Sumbar Tak Perlu Duplikasi Work From Bali

Sumbar Work From Bali

peta Sumatera Barat

PADANG, hantaran.co—Karakter daerah dan sasaran kunjungan wisatawan membuat Sumbar tidak cocok untuk menduplikasi programWork From Destination (WFD/Bekerja dari Destinasi Wisata), sebagaimana digagas oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) dengan proyek percontohan Work From Bali (WFB/Bekerja dari Bali).

Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Sumbar, Novrial kepada Haluan menyebutkan, orientasi dari penerapan WFD yang dicetuskan Menteri Sandiaga Uno adalah menukiknya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke beberapa destinasi utama seperti Bali. Sementara itu, Sumbar sendiri lebih berorientasi pada wisatawan domestik (wisdom).

” Sumbar belum butuh menerapkan work from destination itu karena orientasi kita wisatawan nusantara. Lagi pula kita di Sumbar masih bisa bekerja di daerah masing-masing, sehingga tidak perlu bekerja dari suatu daerah tertentu,” kata Novrial, Kamis(11/6).

Novrial menyampaikan, bahwa tujuan awal dari work from destination yang dicetuskan Menparekraf adalah merespons aktivasi Bali yang sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dalam rangka memulihkan kembali pusat pariwisata dan perekonomian itu, maka disediakan paket bekerja sembari berlibur di Bali. Ide ini pun disebut layak diduplikasi oleh destinasi lain di Indonesia.

“Ini kan seperti kita tinggal dan bekerja di Kota Padang, tapi kota ini zona merah sehingga kita bekerja di Kota Bukittinggi. Untuk sekarang, Sumbar belum butuh yang seperti itu,” katanya lagi.

Novrial menjelaskan, saat ini pemerintah fokus memperkuat peran strategis sektor wisata dan ekonomi kreatif untuk memulihkan ekonomi nasional melalui produk-produk dan layanan. Selama pandemi, Kementerian Parekraf pun mengutamakan pergerakan wisatawan domestik.

Peralihan konsep ini, katanya lagi, sejalan dengan anjloknya jumlah wisman yang berkunjung ke Sumbar. “Di Sumbar, hingga pertengahan akhir tahun kita selalu patuh dengan Satgas Covid nasional. Artinya, daerah yang masuk zonasi oranye dan merah dilarang melakukan aktivitas wisata,” ucapnya.

Saat ini, kata Novrial, pergerakan orang di Sumbar masih terjadi. Bahkan, banyak yang melakukan kunjungan ke luar kota yang bukan dalam konteks berwisata. Selain itu, pelaku usaha pariwisata terus didorong beradaptasi di masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan di seluruh destinasi.

Berdayakan Mahasiswa dan Milenial

Hal senada disampaikan Direktur Pusat Studi Pariwisata Universitas Andalas (Unand) Sari Lenggogeni. Menurutnya, kondisi Sumbar memang tidak memungkinkan untuk mengadopsi program dari Menparekraf seperti WFD. Sebab, pasar wisata Sumbar terbatas pada pelancong nusantara dan dari daerah-daerah tetangga.

“Program seperti WFB diluncurkan untuk membantu sektor pariwisata Pulau Dewata yang terpukul karena pandemi Covid-19. Wisman mendominasi di sana dan masyarakat lokal sangat bergantung. Sementara di Sumbar, wisman tidak seberapa, market Sumbar didominasi wisatawan nusantara dan dari Pekanbaru,” katanya, Kamis (10/6).

Sari mengatakan, sebetulnya saat ini adalah momen yang tepat untuk memberdayakan mahasiswa yang tengah menjalani kuliah jarak jauh dan tengah berada di kampung. Melalui kolaborasi dan dengan kreativitas yang dimiliki anak-anak muda, diyakini akan dapat membangun kampung halaman di sektor pariwisata.

“Saat ini kami tengah menyusun pilot project program Dewi Cinta atau Desa Wisata Cantik Inovatif. Kami sudah usulkan ke Menparekraf untuk membangun 100 desa wisata dalam jangka panjang di Sumbar, dengan kerja sama bersama beberapa pihak, salah satunya dengan Asosiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi),” katanya lagi.

Sari menambahkan, ia juga telah mendiskusikan program itu dengan Wakil Gubernur Sumbar. Saat ini, pihaknya tengah fokus membangun kesadaran mahasiswa dan kaum milenial untuk ikut membangun desa masing-masing. Ia meyakini, hal ini bisa menjadi salah satu aspek untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

“Program ini juga berbarengan dengan memberikan edukasi bagi masyarakat desa untuk menaati protokol kesehatan (prokes) yang sesuai standar. Dalam short course nanti, saya akan melibatkan tenaga kesehatan, termasuk tenaga ahli Menkes Bidang Penanganan Covid-19 Dr. Andani Eka Putra,” ucapnya.

Dalam penerapannya nanti, kata Sari, seluruh daerah di Sumbar bisa berbarengan. Hal itu bisa dilakukan karena tim yang tengah dibangun akan bekerja sama dengan local heroes, Dinas Pariwisata setempat, dan trainer dari pusat atau pihak kementerian.

“Semuanya akan bergerak bersama secara impulsif. Desa rintisan akan di-upgrade menjadi desa berkembang, begitu seterusnya, tidak ada yang diprioritaskan. Mudah-mudahan Sumbar bisa menjadi pilot project untuk 100 Dewi Cinta yang terintegrasi ini,” katanya lagi.

Di samping itu Sari mengatakan, yang mungkin dapat diperbaiki Dinas Pariwisata ke depan untuk kembali membangkitkan sektor pariwisata adalah dengan lebih membuka diri untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak. Kerja sama itu diharapkan jadi gerbang untuk membuka pintu-pintu potensi pariwisata yang selama ini belum digarap maksimal.

“Dalam upaya membangkitkan kembali sektor yang terpukul karena pandemi ini, salah satu cara yang bisa digunakan adalah menerapkan model pentahelix atau berkolaborasi. Seperti yang dikatakan Menteri Sandiaga Uno, tidak ada yang namanya Superman atau bergerak individu, yang ada hanya Superteam atau tim yang solid,” katanya menutup.

(hantaran.co/mg-dar/mg-rga).

Masjid raya Sumbar tampak dari atas tower Mesjid Raya, Selasa (18/5). Mesjid Raya Sumbar menjadi salah satu objek wisata religi yang banyak dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai daerah. IRHAM

Exit mobile version