Lara Jasa Angkutan di Tengah Wabah

: Das, tengah mengecek fungsi wiper bajaj di kawasan Air Tawar Kota Padang, Jumat (16/10). Selama pandemi Covid-19, Das mengaku penghasilan dari angkutan bajaj menurun drastis, bahkan bisa seharian tanpa penumpang. IRHAM

OLEH : Riga Firdaus Asril dan Fardianto

“Sudah empat hari saya tidak dapat penumpang. Padahal karena Covid-19 ini pengeluaran bertambah, termasuk untuk beli pulsa paket data agar anak-anak tetap bisa belajar di rumah. Kalau bantuan dari pemerintah, sampai sekarang belum ada.”

Begitulah sepenggal kalimat bermuatan pasrah yang dilontarkan Roni (51), salah seorang kusir bendi yang ditemui Haluan di salah satu sudut Pasar Raya Padang, Senin (19/10). Bersama Roni, ratusan atau mungkin ribuan penyedia jasa angkuta di Kota Padang, atau bahkan di seluruh Indonesia, memiliki kisah tak jauh berbeda di tengah gempuran wabah.

Ayah empat anak itu bercerita, sebelumnya keberadaan bendi sendiri sudah tergerus waktu dan perubahan zaman. Perkembangan teknologi yang pesat membuat banyak orang ingin bergerak cepat. Sehingga, yang tersisa bagi banyak kusir bendi di Kota Padang adalah pelanggan setia yang rata-rata adalah pedagang di pasar raya, atau sebagian orang yang sengaja berbendi ria untuk keperluan wisata keliling kota.

“Ada juga sekitar puluhan bendi yang bertahan di tengah Covid-19 ini. Biasanya jika tak ada Covid-19. Sehari ini kami bisa dapat Rp100 sampai Rp150 ribu dalam sehari penuh. Tapi setelah Covid-19 ini tiba, susah betul dapat penumpang. Kadang pulang hanya bawa Rp50 ribu. Ini sudah empat hari saya tak bawa uang,” kata Roni sambil mengendalikan kuda.

Kadang, Roni mengaku iri pada rekan sesama kusir yang sudah punya pelanggan tetap. Sehingga, dalam sehari bisa dikatakan pasti membawa uang ke rumah. Sementara dirinya tak punya pelanggan tetap dari kalangan pedagang Pasar Raya Padang. Sehingga, ia hanya bertahan menunggu “penumpang tiba-tiba”.

Belum lagi kata Roni, kebutuhan hidup di tengah pandemi Covid-19 makin bertambah. Sementara ia sampai sekarang belum mendapatkan bantuan apa-apa dari pemerintah, meski sebelumnya pernah didata oleh Ketua RT tempat ia berdomisili. Namun, data tinggal data, bantuan tak kunjung tiba.

“Saya bekerja sendiri. Istri di rumah bersama dua anak. Satu kelas 3 SMP, satu lagi kelas 5 SD. Keduanya perlu pulsa untuk belajar dengan internet. Kata teman saya ada pulsa untuk anak sekolah, tapi anak-anak saya belum dapat. Bantuan Covid juga tidak dapat meski sudah melengkapi syarat. Kata Ketua RT di tahap kedua dapatnya, tapi sampai sekarang masih belum,” tuturnya pasrah.

Bajaj Datang, Corona Menghadang

Kisah lara tak jauh beda ikut dirasakan Das (55), supir angkutan bajaj yang biasa mangkal di sekitaran Kampus Universitas Negeri Padang Air Tawar. Menurutnya, kejadian Covid-19 sangat berpengaruh dalam upayanya memenuhi kebutuhan harian. Terlebih, transportasi bajaj modern di Kota Padang baru diluncurkan tahun ini setelah sekian lama menghilang.

“Karena Covid ini, pendapatan saya hanya Rp5 sampai Rp30 ribu saja dalam sehari. Orang belum begitu terbiasa dengan bajaj dan masih lebih memilih angkot atau angkutan online. Ya wajar saja, tapi karena Covid-19 ini, pendapatan saya sangat berkurang. Seharian tanpa penumpang itu sudah biasa bagi saya,” kata Das kepada Haluan, Jumat (16/10).

Menurut Das, dari 35 bajaj modern yang ada di Kota Padang saat ini, baru 10 unit bajaj yang mendapatkan izin operasi, termasuk bajaj yang dikemudikan mantan supir truk sawit tersebut. Sejak wabah Covid-19 datang, Das mengaku hanya berharap penumpang yang turun dari travel, yang datang dari arah Bukittinggi atau Pasaman.

