Selain Sorot RAPBD 2022, Fraksi Gerindra Sumbar Juga Pertanyakan Rendahnya Vaksinasi dan 11 Temuan di PT Balairung

DPRD

Ketua Fraksi Gerindra Sumbar, Hidayat. IST

PADANG, hantaran.co – Fraksi Gerinda di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar mempertanyakan beberapa hal serius dalam Rapat Paripurna yang digelar Selasa (19/10/2021) di Gedung DPRD Sumbar.

Pertanyaan itu ditujukan langsung kepada Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, yang hadir dalam Rapat Parpurna tersebut. Pertanyaan mulai dari penanganan Covid-19, vaksin kadaluarsa, LHP BPK, hingga evaluasi pejabat eselon III dan IV turut diajukan.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar, Hidayat, melalui Anggota Fraksi, Mesra, menyebutkan, hingga pertengahan Oktober 2021 ini, dalam catatan Fraksi Partai Gerindra, capaian vaksinasi di Sumatera Barat baru pada angka 26,71 persen atau 1.177 Juta dari jumlah yang hendak disasar sebanyak 4.408 Juta jiwa. Itu untuk vaksinasi tahap pertama.

Vaksinasi tahap kedua, angkanya justru lebih parah lagi, dimana baru tercatat 594.568 jiwa atau 13,49 persen. “Mohon Penjelasan Saudara Gubernur, apa yang menyebabkan angka vaksinasi kita masih sangat rendah? Apakah stok vaksin yang kurang atau adanya perlambatan di tingkat kabupaten/kota? Mohon juga dijelaskan atas informasi atas adanya vaksin yang kedaluarsa. Kenapa itu terjadi dan berapa banyak?” katanya saat membacakan pandangan umum Fraksi Gerindra.

Lanjutnya, Gubernur dan Wakil Gubernur juga diminta agar lebih aktif dan cerdas lagi memainkan pengaruh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam melakukan kosolidasi seluruh kekuatan dan porensi yang dimiliki daerah ini agar realisasi vaksinasi meningat sesuai ditargetkan pemerintah pusat.

“Mohon dijelaskan, apa langkah yang sudah dan akan dilakukan pemerintah daerah dalam hal konsolidasi menggenjot target vaksinasi ini?” ujarnya.

Dikatakan Mesra, Fraksi Partai Gerindra juga mohon penjelasan yang lebih detail terkait dengan realisasi hasil LHP BPK RI atas Kepatuhan Penanganan Covid19 tahun 2020. Sejauh mana progres pembayaran ke kas daerah atas dari temuan BPK dalam hal penggunaan anggaran penanganan Covid tahun 2022 sebesar Rp6,7 miliar.

Tak hanya itu, Fraksi Gerindra juga meminta penjelasan Gubernur terkait langkah penanganan kemiskinan dan pengangguran di Sumbar. Pasalnya, sebagaimana disampaikan dalam Nota Pengantar, terdapat penambahan jumlah penduduk miskin baru sebanyak 16,57 ribu jiwa sehingga meningkatkan angka kemiskinan dari 6,40% menjadi 6,56%.  Jumlah pengangguiran pun bertambah 44,85 ribu orang atau meningkat dari 5,33% menjadi 6,88%.

Sekaitan dengan pendapatan transfer setiap tahunnya memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap total pendapatan daerah, jika dibandingkan PAD dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Ini membuktikan bahwa Provinsi Sumatera Barat masih memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat. Karena ketergantungan yang tinggi itulah, maka Pemerintah Provinsi diharapkan terus berupaya untuk bisa menggaet angka yang lebih banyak lagi.

Namun, pada kelompok Pendapatan Transfer ini, Fraksi Gerindra melihat terjadi penurunan Realisasi Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat. Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat tahun 2020, terealisasi sebesar Rp4,002 Triliun atau turun 0,62% jika dibandingkan dengan Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Tahun 2019 yang berada di angka Rp4,027 Triliun. Salah satu komponen yang mempengaruhi adalah Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2020 yang mengalami penurunan sebesar 8,91% dari realisasi tahun sebelumnya.

“Sebagaimana dijelaskan dalam Nota Keuangan, rencana pendapatan daerah yang berasal dari Pendapatan Transfer pada Rancangan APBD Tahun Anggaran 2020, turun sebesar Rp.120,336 Miliar, atau 2,90% dari target APBD Tahun 2021. Salah satu komponen adalah turunnya Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 0,35% dari Rp.2,028 Triliun menjadi Rp 2,021 Triliun, ini bagaimana?” tuturnya.

