Luas Perhutanan Sosial Sumbar Capai 228 Ribu Hektare

luas perhutanan sosial sumbar

Ilustrasi hutan sosial sumbar

PADANG, hantaran.co- Luas perhutanan sosial di Sumbar capai 228 ribu hektare. Program ini dimulai sejak 2009 yang sudah dikelola masyarakat. Hal ini disampaikan oleh sekretaris Dinas Kehutanan Sumatera Barat, Dr. Ferdinal Asmin, saat ditemui Hantaran.co di kantornya, Selasa, (9/3).

Perhutanan sosial sendiri merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat.Pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

“Sejauh ini, setiap tahun kami selalu punya program di daerah yang nantinya masyarakat akan mendapatkan hak kelola hutan langsung dari kementerian dengan prosedur yang cukup panjang. Masyarakat akan mengelola lahan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan komoditi daerahnya masing-masing,” ujar Ferdinal.

Ia menyampaikan dari luas 2,3 juta hektare hutan yang terbentang di daratan Sumbar, 1,5 juta hektare berada di bawah kewenangan Dinas Kehutanan. Dan 30 persen darinya, (luas perhutanan sosial Sumbar) sudah dikelola oleh masyarakat. Tutupan hutan saat ini seluas 1,8 juta hektare. Tutupan hutan ini berpotensi berubah, misalnya dengan adanya kerusakan atau kebakaran, alih fungsi hutan menjadi jalan, lahan perkebunan dan pertanian.

Skema yang ada dalam perhutanan sosial adalah hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman, hutan adat, kemitraan kehutanan. Di daerah Sumbar, disebutkan Ferdinal bahwa masyarakat sudah mendapatkan hak kelola perhutanan sosial kecuali di daerah Kota Solok dan Kota Bukittinggi.

“Setiap tahun kita selalu mencanangkan program ini. Hingga saat ini, semua daerah sudah mendapatkan hak kelola kecuali Kota Solok dan Bukittinggi. Karena daerah ini memang tidak mempunyai kawasan hutan yang dapat dikelola,” ujarnya.

Ferdinal menyebutkan harapannya dengan adanya program perhutanan sosial ini, dapat menumbuhkan perekonomian masyarakat setempat.

“Kita berharap masyarakat yang terlibat bisa memanfaatkan peluang ini sebaik mungkin untuk mengangkat perekonomian di pedesaan,” harapnya.

Dikatakannya nanti hutan sosial itu dikelola dengan beberapa produk hulu dan hilir. Seperti pengolahan hasil hutan bukan kayu yaitu gula aren, gula semut, madu, coconut oil, durian, nangka, serai wangi, kopi, coklat, pala dan lain-lain.

Selain itu perhutanan sosial berpotensi dikembangkan untuk menjadi ekowisata diantaranya Hutan Kemasyarakatan (Hkm) Sungai Tuo Kabupaten Sijunjung, Hutan Nagari Taram Kabupaten Limapuluh Kota, Hutan Nagaru Sungai Buluah Padang Pariaman dan Hutan Nagari Pasia Laweh di Kabupaten Agam.

(Darwina/Hantaran.co)

Exit mobile version