Mahyeldi-Audy Unggul 2,13 Persen

Pilgub Sumbar

REKAPITULASI SUARA—Petugas bersama komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat di tengah proses rekapitulasi perolehan suara Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar di Hotel Mercure Kota Padang, Minggu (20/19/2020). IRHAM

PADANG, hantaran.co — KPU Sumbar menuntaskan proses rekapitulasi perolehan suara Pilgub 2020 pada Minggu (20/12/2020) malam. Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 4 Mahyeldi-Audy Joynaldi melalui pleno ditetapkan meraih suara tertinggi, dengan 726.853 suara (32,43%) dari total 2.241.292 suara sah.

Mahyeldi-Audy unggul 2,13 persen atau 47.784 suara dari pesaing terdekatnya, Paslon Nomor Urut 2 Nasrul Abit-Indra Catri yang meraih 679.069 suara (30,30%). Di tempat ketiga, Paslon Nomor Urut 1 Mulyadi-Ali Mukhni meraih 614,477 suara (27,42%). Sementara itu Paslon Nomor Urut 4 Fakhrizal-Genius Umar berada di posisi empat dengan raihan 220.893 suara (9,86%).

Dari 3.719.429 Daftar Pemilih Tetap (DPT) ditambah 31.201 Daftar Pemilih Tambahan untuk Pilgub Sumbar, sebanyak 2.313.278 (61,68%) pemilih menyalurkan haknya di 12.548 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersedia. Setelah direkapitulasi, sebanyak 2.241.292 suara (96,89 persen) dinyatakan sah, dan 71.986 suara (3,11 persen) dinyatakan tidak sah.

Pantuan Haluan, penetapan perolehan suara Pilgub sempat diwarnai aksi penolakan menandatangani Berita Acara Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pilgub Sumbar Tingkat Provinsi oleh tiga saksi dari setiap Paslon.

Ketiga saksi itu antara lain, Gusrial selaku saksi dari Paslon Nomor Urut 1, Roni TN selaku Saksi Paslon Nomor Urut 2, dan Hamidi Ambran selaku saksi Paslon Nomor Urut 3. Penolakan didasari dugaan-dugaan pelanggaran sepanjang berlangsungnya Pilkada yang dilakukan oleh penyelenggara, sehingga berdampak pada perolehan suara para Paslon.

Salah satunya, terkait pernyataannya Komisioner KPU Sumbar Izwaryani pada sebuah pemberitaan, yang menyebutkan pencalonan Cagub Mulyadi dapat dibatalkan, jika kemudian terbukti bersalah melakukan kampanye di luar jadwal. Pernyataan itu dinilai dapat menggiring opini publik, sehingga memutuskan untuk tidak memilih Mulyadi.

Terkait penolakan tersebut, Ketua KPU Sumbar Yanuk Sri Mulyani menegaskan hal itu tak akan mempengaruhi penetapan rekapitulasi hasil yang telah tuntas diselenggarakan. Menurutnya, dengan telah ditandatanganinya berita acara oleh salah satu saksi, yaitu dari saksi paslon 4, maka hal itu sudah cukup sebagai dasar penetapan rekapitulasi.

“Untuk mempengaruhi penetapan calon, ini tidak akan ada pengaruhnya, ya. Karena memang apa yang kita tetapkan berdasarkan rekap tadi, ini sudah kita tetapkan dan kita putuskan dalam pleno,” kata Yanuk kepada Haluan.

Ada pun terkait pelaporan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Yanuk menyebutkan setiap paslon memiliki waktu selama tiga hari kerja sejak diumumkannya hasil rekapitulasi penghitungan suara. “Jika ada keberatan, setiap paslon punya hak untuk mengajukan sengketa ke MK, dan itu dipersilakan,” ujarnya.

Selama proses rekapitulasi, juga terjadi silang pendapat antara KPU Sumbar, saksi Paslon, dan Bawaslu Sumbar terkait penyerahan hasil rekapitulasi dari empat daerah yang tidak menggunakan kotak. Empat daerah itu antara lain, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Solok, dan Kabupaten Solok Selatan. 

Komisioner KPU Sumbar Izwaryani kepada Haluan mengatakan, meskipun tak menggunakan kotak, penyerahan hasil dari empat KPU setempat telah menggunakan sampul serta disegel. “Itu juga tidak bisa mempengaruhi hasil. Akan tetap sama. Keberatan itu telah kami jawab dan pihak-pihak yang berkeberatan dapat menerima,” katanya.

Izwaryani menyebutkan, rapat pleno berlanjut ke hari kedua karena terdapat 8 kotak dari kabupaten dan kota yang belum dirampungkan rekapitulasinya pada hari pertama. “Meski kita sudah punya sirekap, pemeriksaan secara manual kembali tetap dilakukan. Itu yang menyebabkan lanjut ke hari kedua,” katanya menutup.

Di sisi lain, Ketua Bawaslu Sumbar Surya Efitrimen kepada Haluan mengatakan, terkait empat daerah yang menyerahkan hasil rekapitulasi tingkat kabupaten dan kota tanpa menggunakan kotak, sudah dijelaskan oleh KPU dan tidak menimbulkan persoalan yang berlarut-larut.

“Keberatan saksi Paslon sudah dijelaskan oleh KPU Sumbar, dan mereka menerima penjelasan itu, sehingga rapat pleno kembali dilanjutkan untuk menetapkan hasil,” katanya di sela-sela rapat pleno.

Tak Berpeluang ke MK

Dari hasil rekapitulasi perolehan suara tersebut, muncul jarak 2,13 persen antara paslon Mahyedi-Audy yang unggul atas paslon Nasrul Abit-Indra Catri. Dengan total penduduk Sumbar yang lebih dari 2 juta jiwa, secara aturan telah tertutup peluang untuk mengajukan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengajar Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Dr. Asrinaldi menyebutkan, gugatan hasil Pilgub ke MK untuk daerah dengan jumlah penduduk maksimal 2 juta jiwa, baru bisa dilakukan saat selisih suara maksimal 2 persen. Sementara itu untuk provinsi dengan jumlah penduduk 2 hingga 6 juta jiwa, selisih maksimal yang dipersyaratkan adalah 1,5 persen.

Jumlah penduduk Sumbar sendiri sekitar 5,1 juta jiwa, sehingga selisih suara 2,13 persen dalam Pilgub Sumbar tak cukup syarat untuk dibawa ke MK. “Jarak suara pemenang, Mahyeldi-Audy, dengan Nasrul Abit-Indra Catri 2 persen lebih, jika dilihat aturan MK, itu tidak memenuhi syarat awal gugatan,” kata Asrinaldi. (*)

Riga/hantaran.co

Exit mobile version