Dari sisi belanja daerah pada Rancangan APBD tahun 2022 diproyeksi sebesar Rp6,842 Triliun, dimana terdapat Rp897,427 Miliar untuk Belanda Modal. Meskipun ada kenaikan 2,45 persen atau sekitar Rp20,514 Miliar lebih jika dibanding tahun 2021 yang jumlahnya ada di angka Rp836,913 Miliar, namun menurut hemat kami di fraksi Gerindra, besaran Rp 897,427 Miliar itu belum mencapai 14% dari total APBD, sesuai dengan kesepakatan RPJMD.

Alokasi Belanja Modal yang dinaikkan menjadi 14 persen dari total APBD juga sudah menjadi pembahasan selama ini. “Menurut hemat kami, kebutuhan kita mestinya lebih banyak untuk pembangunan yang sasarannya untuk peningkatan infrastruktur dan kualitas pelayanan publik di berbagai sektor, dan anggaran untuk pembangunan tersebut ada di pos Belanja Modal,” katanya.

Sementara untuk realisasi Belanja Modal pada periode 2018-2020 Gerindra lihat juga cenderung menurun dengan rata-rata penurunan sebesar minus (-) 17,02%. Fraksi Partai Gerindra bisa memahami alasan penurunan yang terjadi di Tahun 2020, karena adanya refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan dampak Pandemi Covid-19. “Namun penurunan itu toh bukan saja terjadi di tahun 2020, melainkan juga tahun-tahun sebelumnya. Ini kenapa?” katanya.

Di sisi lain, total penyertaan modal Pemerintah Dearah Provinsi Sumatera Barat di PT. Balairung Citra Jaya Sumbar yang mengelola Hotel Balairung di Jakarta mencapai Rp160 miliar, namun deviden yang mampu diberikan tidak lebih dari Rp1 miliar dan bahkan  di bawah Rp300 juta. Padahal, di Hotel Balairung tersebut, Pemerintah Daerah juga menyewa ruangan untuk Kantor Penghubungan setiap tahunnya. Di lokasi juga ikut menyewa PT. Bank Nagari yang menjadi salah satu sumber penghasilan.

Namun, sejak beroperasi pada Tahun 2013, Balairung tercatat hanya mendapatkan laba selama tiga tahun, yakni pada Tahun 2014 sebesar Rp10 miliar, 2015 Rp9,3 miliar, dan 2016 Rp9,6 miliar. Sedangkan pada 2013 rugi Rp6,9 miliar, 2017 rugi RP5,9, 2018 rugi Rp5 miliar, 2019 rugi Rp6,8 miliar.  Apabila diakumulatifkan total kerugian dari 2013 sampai 2019 mencapai 34 miliar.

“BPK-RI sudah turun tangan melakukan audit terhadap PT.Balairuang Citra Jaya Sumbar, dan Berdasarkan LHP BPK yang diterima DPRD, ada 11 temuan pada Balairung tahun buku 2018-2020. Tentu perlu penjelasan terhadap tindak lanjut  hasil LHP BPK RI tersebut,” katanya.

Adanya puluhan jabatan yang dihapus di 3 Dinas strategis, yaitu di Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan, Dinas Kesehatan dan  Dinas Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang. “Kami mendapat informasi bahwa akan banyak lagi jabatan yang akan dihapuskan. Pertanyaan kami, hal apakah yang mendasari ini? Dan apakah ini tidak akan mengganggu proses kinerja dinas? Lalu bagaimana proses perpindahan para pejabat yang jabatannya dihapus tersebut?” ujarnya.

Khusus untuk kasus stunting, pada Agustus tahun 2020 lalu, Presiden Joko Widodo menyebut Sumatera Barat merupakan satu dari 10  Provinsi dengan kasus stunting tertinggi. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis atau infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak beusia 23 bulan.

“Menurut hemat kami di Fraksi Gerindra, Prevalensi Balita Stunting di Sumatera Barat memang cenderung terus menaik. Tahun 2016 ada sebesar 25,6%. Tahun 2017, menurut Pemantauan Status Gizi (PSG) balita, kejadian ini mengalami peningkatan menjadi 30,6%.  Apa upaya dan program Saudara Gubernur untuk menurunkan angka stunting  di Sumatera Barat, dan berapa persen target penurunan setiap tahunnya,” katanya.

Terakhir, Fraksi Partai Gerindra menyarankan ada penyegaran terhadap ASN dan para pejabat eselon 3 dan 4, setidaknya evaluasi lebih serius dan sungguh-sungguh di beberapa OPD yang berkinerja tak memuaskan selama ini.

“Hal ini semata dimaksudkan agar ASN yang baru bisa melakukan inovasi dan kreatifitas dalam bekerja dengan baik dan sungguh-sungguh untuk mewujudkan Sumbar Madani yang unggul dan berkelanjutan, sebagai visi pemerintahan,” tutupnya. (*)

hantaran.co

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version