“Tapi ada juga beberapa mahasiswa yang menelfon langsung. Untuk tarif, tawar menawar saja. Kalau cocok, kita jalan. Tapi ya begitulah, sejak Covid-19 ini semua jadi susah. Padahal saya harus menghidupi istri dan empat anak. Belum lagi setiap bulan harus membayar sewa bajaj Rp1.5 juta,” ucapnya.

Senada dengan Das, kesulitan mendapatkan penumpang turut dirasakan oleh Ali Ishaq (31), supir angkot jurusan Pasar Raya Padang-Lubuk Buaya. Menurutnya, pandemi Covid-19 yang berujung peniadaan aktivitas belajar di sekolah sangat berdampak pada turunnya pendapatan angkutan kota (angkot).

“Kalau angkot ini mayoritas yang naik kan anak sekolah. Tapi, sekarang sekolah di rumah, tentu kami kehilangan penumpang. Biasanya bisa delapan trip dalam sehari, sekarang hanya dua sampai tiga trip. Penghasilan biasanya Rp600 hingga Rp700 ribu, sekarang paling tinggi Rp300 ribu,” kata Ali.

Masih Bersyukur

Meski pendapatan terjun bebas karena Covid-19, Ali Ishaq mengaku tetap beruntung karena “juragan” atau pemilik angkot yang ia bawa secara bijak menurunkan kewajiban uang setoran. Jika normalnya Ali mesti menyetor Rp150 ribu, tetapi sejak Mei lalu ia hanya diwajibkan menyetor Rp50 ribu setiap sehari pada juragan.

Alhamdulillah, juragan mengerti dengan keadaan. Setelah membayar setoran dan isi bensin mobil, sat penumpang banyak seperti akhir pekan, saya masih bisa bawa uang pulang Rp100 ribu. Kalau di hari biasa, Rp50 ribu saja,” kata Ali Ishaq menutup.

Rasa syukur serupa juga dituturkan Sofyan (60), seorang supir becak yang biasa mangkal di dekat Hotel Basko dan Basko Grand Mal. Meski pendapatannya jauh berkurang sejak pandemi Covid-19 datang, ia tetap bersyukur masih bisa memenuhi kebutuhan dari hidup karena terdata sebagai peserta Program Keluarga Harapan (PKH).

Sofyan mengaku, ia masih bersyukur karena segala yang ia dapat dengan bekerja kini hanya fokus untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum. Sementara untuk kebutuhan papan berupa rumah tempat tinggal dan kebutuhan pendidikan, ia tak lagi mempunyai tanggungan.

“Alhamdulillah sudah dapat tinggal di rumah sendiri. Anak juga sudah tamat kuliah di UNP Jurusan Teknik Elektro. Jadi, penghasilan yang menurun saat ini, fokus untuk dapur saja. Dalam sehari dapat sekitar Rp50 ribu dan paling banyak Rp100 ribu. Kalau mengeluh, ya, tak ada gunanya juga. Saya kerja saja, hasilnya serahkan sama Tuhan,” kata Sofyan.

Dishub Sukses Jalankan Prokes

Kepala Bidang (Kabid) Angkutan Dishub Kota Padang Jopi Satrios mengatakan, hingga kini tidak ada ketentuan pemberian insentif kepada para supir angkutan umum dan sejenisnya yang penghasilannya terdampak setelah dilakukan pembatasan penumpang. Namun, pemerintah telah menyediakan bantuan berdasarkan data keluarga.

“Bantuannya bukan berdasarkan sektor pekerjaan. Insentif khusus untuk supir dan sejenisnya memang tidak ada,” katanya kepada Haluan.

Menurut Jopi lagi, sejauh ini pelaksanaan protokol kesehatan (prokes) di sektor angkutan umum di Kota Padang berjalan cukup sukses. Terutama dalam hal pembatasan jumlah penumpang di angkot. Hingga kini, pihaknya belum menemukan angkutan umum yang melakukan pelanggaran batas penumpang.

“Sekarang itu hanya boleh terisi 50 persen dari kapasitas. Meski tak ada pelanggaran dari jumlah penumpang, tapi tetap ada beberapa penumpang yang abai dalam memakai masker. Itu yang terus kami imbau agar dipatuhi,” tutup Jopi. (*)

Exit mobile version