Simalakama Bonus Demografi Sumbar

Demografi

Ilustrasi Demografi

Pemda harus menyusun kerangka kerja penanggulangan pengangguran dan penciptaan lapangan kerja secara menyeluruh dan konseptual, yang didukung oleh regulasi sebagai terobosan dalam penyelesaian akar permasalahan. Tidak cukup dengan penyelesaian yang bersifat gradual

Dr. Aidinil Zetra

Pakar Kebijakan Publik Universitas Andalas

PADANG, hantaran.co — Sumbar memasuki era bonus demografi dengan dominasi penduduk usia produktif yang mencapai 68,65 persen. Namun patut diingat, selain bisa menjadi berkah, momentum bonus demografi juga berpotensi menjadi ancaman di tengah pandemi jika tak diiringi dengan kebijakan pengelolaan yang tepat oleh pemerintah daerah (Pemda).

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Andalas (Unand), Aidinil Zetra, mengatakan, momentum bonus demografi yang dihadapi Sumbar bisa menjadi masalah besar saat pengembangan kualitas SDM tidak berjalan dengan serius. Bahkan, angka pengangguran di Sumbar yang saat ini berada di delapan besar menurut Kementerian Politik Hukum dan HAM, bisa semakin bertambah.

“Saat ini, jumlah penduduk Sumbar dengan rentang usia 15 sampai 39 tahun mencapai 41,02 persen. Bonus demografi bisa berubah menjadi malapetaka demografi jika pemerintah tidak serius berinvestasi dalam pengembangan SDM. Ini bisa menambah pengangguran dan menjadi beban anggaran bagi negara,” ujarnya kepada Haluan, Senin (21/6).

Di samping itu, sambung Aidinil, pemerintah dan masyarakat juga masih menghadapi krisis pandemi Covid-19 yang telah berdampak pada ekonomi sosial negara dan daerah. Hal ini juga akan berimplikasi cukup luas pada pengembangan dan pemanfaatan potensi bonus demografi di Sumbar.

Meningkatnya jumlah pengangguran, kata Aidinil, juga menyebabkan pengembangan dan pemanfaatan bonus demografi di Sumbar tidak berjalan maksimal. Hal ini kemudian berlanjut pada kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) ke depan yang bisa semakin rendah.

“Usaha pencapaian dan pemanfaatan bonus demografi yang mengandalkan kelompok usia produktif telah terbentur oleh kenyataan meningkatnya jumlah pengangguran selama masa pandemi ini,” ujarnya lagi.

Menurut Aidinil, tingginya angka pengangguran adalah masalah yang amat kompleks, sehingga dibutuhkan solusi yang arif secara konseptual. Pemerintah daerah mesti melibatkan seluruh elemen dan potensi yang ada dalam usaha penciptaan lapangan kerja.

Selain itu, kata Aidinil, pemerintah perlu merumuskan regulasi yang tepat untuk menekan tingkat pengangguran di Sumbar. Terutama sekali guna mengatasi akar dari masalah dan kesulitan masyarakat dalam mendapatkan pekerjaan.

“Pemda harus menyusun kerangka kerja penanggulangan pengangguran dan penciptaan lapangan kerja secara menyeluruh dan konseptual, yang didukung oleh regulasi sebagai terobosan dalam penyelesaian akar permasalahan. Tidak cukup dengan penyelesaian yang bersifat gradual,” ujarnya.

Aidinil menilai, upaya yang bisa disiapkan pemerintah daerah dapat dimulai dari perluasan dan penciptaan kesempatan kerja, serta peningkatan kualitas angkatan kerja. Kemudian, menyediakan informasi pasar kerja dan bursa kerja, serta pengendalian angkatan kerja, dan pembinaan hubungan industrial.

Menurut Aidinil, jika pemerintah daerah bisa mengatasi masalah dan tantangan tersebut, maka momentum bonus demografi akan mendatangkan manfaat dan peluang yang cukup besar. Terutama dalam uapaya meningkatkan ekonomi daerah. “Keberhasilan memanfaatkan peluang ini tergantung bagaimana pemerintah mensinergikan bonus demografi ini,” katanya.

Sebelumya, Staf Ahli Bidang SDA dan Lingkungan Hidup (LH) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Asmarni juga mendorong Pemprov Sumbar agar meningkatkan pengembangan kualitas SDM agar lebih memiliki daya saing. Ditambah lagi saat ini, Sumbar sudah memasuki masa bonus demografi.

“Penduduk usia produktif harus ditingkatkan keterampilan dan daya saingnya, sehingga dapat meningkatkan pembangunan daerah dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Selain itu, penduduk usia produktif sebesar 68,65 persen itu diharapkan dapat menanggung penduduk usia tidak produktif sebesar 31,35 persen, agar tidak menjadi masalah sosial,” kata Asmarni.

Ia mengingatkan, agar penduduk usia produktif di Sumbar tidak menambah jumlah angka pengangguran dan kemiskinan, sehingga tidak mengganggu stabilitas politik, hukum, dan keamanan. Sebab, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumbar pada Februari 2021 tercatat sebesar 6,67 persen, atau menduduki peringkat 8 dari 34 provinsi dengan rata-rata nasional 6,26 persen.

“Penduduk Sumbar yang suka merantau juga menjadi dilema bagi daerah, karena apabila tidak tersedia lapangan kerja yang cukup, keterampilan, dan berdaya saing, maka penduduk usia produktif tidak dapat membangun daerahnya dan akan lebih memilih untuk merantau,” katanya lagi.

Asmarni pun meminta Pemprov Sumbar untuk menyusun formula kebijakan yang tepat untuk menyambut bonus demografi di Sumbar. Sehingga, dapat bersaing dan meningkatkan pembangunan di segala bidang dan ke depannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (*)

Riga/hantaran.co

Exit mobile version