Ekonomi

OJK Sumbar Tepis KUR Pertanian Rendah

×

OJK Sumbar Tepis KUR Pertanian Rendah

Sebarkan artikel ini
Pertanian
PALING POTENSIAL-Petani tengah memetik tomat di kawasan perladangan tomat di Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Kamis (10/12/2020). Sektor pertanian menjadi sektor yang nyaris tak terdampak oleh pandemi Covid-19 dan terus menjadi penyangga utama perekonomian di Sumbar. TIO FURQAN

PADANG, hantaran.co — Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumbar, Misran Pasaribu, memastikan bahwa penyaluran penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) bagi para petani di Sumbar adalah yang terbesar di luar Pulau Jawa. Ia juga menegaskan bahwa penyaluran ke sektor pertanian tetap menjadi prioritas pemerintah ke depan.

“Sumbar termasuk yang terbanyak alokasi KUR pertaniannya di Indonesia, itu sekitar Rp1,2 triliun. Rincinya, Rp1 triliun dari bank konvensional, ditambah Rp200 miliar dari syariah. Saya rasa, KUR syariah di Sumbar ini juga sejarah baru. Di luar Jawa, ini (Sumbar) yang tertinggi,” kata Misran kepada Haluan, Senin (15/2/2021).

Besarnya porsi alokasi KUR untuk sektor pertanian di Sumbar, kata Misran lagi, menandakan kepercayaan dari pemerintah, yang dipicu oleh pengalokasian KUR pada tahun-tahun sebelumnya terealisasi dengan baik.

Dalam rangka menjawab harapan Pemprov Sumbar agar KUR sektor pertanian lebih ditingkatkan dan tepat sasaran, Misran menilai sosialisasi penyaluran KUR menjadi faktor penting. Ini ditujukan agar masyarakat semakin mengerti perihal KUR serta syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk mendapatkannya.

“Jika sosialisasi ini dilakukan secara lebih baik dan lebih masif, maka tahun-tahun depan alokasinya bisa jadi dua kali lipat lebih banyak,” ujarnya lagi.

Misran menjelaskan, bahwa penyaluran KUR untuk sektor pertanian terbagi dalam tiga bentuk. Pertama, KUR mikro yang biasanya tidak memerlukan agunan atau jaminan. Kedua, KUR kecil di mana pihak bank membutuhkan agunan atau jaminan. Serta ketiga, KUR klaster yang dapat disalurkan melalui kelompok/kalster petani yang ada di masyarakat.

“Patut dipahami, agunan diperlukan untuk KUR agar ada jaminan pinjaman bisa dikembalikan. Agar petani ada rasa tanggung jawab juga. KUR ini kan bukan sumbangan pemerintah, tetapi uang bank yang disubsidi bunganya. Misal, bunga kredit 12 persen, maka 6 persen dibayarkan pemerintah. Tujuannya untuk meringankan beban masyarakat, tapi dalam hal ini memang perlu agunan,” tuturnya lagi.

Namun jika petani tidak memiliki agunan untuk mengajukan KUR, sambung Misran, maka yang bersangkutan bisa mengajukan KUR klaster. “Misalnya, di Bank Nagari ada klaster petani, BRI punya klaster kerapu, dan lain-lain. Bagusnya datangi bank langsung, sehingga prosesnya lebih enak dan pengurusannya bisa dibantu,” katanya.

Misran juga menegaskan, bahwa penyaluran KUR untuk sektor pertanian tetap menjadi prioritas pemerintah pada 2021. Bahkan, penyaluran KUR ke sektor ini mendapatkan porsi terbesar kedua karena pertanian memang menjadi sektor penopang utama perekonomian di tengah pandemi Covid-19. “Tanpa ditekan pun, semua perbankan tetap akan memprioritaskan sektor pertanian. Sebab, sektor ini lampu hijau pemulihan ekonomi saat pandemi,” ucapnya menutup.

Harapan Pemprov Sumbar

Sebelumnya diberitakan, Pemprov Sumbar meminta perbankan agar lebih meningkatkan aktivitas penyaluran kredit bagi petani, yang dinilai masih rendah dan sebagian tidak tepat sasaran. Berdasarkan data OJK Sumbar sendiri, sektor pertanian menerima 21 persen dari seluruh kredit bagi UMKM pada tahun 2020.

Kepala Dinas Pangan Sumbar, Efendi, kepada Haluan menyebutkan, dalam empat tahun terakhir pihaknya terus menyorot rendahnya penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) bagi para petani di Sumbar. Selain itu, penyaluran kredit bagi petani tampak lebih banyak dinikmati oleh para pengepul hasil produk pertanian.

“Sehingga tak jarang, petani baru mau menanam, tapi sudah dapat pinjaman dari pengepul hasil pertanian. Nanti, harga pengepul ini yang menentukan. Itu fakta lapangannya. Kami melihat, KUR lebih banyak menyasar para pengepul, dan bukan petani. Meski ada perbaikan dalam empat tahun terakhir, tapi tidak signifikan,” kata Efendi.

Belum lagi, sambungnya, petani kecil kerap kali kesulitan untuk mengakses kredit karena pihak bank meminta agunan atau jaminan seperti sertifikat. Sementara itu, kredit bagi pengepul yang jumlahnya jauh lebih besar ketimbang pengajuan kredit bagi petani kecil, tampak tidak memerlukan syarat-syarat yang sulit.

“Oleh karena itu, jumlah petani kita yang menikmati KUR ini masih termasuk yang terendah di Indonesia. Ini sudah berulang kali jadi catatan dan dipertanyakan pusat, dan sampai kapan pun akan tetap disorot selama belum ada pembenahan dari perbankan,” katanya lagi. (*)

Yesi/hantaran.co