Tekanan Covid di Sumbar. Pemerintah Rapat, Rakyat Abai, Alat Kesehatan Terbatas

Oleh: Rakhmatul Akbar//Pemred hantaran.co-wartawan utama


(Catatan Diskusi online yang diinisiasi Grup WhatsApp Kawal Covid-19 Sumbar)

Sudah setahun lebih Sumatera Barat dibelenggu Covid-19. Sampai sekarang, belum berkesudahan. Bahkan, pada April ini kecendrungan meninggi. Catatan yang dirilis pihak terkait, menyebutkan positive rate (PR) Covid di Sumbar sudah jauh di atas angka standar yang ditetapkan WHO (organisasi kesehatan dunia).

Daerah ini pernah menjadi perhatian daerah lain dan pemerintah pusat. Banyak yang penasaran. Sampai-sampai, seorang penggiat penanganan covid ini diminta hadir ke kalimantan,lalu ke Jawa Timur. Mereka ingin mencontoh. Hebat benar Sumbar saat itu rasanya, walau hanya seorang Dr Andani yang bergerak ke sana.

Gubernur saat itu Irwan Prayitno memastikan 3 T, Testing (pemeriksaan), Tracing (Pelacakan) dan Treatment (Pengobatan) terlaksana secara terukur. Dalam sebuah diskusi dengan media di sebuah resto di bilangan GOR H.Agus Salim, IP pede benar bertutur.

Kalau ada satu yang terpapar, kita pastikan pelacakan berjalan tepat dan pengobatan secara cepat, begitu kira-kira. Tak tampak gagapnya. Termasuk, soal urusan koordinasi dengan daerah terkait persoalan ini pastinya. Paham benar dia dengan penanganan ini, plus tak pernah rasanya menyalah-nyalahkan media.

Namun ketika April ini, Sumbar seperti mulai terjaga dari lenanya. Daerah ini seperti terlena. Pergerakan indikator-indikator soal covid dan penanganannya terpampang jelas. Apalagi, Satgas menginformasikannya secara terbuka setiap hari. Ya.. setiap hari.

Dan yang paling mengkhawatirkan itu adalah soalan PR covid. Cepat benar bergerak dan meninggi rasanya. Mulai dikejutkan dengan angka PR yang 12 persen, lalu melonjak tajam menjadi 16 persen. Pagi ini, Senin (19/4/2021), lebih mengejutkan lagi. Juru Bicara satgas Covid menyebut angka PR-nya sudah mencapai 21.5 persen.

Wowwww .Ini artinya, dalam setiap 100 orang yang menjalani tes usap (swap test) ada 21 hingga 22 orang berstatus positif covid-19. Padahal, WHO hanya memberi standar 5 persen saja. Artinya, ini sudah gawat. Artinya, ini sudah perlu penanganan darurat dengan langkah-langkah yang darurat pula.

Sebelum kondisi PR ada di titik 21.5 persen, SKH Haluan edisi17 April 2021 merilis sorotan pusat untuk Sumatera Barat yang merespons peningkatan kasus ini. Sorotan itu disampaikan Jubir Satgas Nasional Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito di Graha BNPB. Katanya, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera Barat perlu digarisbawahi karena dalam sepekan terahir, kasus positif dan kasus kematiannya akibat covid mengalami kenaikan.

Lagi-lagi wowww… hanya Sumbar daerah luar Jawa yang disebut BNPB. Seorang rekan menyeletuk. Itu di daerah ada yang mengurus ngak sih, bikin malu saja. Namun yang jelas, sehari setelah “teguran” tersebut, Sabtu 18 April 2021, Pemprov seperti menggeliat. Mereka menggelar pertemuan koordinasi dengan daerah terkait covid.

Tak hanya Pemprov. Komponen-komponen lain yang peduli dengan kasus ini ikut menggeliat. Salah satunya, Grup WhatsApp Kawal Covid-19 Sumbar, sebuah grup yang sejak awal memang peduli atas dilema covid di Sumbar. Grup ini sebenarnya juga sudah lama sedikit “vakum” seiring dengan landainya perkembangan covid di Sumbar. Mungkin ikut-ikutan trend lengah di semua lini.

Hasilnya sebuah diskusi online lewat aplikasi zoommeeting kembali digagas dan dilaksanakan pada Minggu (18/4/2021) malam. Para tokoh yang ada dalam mulai dari akademisi, pimpinan perguruan tinggi, pimpinan pers, pimpinan rumah sakit dan tenaga kesehatan dan sejumlah aktivis, ikut angkat bicara di hadapan dua kepala daerah yang hadir. Ya, dua orang saja, Wakil Gubernur Audy Joinaldy dan Wali Kota Padang Hendri Septa. Tokoh sentralnya Dr. Andani.

Yang lain? Ntah lah, tak ada kabar. Sang Host Sari Lenggogeni mengabari ada satu wali kota yang memang minta izin. Yang lain? Mungkin mereka sedang sibuk. Namun, ada beberapa catatan penting yang mengemuka dalam diskusi tersebut.

