Sumbar Dambakan Integrasi Transportasi

Dishub

Kepala Dishub Sumbar, Heri Nofriadi. IST

PADANG, hantaran.co — Integrasi transportasi darat, laut, dan udara dinilai sebagai solusi paling rasional untuk mengurai berbagai persoalan pada sektor transportasi, bahkan perekonomian di Sumatera Barat (Sumbar). Proyek besar reaktivasi jalur kereta api (KA) digadang-gadang menjadi benang merah integrasi transportasi di Sumbar.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sumbar, Heri Nofiardi, kepada Haluan di ruang kerjanya menyebutkan, beberapa proyek reaktivasi jalur kereta api yang telah dimulai sejak dua tahun lalu, beberapa di antaranya telah rampung. Salah satunya, jalur KA Padang-Pulau Aie, yang juga telah diresmikan.

“Targetnya, jalur ini akan beroperasi pada 2021. Nantinya, di Pulau Aie juga akan dibangun dermaga. Sehingga, jalur darat melalui kereta api akan terintegrasi secara langsung dengan jalur laut,” katanya, Kamis (17/12/2020).

Di samping itu, Heri mengaku pihaknya telah menyelesaikan kajian, mulai dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hingga feasiblility study (FS) terkait reaktivasi jalur KA Padang-Bukittinggi. Selanjutnya, tinggal mengajukan penganggaran ke pemerintah pusat, yang rencananya akan dilakukan Dishub Sumbar pada tahun depan.

Lebih jauh ia menjelaskan, bahwa ada tiga jalur utama yang rencananya akan dihidupkan kembali, yakni ke arah selatan, arah utara, dan arah timur Sumbar. Ke arah selatan, jalur akan terbagi pada tiga cabang yakni, dari Stasiun Simpang Haru menuju Stasiun Pulau Aie hingga penghabisan di Stasiun Muaro.

“Kedua, jalur dari Simpang Haru dan bersimpang di Bukit Putuih. Dari Bukit Putuih, ada dua jalur lagi. Ke arah barat daya menuju Teluk Bayur, dan ke arah utara melewati Kampung Jua lalu berakhir di Indarung,” ujar Heri.

Selanjutnya yang ketiga, berangkat dari Stasiun Simpang Haru menuju utara, jalur KA akan bersimpang di Stasiun Duku. Ke arah timur kereta api akan dibawa hingga Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Sedangkan lanjut ke arah utara, jalur KA akan kembali bersimpang di Lubuk Alung. Dari Lubuk Alung menuju barat daya, kereta api akan masuk jalur Pariaman–Nareh–Sungai Limau, lalu berakhir di Pelabuhan Pasaman.

“Sementara itu untuk ke arah timur, dari Lubuk Alung akan terus ke Kayu Tanam, lalu Lembah Anai, dan berhenti di Padang Panjang. Di Padang Panjang, jalur KA akan kembali terbagi menjadi dua. Ke arah Bukittinggi, jalur KA akan berlanjut hingga Payakumbuh dan berakhir di Stasiun Limbanang,” katanya.

Ada pun ke arah berlawanan atau arah barat, ucap Heri, jalur KA akan memutar Danau Singkarak, melewati Sawahlunto, Solok, Muaro Kalaban, Padang Sibusuk, hingga Silokek. Dari sana, akan dibangun jalur pengumpan menuju Stasiun Logas, Riau. Stasiun Logas sendiri diproyeksikan sebagai salah satu jalur masuk KA Trans Sumatera, rencana besar pemerintah lainnya.

“Jalur KA Trans Sumatera sendiri sebenarnya baru sebatas wacana. Jadi, belum akan direalisasikan dalam waktu dekat. Namun, jika nantinya terealisasi, jalur ini bakal mengkaver wilayah Sumatera mulai dari utara hingga selatan. Mulai dari Aceh dan berakhir di Lampung,” kata Heri.

Heri mengatakan, khusus untuk jalur Kayu Tanam–Padang Panjang–Bukittinggi, nantinya akan menggunakan teknologi Metro Kapsul. Awalnya, pemerintah bermaksud menggunakan teknologi roda bergigi untuk mengatasi kemiringan ekstrim di sepanjang jalur Padang Panjang–Bukittinggi. Namun, teknologi itu sayangnya sudah tak lagi diproduksi.

