Gempa Bisa Pengaruhi Cekungan Siberut

Gempa. Ilustrasi

PADANG, hantaran.co — Gempa bermagnitudo 5,2 skalarichter (SR), Rabu (5/8) pukul 06.51 WIB dengan pusat perairan Pesisir Selatan (Pessel) cukup menyentak warga di sebagian Sumbar, terutama di Pessel, Kota Padang, dan sekitarnya. Kewaspadaan terhadap gempa mesti terus dijaga, terlebih gempa juga menyebabkan makin tingginya cekungan di Siberut yang menyimpan energi besar.

Kepala Pusat Monitoring Bencana dan Observasi Bumi Universitas Negeri Padang (UNP), Pakhrur Razi, mengatakan, gempa bumi yang berpusat di Pantai Barat Sumatera itu merupakan gempa tektonik dan tidak berpotensi tsunami. Setelah diamati, gempa bumi tersebut merupakan jenis gempa bumi dangkal, yang terjadi akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah lempeng Eurasia.

“Meski tidak berpotensi tsunami, masyarakat tetap mesti waspada. Terlebih, jika gempa terjadi dengan durasi cukup lama dan kuat. Sebab ada saja kemungkinan disusul tsunami. Selain itu, di rumah sebaiknya siaga lampu emergency, karena gempa bumi yang cukup kuat bias berakibat listrik padam. Sehingga saat gempa terjadi di malam hari, masyarakat kesulitan keluar dari rumah,” katanya kepada Haluan, Rabu (5/8/2020).

Pakhrur menambahkan, sebetulnya gempa yang terjadi di Sumbar dalam dua tahun belakangan, rata-rata memang berkekuatan 4 hingga 5,5 SR, serta berpusat di sesar Sumatera dan Mentawai. Selain itu, ia menganalisis bahwa gempa yang terjadi di Sumbar memiliki kecenderungan bisa ditebak.

“Artinya, kita bisa memprediksi. Jika dalam beberapa waktu terakhir gempa terjadi di Aceh, lalu di Medan, Nias, dan baru-baru ini juga gempa di Padang Panjang. Lalu sesudah itu, gempa terjadi di Bengkulu dan Lampung. Jadi, saat daerah di sekeliling kita sudah terjadi gempa, maka akan ada kemungkinan gempa juga akan terjadi di daerah kita,” katanya lagi.

Hal yang perlu diwaspadai, katanya lagi, adalah cekungan yang terdapat di perairan Siberut. Pakhrur mengatakan, cekungan yang terdapat di Seberut semakin tinggi setiap tahunnya. Terlebih, siklus gempa 200 tahunan Mentawai yang memiliki energy guncangan sangat kuat, diprediksi beberapa pengamat hingga saat ini belum terjadi.

“Patut diwaspasai, bahwa gempa juga mengakibatkan terjadinya longsor bawah laut, seperti yang terjadi  di Palu. Jika longsor bawah laut terjadi, maka ada kemungkinan terjadi tsunami usai gempa. Gempa berkekuatan lebih dari 6 SR berpotensi mengakibatkan longsor bawah laut, terlebih jika pusat gempanya berada tepat di cekungan,” katanya menutup.

Hal senada disampaikan Pakar Gempa Bumi dari Universitas Andalas (Unand) Badrul Mustafa Kemal. Ia menyebutkan, jika dilihat dari episentrum gempa yang lebih dekat ke Sumatera dan berada di kedalaman yang dangkal, maka memang tidak akan berpotensi tsunami. Namun yang mengkhawatirkan, jika gempa terjadi di megathrust, tertutama yang berpusat di segmen Siberut.

“Gempa yang terjadi hari ini juga sudah berulang kali terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Jika gempa terjadi di lepas pantai, maka perlu diwaspadai. Sebab gempa tersebut dapat berpotensi tsunami, seperti yang terjadi pada 25 Oktober 2010 lalu di Mentawai,” kata Badrul kepada Haluan.

Badrul menambahkan ,potensi gempa dengan kekuatan besar masih dapat terjadi, terlebih cekungan yang terdapat di Siberut. Namun, kata Badrul, energi besar megathrust, jika dilepas sedikit demi sedikit dengan terjadinya gempa-gempa kecil, hal itu akan jauh lebih baik.

“Potensi itu pasti ada, karena belum seorang pun pakar yang dapat memastikan kapan itu akan terjadi. Bisa jadi energi besar yang tersimpan dapat terjadi pada satu waktu sekaligus. Bisa juga dengan gempa-gempa berkekuatan kecil, tetapi sering,” katanya lagi.

Namun hal itu berbeda dengan gempa yang terjadi di darat. Menurut Badrul, jika gempa berpusat di patahan semangko, akan lebih mengkhawatirkan dibanding dengan gempa yang berpusat di perairan. Sebab, gempa di darat biasanya lebih dangkal dan dekat dengan permukiman warga.

“Biasanya gempa yang terjadi di darat bekisar antara kedalaman 25 hingga 50 kilometer. Semakin dangkal semakin berbahaya, sebab kerusakan akan lebih banyak dan luas. Bahkan, dengan gempa berkekuatan 5 SR saja, akan sangat berbahaya jika dibanding gempa berkekuatan yang sama di dasar laut,” jelasnya lagi.

Selain itu, jika episentrum gempa berada di dasar laut, kata Badrul, baru akan mengkhawatirkan jika bermagnitudo lebih dari 7 SR, sebab itu akan menimbulkan potensi terjadinya tsunami. “Namun, di darat, gempa dengan kekuatan 5 SR saja sudah berisiko besar, walaupun risiko tsunaminya tidak ada,” katanya menutup.

BPBD : Tetap Waspada

Sekaitan dengan kejadian gempa Rabu pagi yang cukup menyentak warga, Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Sumbar Erman Rahman memberikan imbauan agar warga tetap tenang, tetapi tetap dalam kondisi siap siaga menyikapi berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Pihaknya, diakui akan terus memantau dan bersiaga jika hal-hal tak diinginkan kemudian terjadi.

“Kami di BPBD selalu siaga, meski pun di sisi lain kita juga tengah berhadapan dengan bencana nonalam Covid-19. Namun jangan ragu, kesiapsiagaan BPBD selalu tingkat tinggi untuk menyikapi potensi bencana alam. Terpenting, warga ikut bersiaga, tenang, tapi tetap waspada. Terima informasi hanya dari sumber terpercaya di pemerintahan. Jangan termakan hoaks saat terjadi bencana,” kata Erman kepada Haluan.

Sebelumnya, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono lewat pesan tertulis kepada Haluan mengatakan, gempa bumi yang terjadi pukul 06.51.10 WIB wilayah Samudera Hindia Pantai Barat Sumatera merupakan gempa tektonik. Hasil analisis BMKG menunjukkan episenter gempa bumi terletak pada koordinat 1,66 LS dan 100,25 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 49 km Barat Daya Pesisir Selatan, Sumbar dengan kedalaman 41 Km.

“Guncangan gempa bumi ini dapat dirasakan di Pesisir Selatan, Padang, Pariaman, Padang Pariaman, Padang Panjang, Bukittinggi, Agam. Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut. Serta hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami,” kata Rahmat.

Rahmat mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, masyarakat juga diimbau menghindar dari bangunan yang retak atau yang telah rusak. “Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal masing-masing cukup tahan gempa, atau tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang dapat membahayakan kestabilan bangunan sebelum memutuskan untuk kembali ke dalam rumah,” sebutnya lagi.

Riga/hantaran.co

Exit mobile version