13 Gempa dalam Lima Hari

IBU KOTA PROVINSI— Lanskap atau bentangan alam Kota Padang, saat dipotret dari Bukit Gado-Gado beberapa waktu lalu. Sebagai satu dari tujuh daerah kota/kabupaten di kawasan pesisir Sumbar, warga Kota Padang diminta terus waspada menghadapi potensi kebencanaan. IRHAM

Saya rasa di Segmen Sipora-Pagai ini gempa besar belum akan terjadi dalam kurun kurang dari 100 tahun. Yang perlu diwaspadai itu Segmen Siberut, yang masih menyimpan dua per tiga energi. Kita memang hidup di daerah rawan gempa. Kita harus selalu menyadari potensi itu dan potensi dampaknya.

Dr. Badrul Mustafa Kemal, DEA

Pakar Gempa/Akademisi Universitas Andalas

PADANG, hantaran.co — BMKG mencatat 13 kali kejadian gempa dengan pusat getaran perairan Pagai Selatan, Mentawai, sejak 15 Oktober 2020. Empat di antaranya terjadi pada Senin (19/10) kemarin, yang dua di antaranya berkekuatan di atas 5 skalarichter (SR). Warga Sumbar diminta memupuk kesadaran terhadap potensi bencana, karena potensi gempa susulan selalu ada.

Kasi Informasi dan Data BMKG Stasiun Minangkabau Mamuri menerangkan, dua dari empat kali kejadian gempa pada Senin (19/10) terjadi dalam rentang waktu 16 menit. Gempa tersebut merupakan gempa tektonik dengan magnitudo (M) 5,8 dan M 5,7 yang dinilai terjadi karena aktivitas subduksi lempeng di perairan laut Pagai Selatan.

“Jika memperhatikan jenis dan mekanisme gempanya, itu jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng di Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai. Total ada empat kali gempa dengan di sekitar 33 kilometer barat daya Pulau Pagai Selatan, ada di kedalaman 13 kilometer dan 17 kilometer,” kata Mamuri.

Dari hasil analisis mekanisme sumber gempa yang dilakukan, kata Mamuri, menunjukkan bahwa gempa kali ini memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault). Getaran kedua gempa itu terasa hingga di Padang, Painan, Mentawai, dan Muko-Muko dengan skala getaran dirasakan nyata; dan di Bengkulu, Kepahiang, Bengkulu Utara dengan skala getaran ringan.

“Gempa ini tidak berpotensi tsunami. Oleh karena itu, kami mengimbau masyarakat agar tenang dan tidak terpengaruh isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” katanya menutup.

Potensi Susulan

Kejadian gempa yang getarannya cukup mengagetkan warga di Kota Padang itu, dinilai Pakar Gempa dari Universitas Andalas (Unand) Badrul Mustafa Kemal, masih berpotensi diikuti gempa susulan dengan skala magnitudo di bawah 7. “Gempa susulan di segmen ini sangat mungkin terjadi, dengan magnitudo kecil dari 7,” katanya kepada Haluan.

Namun demikian, Badrul Mustafa menyebutkan bahwa kejadian gempa tersebut memang berpusat di sekitar zona Megathrust Mentawai, khususnya segmen Sipora-Pagai. Sama halnya dengan beberapa kali rentetan gempa di daerah Muko-Muko Provinsi Bengkulu yang terjadi beberapa hari lalu.

“Beberapa kali terjadi gempa tektonik di Megathrust Mentawai sejak tgl 10 Oktober ini dengan magnitudo sekitar 5,0. Sebelum ini juga terjadi gempa pada tanggal 10, 15, 16, 17, dan 18 Oktober,” katanya lagi

Badrul menilai, seluruh kejadian gempa dalam sepekan terakhir berepisentrum di segmen Sipora-Pagai, atau di sekitar episentrum gempa yang menimbulkan tsunami pada 25 Oktober 2010 lalu di barat daya Pulau Pagai Selatan. Ia juga menilai, semua gempa tersebut merupakan jenis gempa bumi dangkal karena aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia, dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault). “Jadi, memang semuanya terjadi di daerah Megathrust Mentawai, khususnya segmen Sipora-Pagai,” katanya lagi.

Namu demikian, Badrul memperkirakan bahwa kejadian gempa tektonik di Megathrust Mentawai Segmen Sipora-Pagai dalam waktu berdekatan sebagai kategori yang dapat dikatakan aman. Sebab, periode ulangan 200-an tahun gempa besar di segmen ini sudah terjadi pada tgl 12 September 2007 (M 8,4), 13 September 2007 (M 7,9 dan M 7,4), dan pada 25 Oktober 2010 (M 7,4).

