SIKAP TOKOH DAN ORMAS DI SUMBAR, SKB 3 Menteri Perlu Direvisi

kabupaten solok libur sekolah

pelajar. Ist

RDP diikuti perwakilan ormas seperti MUI, Muhammadiyah, Tarbiyah-Perti, PW Aisiyah, Bundo Kanduang, LKAAM, dan lain-lain. Kesimpulannya, tokoh dan ormas ingin SKB 3 Menteri direvisi karena dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal serta falsafah ABS-SBK

Irsyad Syafar

Wakil Ketua DPRD Sumbar

PADANG, hantaran.co — Sejumlah pemuka masyarakat dan organisasi kemasyarakatan (ormas) di Sumbar menolak serta meminta pemerintah segera mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri terkait penggunaan seragam dan atribut di sekolah. SKB itu dinilai tak mempertimbangkan faktor kearifan lokal, serta jauh dari prinsip aturan yang berkeadilan.

Penolakan disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) terkait SKB 3 Menteri di Ruang Sidang Utama DPRD Sumbar, Kamis (18/2/2021). Beberapa pihak yang hadir adalah Anggota DPR RI Guspardi Gaus dan Hermanto (secara virtual), pimpinan dan anggota DPRD Sumbar, Ketua MUI Sumbar, Ketua LKAAM Sumbar, serta sejumlah tokoh dan piminan ormas.

Dari rapat yang dihadiri  Anggota DPR RI  Guspardi Gaus secara fisik dan Hermanto secara virtual, bahwasanya organisasi masyarakat (ormas) dan tokoh-tokoh yang ada di Sumbar sepakat, tidak hanya menolak, namun juga meminta SKB yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri itu dicabut 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar Gusrizal Gazahar menilai, muatan SKB 3 Menteri yang dilatarbelakangi polemik penggunaan hijab di SMKN 2 Padang sangat berpotensi meresahkan masyarakat di Sumbar. Terlebih, pemerintah juga mengaitkan pelaksanaan SKB di sekolah dengan penyaluran atau penghentian dana BOS bagi sekolah.

“Apakah serendah ini, sampai persoalan pakaian dikaitkan dengan dana bantuan operasional sekolah. Padahal, dalam penggunaan hijab ini tidak ada unsur pemaksaannya. Saya mensinyalir ada unsur lain sehingga SKB ini diterbitkan. Bahkan, hasil investigasi belum keluar, tapi menterinya sudah bicara,” kata Gusrizal. 

Gusrizal juga menekankan, bahwa Sumbar adalah daerah yang tak dapat dipisahkan dari filosofi adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) yang telah lama menjadi pedoman dalam kehidupan. Oleh sebab itu, ia menilai Sumbar perlu tegas untuk menolak keputusan tersebut.

Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, Sayuti Datuak Rajo Panghulu. Menurutnya, SKB 3 Menteri telah melanggar prinsip hukum yang berkeadilan serta Hak Asasi Manusia (HAM). LKAAM, katanya, akan menyurati Presiden RI Joko Widodo dan meminta agar SKB itu direvisi.

“Tentu untuk ini, kami berharap ada dukungan dari unsur legislatif di DPRD Sumbar. LKAAM juga bisa menyiapkan 100 orang pengacara untuk menggugat aturan ini,” katanya lagi.

Di samping itu, Wakil Ketua Muhammadiyah Sumbar Nurman Agus mengatakan, SKB 3 Menteri tampak tak sejalan dengan Pasal 29 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ayat 1 dan 2, yang berbunyi Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, serta Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan masing-masing.

“Bukan hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga tidak sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Oleh sebab itu, Muhammadiyah Sumbar tegas menolak SKB 3 menteri,” ujarnya.

Sikap senada juga diutarakan Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Sumbar Budhi Mulyadi, yang menyebutkan pihaknya telah mengirimkan surat kepada Menteri Pendidikan RI, terkait penolakan atas SKB yang telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat Sumbar tersebut. 

“Kita sepakat ini akan diajukan judicial review (JR), karena ancaman dalam SKB ini terlalu berat dari Menteri Agama, Menteri Pendidikan, dan Menteri Dalam Negeri. Ini harus kita sikapi secara riil,” ucapnya.

Perlu Perda

Di sisi lain, Anggota DPR RI Guspardi Gaus meminta agar DPRD dan Pemprov Sumbar dapat menginisiasi lahirnya peraturan daerah (perda) untuk mengakomodir kearifan lokal di Sumbar dalam berpakaian di lingkungan sekolah. Untuk melahirkan produk hukum tersebut, pemerintah juga harus merangkul komite sekolah dan wali murid.

Guspardi juga melihat, bahwa polemik pemakaian hijab di SMKN 2 Padang telah menjadi pemberitaan utama pada sekitar 40 media nasional. Sehingga, polemik tersebut menjadi sorotan pemerintah pusat yang kemudian bermuara pada lahirnya SKB 3 Menteri. Bahkan, kata Guspardi, ada salah satu media yang terang-terangan menyebut Sumbar sebgai provinsi intoleran.

“Berangkat dari hal ini, saya angkat bicara pada forum paripurna di DPR RI. Namun, waktu yang diberikan sangat terbatas untuk menyuarakan aspirasi, yang sebetulnya jelas adalah suara masyarakat Sumbar,” kata Guspardi.

Menanggapi berbagai pendapat yang disampaikan para tokoh dan ormas, Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar yang memimpin RDP tersebut mengatakan, para tokoh dan ormas di Sumbar menyepakati kesimpulan bahwa SKB 3 Menteri tidak sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal serta falsafah adat ABS-SBK di Minangkabau.

“Oleh karena itu, seluruh organisasi keagamaan dan adat di Sumbar yang hadir, meminta agar SKB ini direvisi atau dicabut. Sebab, SKB ini dinilai keluarnya terlalu terburu-buru. RDP ini ikut dihadiri perwakilan ormas seperti MUI, Muhammadiyah, Tarbiyah-Perti, PW Aisiyah, Bundo Kanduang, LKAAM, dan lain-lain. Kesimpulan rapat akan ditindaklanjuti oleh Komisi V DPRD Sumbar yang membidangi pendidikan,” kata Irsyad. (*)

Leni/hantaran.co

Exit mobile version