Ledakan Kasus Covid-19 Makin Menjadi, Rumah Sakit Rujukan Diminta Begini

Rumah Sakit Rujukan. Ilustrasi

PADANG, hantaran.co — Ledakan kasus positif Covid-19 dalam dua minggu terakhir telah memunculkan berbagai persoalan. Salah satunya terkait kapasitas RS rujukan. Mengatasi hal ini, Pemprov Sumbar akan memaksimalkan koordinasi antar RS rujukan, khususnya dalam pengkategorian pasien Covid-19 yang diterima, mulai dari kategori ringan, sedang, hingga berat.

Gubenur Sumbar, Irwan Prayitno, menyatakan, dengan menerapkan pembagian RS rujukan sesuai kategori pasien Covid-19, maka penumpukan pasien di satu tempat akan dapat dihindari. “Masalahnya selama ini kan pengkategorian pasien sesuai tingkat keparahan ini belum berjalan sepenuhnya. RS rujukan yang semestinya diperuntukkan bagi pasien kategori berat, ternyata banyak diisi pasien kategori ringan. Akhirnya kepenuhan, dan pasien berat yang harusnya dirawat malah terbengkalai,” katanya usai Rapat Koordinasi bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Sumbar, bertempat di ruang kerjanya, Senin (5/10/2020).

Ia menerangkan, untuk pasien berat dengan komorbid atau penyakit bawaan, ditempatkan di RSUP Dr. M. Djamil. Sementara untuk pasien kategori berat tanpa komorbid dan pasien kategori sedang ditempatkan di RS khusus Covid-19 dan RS daerah milik Pemprov Sumbar, seperti RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, RSUD Dr. Rasidin Padang, RSUD M. Natsir, serta RSUD Pariaman. Termasuk juga beberapa RS swasta seperti Semen Padang Hospital (SPH) dan RS Hermina.

Sedangkan untuk pasien kategori sedang hingga ringan dapat ditempatkan di RSUD milik pemerintah kabupaten/kota. Kendati demikian, IP menyebut, pihaknya akan mendorong dan mengupayakan agar pasien kategori ringan cukup diisolasi di pusat karantina atau pusat isolasi daerah.

“Kalau untuk kategori sedang sebenarnya tidak perlu dirawat di RS rujukan. Cukup diisolasi di pusat karantina milik pemprov atau tempat isolasi daerah milik pemerintah kabupaten/kota,” ujarnya.

Kendati demikian, ujarnya, RS rujukan tetap diperbolehkan untuk menerima pasien kategori ringan, selama kapasitas RS tersebut masih memadai. Akan tetapi, apabila ada pasien kategori berat yang masuk dan RS tersebut ternyata penuh, maka pasien kategori ringan harus digeser ke RS lain yang masih kosong. “Jangan malah pasien berat yang tidak diterima. Pasien ringannya yang digeser, pasien beratnya masuk,” ucapnya.

Ia menjamin, apabila pengkategorian ini berjalan dengan baik, maka penumpukan pasien tidak akan terjadi. Bagaimanapun, ujarnya, kapasitas atau daya tampung rumah sakit di Sumbar sangat memadai.

Ia mengatakan, di Sumbar terdapat 78 rumah sakit, di mana sebanyak 36 di antaranya telah bisa menangani pasien Covid-19. Secara keseluruhan, potensi tempat tidur yang dapat dipakai adalah sebanyak 7.712 tempat tidur. Tempat tidur yang baru terpakai ada sebanyak 868 tempat tidur.

“Potensi yang dapat digunakan hampir 8.000 tempat tidur, tetapi yang baru bisa dipakai itu sekitar 1.000-an lebih. Nah, saat ini, baru terisi sebanyak 868 tempat tidur. Jadi masih ada sekitar 200 tempat tidur lagi yang masih kosong,” katan IP.

Sementara itu, untuk isolasi mandiri, ia mengaku pihaknya terus mengupayakan agar seluruh pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri dipindahkan ke pusat-pusat karantina yang telah disediakan. Lebih-lebih bagi warga yang rumah atau tempat tinggalnya dinilai tidak layak sebagai tempat isolasi mandiri.

Bagaimanapun, penerapan isolasi mandiri sangat beresiko dan berpotensi memunculkan klaster baru, yakni klaster keluarga. Pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah yang tidak layak atau memadai akan cenderung menularkan Covid-19 ke anggota keluarganya yang lain.

IP menyebut, dirinya telah menyurati pemerintah kabupaten/kota untuk memerintahkan pihak RSUD atau puskesmas untuk mengawasi secara ketat penerapan isolasi mandiri. Bahkan, jika rumah yang ditempati tersebut tidak layak, pasien bersangkutan sebaiknya langsung dibawa ke pusat karantina.

“Saat ini, yang menjalani isolasi mandiri ada sebanyak 2.720 orang. Tapi tentu tidak semuanya tinggal di rumah yang memadai untuk isolasi mandiri. Misalnya, ada rumah yang kamar cuma satu, terus tidurnya ramai-ramai satu keluarga. Nah, kan tidak bisa seperti itu. Makanya kami meminta, jika bertemu yang seperti itu, pasien yang bersangkutan langsung saja dibawa ke pusat karantina,” tuturnya.

IP mengatakan, Pemprov Sumbar saat ini memiliki dua pusat karantina yang aktif digunakan, yakni gedung BPSDM Sumbar dan gedung PPSDM Regional Bukittinggi. Di samping itu, pemprov juga tengah menyiapkan dua pusat karantina lainnya yang beberapa waktu lalu sempat tidak beroperasi, yakni gedung Bepelkes dan gedung Balai Pertanian.

“Lalu juga ada beberapa pusat karantina yang dipinjam oleh pemerintah daerah, seperti gedung BLK yang di Padang Panjang dan Payakumbuh. Gedungnya milik kami, tapi dananya dari pemda. Pemerintah kabupaten/kota pun juga sudah mengoperasikan beberapa gedung sebagai lokasi isolasi daerah. Misalnya, di Padang ada rusunawa yang dijadikan tempat isolasi. Terus di Pesisir Selatan juga ada. Pokoknya sudah banyak daerah yang membuka tempat isolasi,” tuturnya. (*)

Hamdani/hantaran.co

Exit mobile version