“Saya meyakini, di Segmen Sipora-Pagai gempa besar belum akan terjadi dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun. Justru yang perlu diwaspadai itu Segmen Siberut, yang masih menyimpan dua per tiga energi, yang kalau lepas sekaligus bisa menimbulkan gempa di atas 8,5 SR. Aktivitas di Segmen Sipora-Pagai bisa saja mendorong keluarnya potensi gempa di Siberut, tapi bisa pula tidak,” katanya lagi.

Sebelumnya, Pengamat Gempa dari Fakultas MIPA Universitas Negeri Padang (UNP) Pakhrul Razi juga menilai, rentetan gempa dalam sepekan terakhir terjadi di posisi yang hampir sama, yaitu di Pagai Selatan yang termasuk dalam bagian Zona Megatrusth. Menurutnya di lokasi itu, terjadi penujaman miring lempeng Indo Australia ke bawah lempeng Eurasia. “Gempa yang terjadi di titik-titik yang berdekatan itu disebabkan ada sesar balik/balikan. Sejauh ini prediksi gempa susulan akan selalu ada, tapi tidak bisa diketahui besar atau kecil getarannya, serta kapan waktu terjadinya,” tutur Pakhrul.

Di Tengah Pandemi

Dari sudut pandang lain, Badrul Mustafa Kemal kembali mengimbau warga Sumbar, khususnya yang bermodisili di tujuh kota/kabupaten bagian pesisir Sumbar, agar menyadari potensi gempa dan tsunami, serta menyadari potensi dampak yang akan ditimbulkan jika terjadi. Terlebih, masyarakat saat ini juga tengah menghadapi bencana nonalam dalam bentuk wabah Covid-19.

“Kita memang hidup di daerah rawan gempa, maka kita harus ‘bersahabat’ dengannya. Harus cerdas bencana. Saya rasa upaya mitigasi bencana alam mestinya tidak terpengaruh oleh kejadian pandemi Covid-19. Seharusnya bisa sejalan. Sebab, untuk penanganan Covid-19 anggarannya banyak,” kata Badrul kepada Haluan beberapa waktu lalu.

Namun, kata Badrul lagi, nyatanya memang banyak anggaran mitigasi bencana gempa atau tsunami seperti di BPBD provinsi dan kota/kabupaten tersedor ke penanganan Covid-19, sehingga program dan agenda yang telah disusun terpaksa dibatalkan, seperti sosialiasi dan simulasi bencana.

“Semestinya pemerintah tetap konsisten melakukan mitigasi dengan kegiatan yang sudah direncanakan sebelum wabah melanda itu. Saya rasa seperti sosialisasi dan simulasi, tetap harus dan bisa dilaksanakan dengan mengikuti protokol kesehatan,” kata Badrul lagi.

Pengaruh pandemi terhadap usaha mitigasi bencana di Sumbar, terutama dalam rangka mengurangi risiko dampak gempa bumi dan tsunami, diakui oleh Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Sumbar Syahrazad Djamil. Namun, hal itu tak lantas mengurangi kesiapsiagaan personel jika bencana terjadi tiba-tiba.

“Soal berpengaruh atau tidak Covid-19 terhadap usaha-usaha mitigasi bencana kita di Sumbar, itu jelas sangat berpengaruh. Bukan di BPBD saja, di organisasi perangkat daerah (OPD) lain pun pengaruh itu dirasakan. Banyak program di 2020 yang batal, dan dialihkan anggarannya untuk penanganan Covid-19,” kata Syahrazad kepada Haluan, Minggu (4/10).

Misalnya untuk 2020, sambung Syhrazad, rencana penyelenggaraan sosialisasi dan simulasi memang ditiadakan karena BPBD Sumbar juga tengah fokus dalam penanganan Covid-19. Namun, untuk 2021 nanti tetap dianggarkan dengan harapan pandemi Covid-19 sudah berlalu, sehingga warga pun aman dalam setiap sosialisasi dan simulasi yang digelar.

“Untuk tahun depan itu tetap kita anggarkan. Baik sosialisasi mau pun simulasi bencana gempa bumi dan tsunami. Semoga pandemi ini sudah berakhir nantinya. Namun untuk kejadian bencana yang perlu dilakukan segera, seperti upaya susur sungai setelah kejadian banjir bandang di Solok Selatan, itu tetap dilakukan tahun ini,” katanya lagi. (*)

Yesi/hantaran.co

Exit mobile version