Babak Belur Dihajar Massa Saat Demo, Ade Armando Bukan Kaleng-kaleng!

JAKARTA, hantaran.co – Hingga kini Ade Armando terus menjadi ‘bintang’ pasca peristiwa demonstrasi BEM SI (11 April 2022) yang menolak isu tiga periode terkait masa jabatan presiden dan menuntut turunkan sejumlah harga.

Dikutip dari WE Online, Dosen Komunikasi Universitas Indonesia (UI) itu, terus menjadi pusat pemberitaan media massa dan jagat maya. Justru isu utama yang disuarakan demonstran tenggelam oleh hebohnya insiden pengeroyokan Ade Armando.

Bahkan, tidak ada satu pun nama tokoh atau mahasiswa yang mencuat pasca demo tersebut. Hanya Ade, Ade, dan terus saja Ade Armando.

Diketahui, peristiwa 11 April itu dimana aksi demonstrasi terpusat di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. Ade Armando yang turut hadir ditengah-tengah mahasiswa saat itu, mengaku menolak masa jabatan presiden tiga periode.

Namun, akibat Ade Armando berada di tengah-tengah demo besar itu, ada sekelompok massa yang membencinya dan mengeluarkan kata-kata kasar, kemudian mereka menggebuki Ade seperti orang kesetanan.

Ade dikeroyok, dipukuli, diinjak-injak, hingga dilucuti pakaiannya dan hanya tinggal celana dalam saja.

Pegiat media sosial itu lantas diamankan pihak kepolisian dari amukan massa, ia dipisahkan dari kerumunan massa yang tampak membabi buta, dan segera dilarikan ke rumah sakit. Ia di diagnosis mengalami pendarahan di otak, kandung kemih, hingga muntah darah.

Lantas siapa Ade Armando?

Ade Armando lahir di Jakarta pada 24 September 1961 dari pasangan Jus Gani dan Juniar Gani.

Nama Ade Armando memang populer di jagad medsos. Wajahnya sering muncul sebagai narasumber di televisi. Terlebih yang menyangkut Jokowi.

Ade juga rutin menyuarakan isi kepalanya di Tjokro TV yang ditayangkan di YouTube.

Diketahui, Ade Armando pendukung terdepan Presiden Jokowi dan sangat pro dengan pemerintahan. Sebaliknya, ia adalah penentang gigih kelompok Islam garis keras.

Apalagi ketika menghadapi FPI (Front Pembela Islam) dan HTI (Hisbut Tahrir Indonesia). Di matanya tidak ada sisi baik sama sekali pada dua aliran Islam yang dianggap bertentangan dengan Pancasila itu.

Ayah Ade Armando seorang tentara dengan pangkat terakhir, Mayor. Jabatannya adalah atase militer di dua negara ASEAN.

Tapi Sang Ayah harus diberhentikan setelah terjadi pemberontakan G-30-S/PKI di tahun 1965. Mungkin dianggap terlalu Sukarnois yang harus dibersihkan oleh Orde Baru.

Bahkan, keluarga ini sampai harus merantau ke Malaysia untuk mencari penghidupan. Di Malaysia Ade kecil kerap dikucilkan oleh teman sebayanya karena tidak mahir berbahasa Inggris.

Kondisi itu membuatnya untuk giat belajar. Ade Armando meraih gelar sarjana di UI, kemudian pendidikan S2 ia tempuh di Florida State University, Amerika Serikat. Ia kembali ke UI guna merampungkan program S3 meraih gelar doktor.

Sang ayah sebenarnya ingin Ade jadi diplomat. Namun, ia memilih untuk jadi dosen komunikasi di UI, antara lain pernah mengajarkan mata kuliah global communication.

Kemampuan komunikasi dan ilmu jurnalistik Ade bukan kaleng-kaleng. Pria berdarah Minang ini pernah menjadi Redaktur di Harian Republika hingga tahun 1998. Diketahui, Ade Armando juga pernah menjadi anggota redaksi Jurnal Prisma pada 1988.

Kini di zaman media sosial, Ade terus menyuarakan akal sehat dan logikanya dalam berbagai isu yang viral di masyarakat.

Ade kemudian menggagas berdirinya ormas PIS (dibaca peace) atau Pergerakan Indonesia untuk Semua. Ade berdiri paling depan tanpa basa-basi menegakkan hukum logika.

Apa yang ada dalam pikirannya 100 persen ia ucapkan tanpa pandang bulu. Tidak ada yang disembunyikan. Hal itu membuatnya menjadi tokoh kontroversi. Ada yang pro, dan tak sedikit pula yang membencinya.

Meski telah babak belur dihajar massa, Ade Armando ogah mundur selangkah pun. Ia tetap konsisten dalam menyuarakan pikirannya.

“Jangan kalian pikir saya akan takut dan diam. Saya justru akan semakin gila setelah ini,” ujar Ade dengan lantang.

hantaran/rel

 

Exit mobile version