“Akhirnya diganti dengan Metro Kapsul yang menggunakan roda berbahan karet dan dapat beroperasi di kemiringan 10 persen. Stasiun pusat Metro Kapsul sendiri nantinya akan dibangun di Kayu Tanam,” ujarnya.

Seluruh proyek besar itu, kata Heri, tentu akan didanai oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah sendiri, khususnya Dishub, hanya sebatas melakukan kajian dan perancangan. Kajian itu kemudian diajukan ke pemerintah pusat untuk selanjutnya jadi bahan pertimbangan untuk direalisasikan.

“Jadi, pada intinya memang harus pandai-pandai menjuluk dana ke pusat. Sebab, hampir sebagian besar proyek-proyek strategis di Sumbar nyatanya didanai oleh pemerintah pusat,” ujarnya.

Ia menerangkan, hal ini terjadi lantaran pendapatan per kapita Sumbar yang terbilang kecil, yang tidak terlepas dari sumber pendapatan Sumbar yang amat terbatas. Bagaimana pun, Sumbar tidak memiliki industri besar yang dapat berkontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Reaktivasi jalur KA ini, misalnya, sepenuhnya dibiayai pusat. Begitu juga proyek-proyek transportasi lainnya yang ada di Sumbar,” katanya lagi.

Heri menyebutkan, apabila seluruh proyek tersebut rampung, maka dampak yang ditimbulkan untuk perekonomian Sumbar akan sangat besar. Belum lagi, jika seluruhnya dapat terintegrasi dengan maksimal. Misalnya, integrasi jalur darat dan udara melalui jalur KA Minangkabau Ekspres, relasi Padang-Bandara Internasional Minangkababu (BIM), dan integrasi jalur darat dan laut melalui relasi Padang-Pulau Aie-Stasiun Muaro.

Rencana Nasional

Sebelumnya, kebijakan untuk mewujudkan segala rencana konektivitas telah dituangkan dalam isu strategis bidang transportasi jangka panjang hingga 2030 yakni pengembangan keterpaduan konektivitas antar moda dan multimoda berbasis wilayah dengan menguatkan simpul perpindahan antar moda yang efisien.

Menhub, Budi Karya Sumadi, sebelumnya menjelaskan, sampai saat ini telah terbangun 1.796 km jalur kereta yang beroperasi di Pulau Sumatera, 45 km jalur beroperasi di Pulau Sulawesi, serta 4.131 km jalur beroperasi di Pulau Jawa.

Dalam kurun waktu 2015-2020, capaian konektivitas pembangunan jalur KA di wilayah Sumatera termasuk mencakup KA Bandara Internasional Minangkabau Padang. “Hingga 2030, pembangunan jalur kereta api agar merata di seluruh Indonesia, dengan target 10.524 km yang terbangun. Selain itu, diharapkan moda kereta api dapat terlaksana dengan terintegrasi, aman, selamat, nyaman, pelayanan andal, dan terjangkau,” kata, Selasa (11/8) lalu.

Budi menjelaskan, pembangunan kereta api melalui pengembangan proyek kereta api nasional di Barat, di Tengah, dan di Timur menjadi satu gagasan menjadi misi pemerintah ke depan guna membangun simpul konektivitas regional. Pengembangan tersebut dapat memberikan dukungan pada semua lapisan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

“Kita ambil contoh seperti yang saya sampaikan tadi, KRL itu penumpangnya banyak sekali yang terbatas menggunakan tidak terbatas kepada eksekutif tetapi pekerja informal harian menggunakan itu adalah Indonesia dan kita lihat di KRL semua disatukan dalam satu kepentingan bergerak memenuhi akan menjadikan mata rantai perekonomian di wilayah kita,” ujarnya.

Namun memang, dalam kondisi pandemi saat ini terdapat persoalan yang berkaitan dengan protokol kesehatan tetapi hal tersebut harus dikawal dan diharapkan tidak menjadi permasalahan yang berarti. (*)

Hamdani/hantaran.co

Exit mobile version