada di Kecamatan Lembah Gumanti. Pusat Kajian Holtikutura Tropika (PKHT) Institut Pertanian Bogor (IPB) telah melakukan penelitian, menyeleksi, dan menerapkan bawang lokal Kabupaten Solok sebagai salah satu prioritas riset nasional.

Beberapa kali hasil riset kemudian menyimpulkan, bahwa terdapat varietas unggulan bawang merah di kabupaten itu, yang kemudian diberi nama Bawang Merah Solok Sumbar Sakato atau disingkat Bawang Merah SS Sakato. Senin (15/2) lalu, melalui penangkar benih Kelompok Tani Pawuah Sapakek, dilakukan panen bibit sumber di Jorong Pakan Sabtu, Nagari Sungai Nanam.

Kepala PKHT IPB Dr. Awang Maharijaya didampingi sejumlah pakar seperti Dr. Heri Harti, Dr. Kusuma Darma dan Dr.Endang Gunawan mengatakan, varietas SS Sakato sudah dikenal secara nasional. Bahkan, kini menjadi prioritas riset nasional karena diakui sebagai varietas berpotensi baik.

“Yang masuk program nasional itu dua. Pertama di Nganjuk, dan kedua di Kabupaten Solok. Jadi, di Indonesia hanya dua. Kabupaten Solok patut berbangga. Bawang merahnya salah satu yang diunggulkan,” tuturnya.

Awang mengatakan, karena sudah dikenal secara nasional, ia berharap para petani atau penangkar benih bisa menyiapkan segala keperluan untuk memertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas panen.

“Kita harus siap, karena sudah dikenal, maka barangnya harus ada. Jangan sampai tidak ada karena bisa jadi masalah,” ucapnya lagi.

Ia mengatakan, Kabupaten Solok berpeluang membantu sebagai penyeimbang produksi bawang merah di Indonesia. Sebab, Brebes sebagai sentra bawang, sewaktu-waktu bisa terjadi masalah sehingga dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan bawang secara nasional.

“Brebes pusat bawang merah. Kalau di sana ada masalah, maka tidak karuan jadinya. Makanya Kabupaten Solok diharapkan juga jadi sentra penghasil bawang merah, sehingga sentra produksi nasional dapat menyebar,” ucapnya lagi.

Melihat hasil produksi bawang merah di Lembah Gumanti, Awang menilai bisa menjadi salah satu produksi bawang merah terbaik di Indonesia.

“Potensinya luar biasa. Kami lakukan seleksi, pemulian, dan sebagainya, ketemulah varietas SS Sakato, yang kalau dibandingkan dengan bawang di beberapa tempat lain, ya jauh lebih bagus. Ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan kalau bisa Indonesia,” ujarnya lagi.

Dari beberapa daerah yang ia kunjungi, Awang mengaku hanya di Kabupaten Solok yang berhasil panen dengan maksimal. “Alhamdulilah bisa panen, karena di beberapa tempat seperti Demak dan Nganjuk, tidak bisa panen,” katanya lagi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok Siis SP. MM mengatakan, Solok saat ini memang menjadi kawasan produksi bawang merah terbesar di Sumatra. Sejak dikembangkan pada 2016 dengan luas tanaman 5 ribuan hektare, pada 2020 lantas telah mencapai 12 ribu hectare dan menghasilkan 300 ton bawang merah per hari.

“Pangsa pasarnya sudah sampai Sumatra Selatan, Jambi, Riau, Sumut. Bahkan sampai ke Jabodetabek,” katanya lagi.
Berharap Teknologi

Pakar nutrisi tanaman dari PKHT Dr. Endang Gunawan mengatakan, penggunaan pupuk diharapkan tidak berlebihan dalam penanaman bawang merah. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas tanah agar tetap terjaga.

“Maksudnya berlebihan, kalau pakai pupuk ya satu jenis saja. Jangan karena beda merek tapi jenisnya sama, ya mubazir. Bahkan mungkin produktivitasnya bisa menurun. Yang penting, pupuk kandang dan kapur, tapi untuk lebih pastinya kita harus cek profil tanahnya,” kata Endang.

Endang menjelaskan, untuk menjaga kesehatan tanah, butuh pertimbangan dalam pemberian pupuk serta pengetahuan terkait kondisi tanah itu sendiri.

“Apakah dalam keadaan jenuh atau tidak, terkadang ada leveling off akibat keracunan itu,” ujarnya lagi.

Sementara itu, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) SS Sakato Indrawardi mengatakan, produksi bawang merah SS Sakato memang membuat petani mendapat banyak keuntungan.

“Terutama karena keunggulannya. Bawangnya besar dan warnanya mencolok. Kalau dibawa ke luar kota (perjalan jauh), tidak mudah busuk. Dan yang penting, jika dijual banyak yang beli,” ucapnya.

Selain itu kata Indrawardi, untuk urusan cuaca dan penyakit SS Sakato termasuk “bandel”. Hal ini terbukti saat bibit SS Sakato dicoba untuk ditanam di Aceh.

“Orang di Aceh itu kasih tahu saya. Saat di sana cuaca ekstrem, varietas lain banyak yang tumbang. Sementara SS Sakato tetap bertahan normal,” tuturnya lagi.

Meski demikian, ia berharap adanya teknologi yang dapat mengurangi biaya produksi serta mencegah gagal panen karena potensi kemarau panjang.

“Harapan kami, ada teknologi yang dapat membantu pemakaian pestisida. Sebab, biayanya cukup tinggi. Selain itu, sekarang kemarau, tanah kering. Kami punya sungai di bawah lahan sekitar 500 meter, tapi tak ada alat untuk mengangkatnya ke atas,” ucapnya lagi.

Ada pun Kasi Pembenihan dan Perlindungan Dinas Pertanian Kabupaten Solok Mus Mulyadi menjelaskan, benih SS Sakato memang sudah disertifikasi dan berlabel. Sehingga dengan demikian bisa dijual keluar daerah.

“Ini potensi bagi kita, khususnya bagi penangkar, bisa menjual benih dan memang telah dikenal di luar Sumbar. Sekarang ada delapan penangkar,” ucapnya.

Untuk melindungi penangkar SS Sakato, katanya lagi, mutlak diperlukan label. Saat ini, terdapat label biru atau nomor empat yang bisa diedarkan sebagai benih. Kemudian, ada label ungu, label kuning, dan label putih (tertinggi) sebagai sumber benih, yang menandakan benih itu ialah benih asal dan murni dari Kabupaten Solok.

“Untuk tetap menjaga sertifikasi dan label itu, maka diawasi oleh Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan Holtikutura Sumbar,” katanya menutup. (*)

Exit mobile version