Momentum peningkatan angka PR di Sumbar seiring dengan pelaksanaan ritual Ramadan, termasuk ritual tambahan. Hal ini sepertinya berpotensi besar meningkatkan angka PR tadi. Pemerintah diminta untuk tanggap atas kejadian ini, terutama di Padang. Berbagai informasi soal jamaah yang tak patuh protokol kesehatan saat melaksanakan ritual Ramadan sepertinya tak ada yang mengawasi. Sebagian dari masyarakat peserta ritual juga ikut abai. Seperti menganggap tak ada lagi covid. Mungkin karena tak ada lagi yang menegur mereka.

Itu baru ritual Ramadan, belum lagi dengan ritual tambahan. Hal itu seperti Pesantren Ramadan, lalu Pasar Pabukoan, lalu ada ritual Buka Puasa Bersama. Hal-hal yang terkait dengan kerumunan mestinya jangan dibiarkan. Tindak saja. Baik itu persuasif, represif hingga pembubaran paksa.

Ada pertanyaan seorang rekan di saat offline diskusi. Itu para ustad yang mengisi pesantren Ramadan sudah diswab belum? Apakah mereka sudah divaksin? Saya tak bisa menjawabnya karena memang tahu. Lewat tulisan ini saya ungkap kegelisahan publik untuk diperhatikan bersama.

Melalui Wagub, peserta diskusi berharap agar diteruskan kepada bupati dan wali kota yang hadir untuk sama-sama bertindak.

“Kita sudah punya Perda, jalankan,”timpal salah satu pentolan pers Adrian Tuswandi.

Ternyata di balik itu, Satpol PP Sumbar sudah bergerak. Ada ribuan kasus yang mereka tangani terkait soalan Covid dengan berbagai bentuk punishment-nya. Wakil Gubernur Audy mengakui soal penindakan ini dilemma kalau dihadapkan dengan persoalan ekonomi yang juga harus diperhatikan. Ia lebih tertarik dengan pola kerja sama penindakan dengan media.

“Ya ketika ada tindakan Pol PP, pada saat itu dirilis media dan publik tahu,”harapnya.

Di sisi lain, persoalan sosialisasi juga menjadi bagian penting yang tak boleh diabaikan. Pemred harian Khazanah, Eko Yance Edri mengingatkan pemerintah untuk bersama-sama mengajak media untuk mensosialiasikan hal ini agar publik tetap aware.

“Tak selamanya sosialisasi itu berbayar karena kami media juga punya tanggung jawab memberikan pemahaman kepada masyarakat,”katanya.

Dr. Andani sendiri tampak resah saat diberi kesempatan perdana memberikan gambaran Sumatera Barat soal perkembangan Covid. Ia berharap ada peran pemerintahan yang jelas langkahnya agar PR bisa ditekan kembali. Dr. Andani yang kini menjadi Staf Ahli Menkes itu tampak begitu peduli dengan kondisi kampung halamannya.

Nah, yang mengkhawatirkan itu adalah informasi dari dr Dovi Djanas, salah satu direksi di RSUP M Jamil. Kondisi positivity rate covid-19 atau rasio jumlah kasus positif di Sumatra Barat (Sumbar) mencapai 16 persen. Pada kondisi saat ini, rumah sakit yang menjadi rujukan pasien positif juga kewalahan.

Dovy mengakui tiga bulan belakangan pihaknya masih bisa mengkontrol kondisi darurat ini dengan peralihan tenaga kesehatan untuk merawat pasien positif. Hanya saja, dalam beberapa hari ini pasien rujukan terus berdatangan.

“Sekarang dengan trend naiknya pasien-pasien covid-19 karena kita bicara kepada rumah sakit rujukan, kami terus menerima rujukan yang dalam satu sampai dua hari ini kami terpaksa memposisikan ruangan-ruangan dengan keadaan memang tidak ideal,” jelasnya seperti diberitakan di langgam.id.

Ini yang paling mengkhawatirkan. Rumah sakit penuh dan pasien “terlantar”. Jadi, momentum ini mesti menjadi daya gerak seluruh komponen yang ikut urus persoalan ini. Momentum saat sebuah WAG ikut memberikan “tekanan” tentunya perlu dihargai juga karena dalam grup tersebut, isinya adalah pihak yang capable dan dipastikan ini bukan grup odong-odong yang ceritanya bak cerita lapau. Salah mengungkap data, tentu bisa berujung salah mengambil kebijakan, terutama untuk kepala daerah.

Grup ini bisa dibilang grup terukur dengan sumber yang kompeten. Jika saja kita mau fair melihat, tekanan dan dukungan dari grup ini juga ikut menyukseskan dan membantu komponen terkait menyelesaikan persoalan covid di Sumbar.

Masih ingat ketika itu momentum tekanan kepada pemerintah daerah untuk memperhatikan keselamatan tenaga kesehatan (nakes) terhadap virus ini. Keberadaan APD (Alat Pelindung Diri) nakes yang minim sempat mengkhawatirkan saat itu hingga menjadi topik yang saling bersahutan. Semuanya demi kebaikan. Saya yakin itu! (*)

Exit mobile version