Jurnalis Asing Sebut Indeks Pers RI Bakal Makin Parah Setelah Ada KUHP

JAKARTA, hantaran.co – Jurnalis asing yang bekerja di media Australia mengkhawatirkan indeks kebebasan pers di Indonesia bakal kian terpuruk setelah KUHP diresmikan.

Di awal komentarnya di Twitter, jurnalis bernama Max Walden itu membahas indeks kebebasan pers Indonesia yang sudah terpuruk.

Dikutip CNN Indonesia, berdasarkan data Reporter Without Border (RFS) yang ia rujuk, kebebasan pers di Indonesia berada di peringkat 117 dengan skor 48,27.

Posisi itu menurun dari tahun sebelumnya, yang berada di peringkat 113 dengan skor 62,6.

“Bukan penilaian yang bagus untuk negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, yang saat ini menjadi tuan rumah Forum Demokrasi Bali,” ujar Walden.

Ia kemudian berujar, KUHP baru dengan semua pertimbangannya akan memperburuk situasi.

Menurut catatan RFS, satu jurnalis Indonesia dibui sepanjang 2022. Mereka juga menggarisbawahi jurnalis yang menyelidiki kasus korupsi kerap mengalami intimidasi polisi atau tentara.

“Intimidasi itu mulai dari penangkapan, hingga kekerasan fisik. Ini menyebabkan tingkat sensor tinggi,” demikian pernyataan mereka.

RFS juga menyatakan iklim pers di Indonesia berbahaya bagi jurnalis yang meliput masalah lingkungan, terutama yang mempengaruhi kepentingan pribadi dan didukung pejabat lokal.

Tak hanya disorot jurnalis asing, PBB pun turut mengkritik pasal-pasal dalam KUHP baru.

Perwakilan PBB di Indonesia menyoroti KUHP yang sudah disahkan tak sesuai dengan kebebasan, hak asasi manusia, dan hak atas kesetaraan, serta berpotensi melanggar kebebasan pers.

“Beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers,” ujar PBB dalam pernyataannya.

Pakar Hak Asasi Manusia PBB bahkan sempat menyurati Indonesia pada 25 November lalu, kurang dari dua pekan sebelum KUHP disahkan.

Diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan KUHP itu pada Selasa. Sejak masih digodok, padahal aturan ini sudah menuai banyak kritikan dari kalangan akademisi, aktivis, bahkan pemerintah luar negeri.

Dalam KUHP itu juga tercantum soal larangan penyiaran, penyebarluasan berita, atau pemberitahuan yang diduga bohong. Pasal ini dianggap bisa menyasar pers atau pekerja media.

Pada Pasal 263 Ayat 1 tertulis:

“Seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.”

Di ayat berikutnya, ayat 2 tertulis:

“Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda Rp200 juta.”

KUHP baru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tak pasti dan berlebihan, seperti di pasal 264:

“Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta.”

hantaran/rel

Exit mobile version